Malam itu seharusnya menjadi malam yang indah bagiku tetapi semesta mengubahnya menjadi kelabu. “Yang hitam atau yang merah ya? tapi yang biru juga bagus” tanyaku pada diri sendiri yang sibuk memilih gaun. “Oke, yang hitam saja” pilihku. Tanpa kusadari, sudah hampir satu jam lebih aku merias diri dan membuat seisi kamarku berantakan seperti kapal pecah. Kalau mama tahu bisa-bisa aku diomelin.
“Naraaa” teriak mama dari balik pintu dan menerobos masuk kamarku. “Iya ma, kenapa?” sahutku sambil membalikkan badan. Betapa terkejutnya aku saat tahu mama sudah berada di hadapanku. “Kamu tuh lama banget si, ngapain aj-” ucapan mama terpotong saat menyadari kamarku yang berantakan. “ASTAGHFIRULLAH NARA ADHISTI KENAPA KAMARMU SANGAT BERANTAKAN? TUYUL SIAPA YANG BERMAIN DI KAMARMU?” omel mama. “Ih mama kebiasaan deh kalau bicara suka ngelantur. Tenang aja ma, nanti Nara beresin kok. Mamaku yang cantik ini tidak perlu khawatir” bujukku.
Hari ini Juna balik dari Bandung. Kami berencana menikmati malam bersama. Ia memintaku untuk menunggunya di taman kota. Karena jaraknya yang lumayan dekat dari rumah, aku memutuskan untuk jalan kaki saja, itung-itung olahraga.
Pukul 18.00 aku tiba di taman kota, aku memilih duduk di bangku dekat air mancur. “kenapa aku sangat gugup? apa karena sudah 3 bulan aku tidak bertemu dengan Juna?” tanyaku dalam hati. Aku mencoba menenangkan diri dan mengatur nafasku yang berantakan. Sesekali aku mengamati sekitar sambil menikmati sejuknya hembusan angin yang menerpa tubuhku. Membayangkan lelaki yang kucintai akan kembali hadir di sisiku. Namun langit Surabaya malam itu menurunkan hujan, mengisyaratkan setiap insan untuk segera berteduh. Aku berlari menuju sebuah cafe yang berada di sebrang taman.
Detik berganti menit dan menit berganti jam. Sudah hampir satu setengah jam aku menunggunya, namun ia tak kunjung datang. Dengan sabar aku masih menanti kehadiranmu di sini. Tidak ada rasa kecewa yang terlintas di benakku. Karena bosan aku memesan secangkir hot tea. Aku menyeruput tea dan menikmati kehangatan yang masuk ke tenggorokanku. Sekilas aku memandang ke luar cafe mengamati derasnya hujan, tiba-tiba… “Geudaeraneun saesange. I owe you, I miss you, I need you, I love you, yongwontorok geudaee pumeee” alunan lagu yang dipopulerkan oleh Yoon Mi Rae itu terdengar dari ponselku. Setelah kucek nama “Kayla” tertera di layar ponselku. Aku mengulas senyum lebar, meletakkan hot teaku di meja kemudian mengangkat telepon.
“Hallo Kay-” belum sempat aku menyelesaikan ucapanku Kayla sudah memotongnya. “KAKK NARAA BANG JUNA KECELAKAAN!!” teriak Kayla dibalik ponsel. “K-KECELAKAAN?!!” tanyaku tak percaya “Iya kak, tadi waktu mau nemuin kakak tiba-tiba mobilnya ditabrak truk dari lawan arah” jelas Kayla Aku diam tak bergeming di tempat. Tubuhku terasa kaku. “Hallo kak?” Aku hanya diam, tak menyahuti panggilan Kayla
“Kak Nara sekarang bisa ke rumah sakit Adi Husada? soalnya bang Juna dalam keadaan kritis” Tanpa mengiyakan permintaan Kayla aku langsung berlari mencari taksi. “Taksi” teriakku “Pak antar saya ke rumah sakit Adi Husada” pintaku pada sopir taxi “Baik mbak”
Di dalam taksi aku tak berhenti mendoakan Juna agar tidak terjadi hal buruk. Sialnya aku malah terjebak macet. “Pak, apa tidak bisa lebih cepat?” “Maaf mbak, ini lagi macet”. Karena kelamaan aku memutuskan melanjutkan perjalanan dengan berlari. Derasnya hujan yang mengguyur tubuhku serta dinginnya angin malam tak mematahkan semangatku untuk segera sampai ke rumah sakit.
Tibalah aku di rumah sakit dalam keadaan basah kuyup. Aku pergi ke resepsionis untuk menanyakan ruang ICU. “Kak Nara” panggil Kayla dengan suara lemah. Aku langsung pergi menghampiri Kayla dan memeluk tubuh mungilnya.
“Kayla, bagaimana keadaan Juna? Juna baik-baik aja kan? Juna nggak parah kan?” tanya ku bertubi-tubi. Sedangkan gadis itu hanya menunduk lesu. “Kayla, jawab kak Nara!!” Ia tak menjawab pertanyaanku, ia hanya memintaku untuk mengikutinya.
Alangkah terkejutnya diriku saat mendapati Juna yang sudah tak bernyawa. Dengan berat aku melangkahkan kaki menuju arah mama Juna yang sedang memeluk erat putra kesayangannya itu. “Tante” panggilku. Mama Juna menoleh “Naraa” ia terkejut dan langsung memelukku sambil menangis tersedu-sedu. Aku mencoba menenangkan mama Juna walaupun sebenarnya hatiku juga hancur. “Sabar ya tante, kita pasti kuat. Kita pasti bisa ngikhlasin Juna. Juna pasti udah tenang di sana.” ucapku menguatkan mama Juna.
Seperti terperosok ke dalam jurang. Tubuhku rasanya hancur berkeping-keping. Nafasku sangat berantakan. Aku melepaskan pelan pelukan mama Juna. Melangkah kan kakiku yang seperti tak bertulang ini menuju ranjang Juna. Tangisku pecah saat aku memeluk tubuh Juna yang lemah. Rasanya tak percaya, Juna yang berjanji akan selalu menemaniku, kini meninggalkanku duluan, untuk selamanya.
Keesokan harinya setelah pulang dari pemakaman Juna… “Tok, tok, tok” “Masuk” Mama membawakanku sarapan pagi. “Nara sayang, makan dulu ya. Dari kemarin kamu belum makan” Aku menggeleng pelan. “Nara, mama mohon turutin mama. Mama gak mau kamu sakit. Juna pasti ikut sedih kalau liat kamu seperti ini.” “Ma, Juna maa, aku mau Juna” “Hey Naraa kamu gak boleh ngomong gitu. Rezeki, jodoh sama maut itu ada ditangan Tuhan. Semua orang pasti akan menemui ajalnya bukan hanya Juna. Semua itu udah diatur sama Tuhan.” nasihat mama Aku kembali menangis dan mama langsung memelukku, mencoba menenangkanku.
Malam harinya aku kembali ke taman kota untuk menjenguk kenangan yang tercipta diantara aku dan Juna. Aku memilih duduk di bangku yang sama seperti kemarin. Di bangku dekat air mancur. Di sini dahulu aku dan Juna suka berbagi cerita, berbagi keluh kesah dan mengukir kenangan indah. Tapi saat ini, disini, di taman kota ini aku seorang diri tanpa kehadiranmu. Arjuna Mahendra, aku sangat merindukanmu di sisiku.
Aku menghela nafas berat dan memejamkan mata. Memang benar, tingkat tertinggi mencintai seseorang adalah mengikhlaskan. Aku akan berusaha mengikhlaskan kepergianmu meski itu berat. Karena hatimu adalah tempatku berpulang. Biarlah taman kota ini menjadi saksi akhir kisah kita, akhir cinta kita.
Cerpen Karangan: Dianing Damayanti Blog / Facebook: dianing.damayanti
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 14 Mei 2021 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com