Malam perlahan ditelan bulan pertanda hari semakin larut, jam sudah menunjukan pukul 22.00 WIB. Risha yang saat itu masih berkutat dengan komputer di depannya air mukanya terlihat sangat serius seakan ia mengejar sesuatu, garis garis halus di dahi serta alis yang saling bertaut. Alarm kantor berbunyi dengan nyaring mengangetkan si Risha yang terbawa suasana, Ia melihat arloji di tangan kirinya saatnya ia harus segera balik ke rumah untuk istirahat.
Wanita itu melepaskan kacamata yang masih berdiam di hidung mancungnya itu. Perlahan ia merenggangkan badanya yang selama berjam-jam terasa kaku. Setelah dirasa sedikit membaik diambillah tas cantik bermotif polkadot warna hitamnya tak lupa mengikat kembali rambut yang sudah acak acakan itu. Risha melangkahkan kaki keluar dari lobi kantor dan di ujung seberang rupanya ojek online yang dipesannya tadi sudah menunggu. Bergegaslah risha sambil berlari kecil menghampiri si ojek online.
“Maaf pak udah lama nunggu pasti hehe” dengan raut muka bersalah “Eh Eneng kan yang pesan ojek online saya, gapapa atuh neng saya juga tadi masih menikmati angin sejuk malam-malam ternyata kota jakarta sejuk yah kalau malam”. ucap sang ojek online itu “Yaudah pak kita jalan”. balas risa sembari memakai helem
Setelah diantarkan tepat di depan rumah kontrakan, risha segera turun dan membuka pengait helmnya itu untuk dikembalikan ke ojek online itu “Makasih pak ini helmnya dan uangnya untuk kembalian ambil aja” “Matur nuwun kembali neng cantik kalau gitu bapak pergi dulu”.
Risha masuk ke dalam kontrakanya dengan langkah lunglai tiba-tiba ia merasakan pusing di kepalanya, segerlah ia ke kamar untuk mengambil kotak obat. Ini kebiasaan buruk risha ia selalu saja lupa makan malam saat di kantor dan berujung risa sendiri yang menderita sekarang.
Ritual mandi sudah selesai dan sekarang risha sedang duduk di meja makan sembari menopang dagu melihat ke arah makanan yang sudah lahap dihabiskan, telepon yang dia genggam bergetar tanda panggilan masuk. Dilihatnya “Bagaku” recalling, dengan menekan tombol hijau sang penelepon sudah terhubung.
“Malam cantiku capek banget pasti pulang kerja” “Iya ga ternyata maghku kumat lagi lupa makan malam”. keluh risha “Kebiasaan deh kamu suka telat makan sayang”. ucap baga melemah. “Ohiya ada apa ga?” “Umm aku mau ngomong sesuatu sama kamu dan ini serius” “Ngomong aja Ga”. sahut risha dengan curiga “Kayaknya kita ga perlu lagi lanjutin hubungan ini, mendadak besok aku harus ke semarang diminta bunda buat nentuin tanggal pertunangkan aku sama vanya”
Risha yang hendak meletakan piring di dapur terlepas dan jatuh “PRANGGG” pecahan kaca berhambur kemana-mana. Bagai disambar petir mendadak tubuh risha membeku tak bisa digerakan, matanya mulai memanas “Apa maksud kamu! aku gak lagi ulangtahunya loh ga jangan prank aku”. tegas risha setengah teriak “Aku gak bohong dan aku juga gak mau nyakitin kamu, tapi aku juga gak bisa lawan permintaan bunda aku serba salah akutuh”. “Ternyata kamu sudah menyerah sebelum memulai ga. Aku pikir kamu serius sama aku ternyata dan ternyata semua ekspektasiku itu hancur dengan kalimat ternyata. Aku capek mau tidur”. tanpa disadari setetes air bening jatuh di pipi buru-buru Risha menghapusnya “Besok aku jemput kamu jam 7 tepat, aku udah booking tiket kereta jam 8” Setelah mendengar kalimat terakhir dari baga ia mematikan sambungan teleponya. Bibir risha terasa kelu untuk menjawab kalimat akhir dari baga. Mata risha terpejam erat sambil mengepalkan tangan menahan segala kekecawaan dan amarah yang memuncak.
Hancur sudah harapan yang risha bangun dari awal pacaran dengan baga sejak 4 tahun lalu. Risha tak menyangka komitmen yang diucapakan bersama runtuh seketika, selama ini ia pikir hubunganya dengan baga akan berlanjut ke tahap serius, nyatanya segala angan angan itu terampas oleh kenyataan yang amat pahit. Risha tertawa hambar menyadari kebodohan dirinya yang mudah menaruh harapan kepada seorang baga.
Selama perjalanan menuju stasiun kereta kedua pasangan eh maaf kedua mantan pasangan ini saling mendiamkan, tak ada sepatah dua kata dari mereka yang keluar. Saat ini risha dan baga sedang duduk di kursi penunggu. Mata sembab risha tercetak jelas air mukanya tak bisa dijelaskan matanya menatap kosong ke depan. Sedangkan di sampingnya baga terlihat lebih banyak menunduk dan tak berani menatap mantan kekasihnya itu.
“Ga setelah semuanya berakhir aku mohon jangan pernah kamu berusaha komunikasi sama aku lagi, sejak semalam kamu memutuskan dengan sepihak kita sudah menjadi dua orang asing yang tak pernah saling kenal”. tutur risha dengan mata tetap kosong “Aku tahu aku jahat bukan laki-laki yang bisa kamu banggakan, aku kalah dengan keegoisanku ini, tak apa jika maafku tak kau terima dan aku siap hidup dalam bayang bayang penyesalan akan dirimu risha”. ujar baga dengan penyesalan
Tak menunggu waktu lama kereta arah tujuan semarang telah berhenti, terlihat para penumpang mulai mengemasi barang dan segera naik ke kereta. Baga merangkul tasnya dan mengambil kopernya “Ris aku pergi dulu kamu jaga diri baik-baik disini makan dengan teratur dan jangan kecapean”. ucap baga “Setelah semuanya hilang adakah orang yang masih akan terlihat baik-baik saja?” “Ris pliss aku juga gak mau semua ini tejadi tap..” “TAPI APA?! kamu mau bilang gak bisa bantah omongan bunda kamu kan! pakai rasa timbal balik kamu sedikit ga, bisakah kamu mengutarakan isi hati kamu ke bunda kamu? cihh aku rasa kamu terlalu banci untuk mengungkapkan itu”
Baga hanya terdiam yang dikatakan risha itu benar ia tak punya keberanian untuk itu. Dirasa sudah cukup baga melihat sekali lagi wajah risha, saat hendak berbalik badan untuk naik ke kereta dilihatnya risha membuang muka ke arah lain.
Kereta perlahan berjalan risha yang tak sama sekali melihat baga sampai naik ke kereta menghembuskan napas ia mengadah atas hampir saja air matanya turun lagi, setelah dilihatnnya kereta sudah pergi baru risha tersenyum paksa Ini adalah pertemuan sekaligus perpisahan yang membekas di hati, hatinya telah terluka dengan hebat ada luka yang menganga di hatinya yang baga ciptakan dan ini adalah kenangan terakhir terburuk yang baga berikan kepadanya. Akhir tujuan Kepulangan baga bukanlah dirinya melainkan seseorang yang sudah menunggu di seberang sana.
Cerpen Karangan: Nadya Firlica Anwar