Tidak tahan dengan ini semua, aku langsung berlari meninggalkan kerumunan yang membuat sesak. Toilet adalah tempat yang tepat, di sana aku bisa menangis sepuas-puasnya tanpa khawatir ada yang memperhatikan.
Sudah sepuluh menit lamanya air mata ini terus terjun bebas membasahi wastafel yang sudah basah. Make-up yang sudah susah payah aku riaskan ke wajah, sekarang tampak berantakan. Ketidakrelaan membuatku terus saja menangisi hari kebahagiaan Renan sahabatku.
Dengan air mata yang masih membasahi pipi, aku melihat diriku di cermin. Yang aku lihat di dalam diriku ini, hanyalah sebuah takdir buruk. Aku tidak bisa bahagia bersama orang yang aku cinta. Dia adalah sahabatku, tapi aku mencintainya lebih dari apapun.
Aku kepalkan tangan kuat-kuat, berusaha untuk tidak menunjukan kesedihan di hari pernikahan Renan. Aku buka resleting tas make-up kecil, mempoles kembali wajah dengan riasan tipis. Yang terpenting riasan ini bisa menyembunyikan kesedihanku.
Aku keluar dari toilet dengan luka yang masih sama. Sebuah luka akibat ketidakrelaan sahabatku sendiri bahagia dengan wanita lain. Sesampainya di tempat acara, terlihat Renan mengedarkan pandangannya mencari kehadiran seseorang. Dengan berani aku menghampiri dia.
“Dari mana saja kamu Re? aku mencari kamu dari tadi ternyata di sini?” tanya khawatir Renan sambil memegang tanganku. “Akkkkkkkuuu tadd….i darr….i toilettt….” ucapku gagap karena merasa sesak.
Mataku kembali berkaca-kaca, lalu satu bulir air jatuh membasahi tangan renan yang sedang memegangi tanganku. Renan langsung melihat ke arahku, dan khawatir terhadap aku. “Kamu Nangis Re? kamu kenapa nangis? apa yang kamu sembunyikan Re?” “Enggggak kok Renan, aku nangis karena terharu di pernikahan kamu. Semoga kamu bahagia dengan wanita pilihan kamu. Aku sebagai sahabat akan selalu mendoakan kebahagiaan kamu,” “Oalah, aku kira kamu ada apa-apa. Kalau ada yang nyakitin kamu, bilang ke sahabatmu ini. Aku akan patahkan lengannya jika berani-berani menyakiti sahabatku,”
Renan menarik lenganku, membawaku berlari menuju altar pernikahan sesi pemotretan. Kumohon Renan jangan lakukan itu, semakin kamu bersikap peduli semakin tak rela untuk melepaskanmu. Hatiku benar-benar teriris sekarang saat aku berdiri di tengah-tengah Renan dan pengantin wanita. Aku paksakan bibirku tersenyum dan menatap ke arah kamera.
Semakin lama di acara pernikahan sahabatku Renan, semakin dalam luka di hati. Ribuan jarum menancap di tubuh ini. Aku sudah tidak sanggup lagi, ini benar-benar diluar kendali. Tanpa pamit terlebih dahulu kepada Renan, aku meninggalkan acara pernikahan ini dan langsung menaiki taksi online yang sudah aku pesan.
Saat perjalanan menuju pulang, daftar panggilan tak terjawab dari Renan berbaris di ponselku. Aku hanya bisa menangis sambil menatap ponsel yang tergeletak di kursi mobil.
Tiba-tiba sebuah mobil truk besar tronton mencium secara liar taksi online yang aku tumpangi. Mobilku terbang kemudian jatuh menghantam jalan begitu keras. Kaca mobilnya pecah menusuk tubuhku. Mobilnya terpental cukup jauh sehingga membuat mobil rusak parah.
Yang terakhir aku ingat, aku berada di rumah salit dengan darah yang menyelimuti tubuh. Dan aku lihat Renan tampak mengkhawatirkan kondisi aku.
“Renan, aku mencintaimu.” Kata terakhir yang diucapkan sebelum aku tidak lago di dunia ini.
Cerpen Karangan: Jueun Blog / Facebook: Eunjoo