Deburan ombak terdengar karena hempasan keras angin malam. Dingin mulai menyergap tubuh yang kira ringkih. Isakan kecil terdengar samar-samar. Jangkrik pun ikut menyuarakan kepedihan. Hanya langit yang tampak melindungi diri dari kesedihan. Melawan awan gelap yang akan menyerang sinar rembulan purnama.
Takdir tidak sejalan dengan apa yang diinginkan. Semesta kembali menjauhkan dirinya dengan dia. Tambatan hatinya setahun yang lalu telah pergi. Alasannya apa ia tidak tahu, cukup kepayahan ia menjalani harinya dengan hampa.
“Langit, kapan aku berdamai dengan perasaanku? Ini sangat membelenggu,” ucapnya disela isakan kecil. Alya tidak tahu, bagaimana memangkas rasa yang seharusnya tak ada. Dia sudah dimiliki orang lain. Bagaimana dengan hatinya? Sudahkah mulai merekat yang sebelumnya hancur berkeping-keping?
“Aku akan selalu ada untukmu, Al.” Suara itu, Alya membencinya. Bukan tanpa alasan. Karena Alya benar-benar tidak ingin menyakiti orang lain. Hatinya saja belum bisa berdamai.
“Kumohon, berhentilah mendekat. Aku tidak ingin melukai siapapun.” Alya bersuara ketika pria itu mendekat. Ia tak sanggup, sungguh! “Aku tak mau menyakiti siapapun, tolong!”
Pria itu selalu menjadi pelindung ketika Alya kesakitan, tapi Alya tidak mau melampiaskan semua rasa kepada pria itu. Rasanya sakit, biar Alya sendiri yang menahannya tanpa melukai lagi.
Mantan kekasihnya pergi, meninggalkan dirinya. Kini, teman kekasihnya entah bagaimana. Membuat irisan luka semakin dalam.
Dekapan hangat merengkuh. Alya tidak bisa menyeka air mata membuat jatuh, lolos begitu saja.
“Kumohon, jangan seperti ini, Arga. Aku tidak bisa, jangan lalukan ini, hatiku belum siap untuk menerima.” Bibir kecilnya tertutup rapat karena jari telunjuk yang memaksa untuk diam. “Aku akan tetap mencintaimu dengan tulus, meski hatimu belum bisa menerima. Suatu saat nanti kau akan mencintaiku, Alya.” “Arga, kumohon. Jalur kita berbeda, agama kita! Mencintai beda agama tidak semudah yang kau kira! Ini jauh lebih menyakitkan! Aku membencimu!”
Tangan Arga terlepas, matanya yang semula sorot ketulusan meredup. Alya benar, mencintai beda agama tak semudah yang dikira. Karena dalam berbeda agama, akan dipaksa untuk memilih antara hati atau iman kepada Tuhan.
Kita semua hidup di bawah langit yang sama, tetapi kita semua tidak memiliki cakrawala yang sama – Alya.
Cerpen Karangan: Tajkhaiea Blog / Facebook: Tazkia Kiromin