“Ibu tidak menyukainya, dia penyakitan Arlan.” Suara itu memekik telinga. Ratu mengepalkan tangannya menahan rasa sesak di dada. Ia memukul dadanya mencoba menghilangkan luka disana. “Itu ibunya bukan Ratu buk.” “Tapi sebagian keluarganya terkena mas, tidak ada kemungkinan cucu ibu juga menurun.” “Semua itu bisa diobati buk, orangtua ibu juga tidak melarang ibu menikahi bapak, bapak juga diabetes kronis buk.” “SEKALI IBU BILANG TIDAK YA TIDAK!”
Menetes air mata Ratu mendengarkan penolakan sejelas itu. Ia pernah merasa tidak diinginkan tapi tidak pernah separah ini. Ia menghapus air matanya dan bergerak cepat merapikan pakaiannya di toilet.
“Ibu terimakasih sudah menyadarkan Ratu untuk tidak berharap pada lelaki yang sempurna seperti anak ibu, saya minta maaf.” Tatapan terkejut ia dapatkan dari mata perempuan paruh baya itu. Ia menolak menatap mimik muka Arlan yang akan membuatnya ingin memeluk dan memperjuangkan ini. Ratu sangat lelah dan sudah waktunya ia menyerah.
Ibu Arlan membanting sendok dan garpu saat mendengarkan tutur kata Ratu, “bagus bila kamu sadar diri hingga saya tidak susah payah mengusirmu.” Ia beranjak meninggalkan Ratu dan Arlan yang kini tengah di lahap sepi di ruang makan.
“Tolong sampaikan pada ibu, saya pamit mas.” Arlan mencegat langkahnya namun ia tersenyum pada Arlan dengan sangat tulus. “Sedikit lagi Ratu kita mendapatkan restu ibu, katanya kamu ingin berjuang untuk itu.” “Maaf mas aku berhenti untuk hari ini, semua perkataan ibu benar, tanpa restu dari ibu semua hal yang akan kita jalanin nanti percuma.” “Keluargaku penyakitan dan aku paham maksud ibu, seandainya pun aku memiliki anak aku juga melakukan hal yang sama.” “Jangan pikirkan ibu, sekali saja kamu pikirkan aku Ratu.” “Kamu laki-laki yang tampan dan mapan mas tidak ada yang perlu aku khawatirkan darimu.” “Bagaimana denganmu?” “Jangan pikirkan tentang aku, kamu sudah sangat tau aku bagaimana. Berdamailah dengan ibu aku tau kamu mampu.” Ratu menyusut air matanya yang mengalir. Kini cerita ibunya berulang dan jatuh kepadanya.
“Kita akan baik-baik saja, bunda paham kamu akan kuat walau harus sendirian nak. Bunda minta maaf untuk ini semua.” Deru mesin taksi membelah jalan rumah Arlan dengan tangis memilukan Ratu.
Cerpen Karangan: Riska Yunita Blog / Facebook: Rikayta Sudah lama tidak menulis semoga bisa di terima dengan baik seperti kura-kura kecil yang nyumpil di kali