Tatapan matanya sangat anggun, menyiratkan kalau dia wanita yang cantik tak hanya rupa tapi hatinya juga. Kita bertemu pertama kali di gereja kota. Saat itu dia tiba tiba muncul dan duduk disampingku. Tersenyum ramah, senyum yang membuatku kecanduan ingin melihat lagi lagi dan lagi. Kami mengikuti misa dengan khidmat, berdoa bersama. Mengatupkan tangan erat erat, membaca doa bersama.
Selesai misa, tanpa sengaja dia menjatuhkan selembar kertas saat dia akan berdiri. Aku mengambilnya lalu mengejarnya sebelum dia berjalan keluar gereja. “Tunggu nona, kertasmu terjatuh” ucapku menghentikannya, dia menoleh menghadapku. Rambutnya tergerai sangat indah, mata birunya menatapku. Sangat cantik. Aku terpesona. Dia melangkah mendekat. “Maaf tuan, bisa aku ambil kertas milikku?” Tanya dia. “Maaf, anda baik baik saja?” Ucapnya sambil melambaikan tangannya didepan wajahku. Aku seketika terbangun dari lamunan. Bodoh! Ungkapku dalam hati. “Eh.. ini kertasmu nona” ucapku tergagap kemudian memberikan kertas miliknya. “Terimakasih banyak” ucapnya tersenyum sangat cantik. Aku ikut tersenyum. “Sama sama.” Ucapku.
Kami bersama sama berjalan keluar dari gereja. Dia gadis yang ceria dan ramah. “Bolehkah aku tahu namamu?” Tanyaku. “Namaku Katerina” ucapnya seraya tersenyum. “Namaku Nikolai” ucapku. Kami berjabat tangan. “Senang bertemu denganmu” lanjutku, dia tersenyum manis. Aku sungguh terkesima dengannya. Gadis yang baik dan ceria. Awal pertemuanku dengannya di musim semi itu sejalan dengan perasaanku yang juga ikut bersemi. Setiap minggu aku bertemu dengannya di gereja, beribadah bersama. Hari minggu menjadi hari yang paling kunantikan. Aku menyapanya, bertukar cerita dengannya. Sungguh menyenangkan.
Musim berganti, akhir musim gugur sedang berlangsung. Pertemuanku dengan dia yang rutin selama beberapa bulan semakin menguatkanku untuk menyatakan perasaanku. Aku menyukainya, sangat menyukainya. Aku ingin dia mengetahui perasaanku. Hari itu adalah minggu terakhir di musim gugur, aku telah duduk di bangku biasa di gereja. Bangku pertama yang mempertemukanku dengannya. Aku tak sabar melihatnya hari ini. Melihatnya memejamkan mata, mengatupkan tangan seraya berdoa. Ibadah segera dimulai, dia belum juga muncul. Berkali kali aku menoleh ke pintu, dia belum juga datang. Sampai ibadah selesai juga dia tak kunjung datang. Ada apa gerangan dia tak datang minggu ini?. Selama kami berjumpa, dia tak sehari pun alfa untuk ke gereja. Aku bertanya tanya.
Seminggu kemudian, aku mendatangi gereja. Dia juga tak datang. Ada apa sebenarnya?, Kenapa dia tak datang. Tak ada media informasi untuk menanyakan kabar padanya. Aku tak tahu alamat rumahnya, tak bisa mengirim surat.
Saat misa selesai, pendeta menghentikan gerakan para jemaah yang akan pergi. Mengatakan akan memberikan sebuah kabar, dan meminta jemaah memberikan doa untuk seseorang yang baru saja meninggal hari ini. Aku yang sudah bangkit, segera duduk kembali. Tak ada salahnya mendoakan sesama.
“Tadi pagi, saya menerima kabar dari kerabat. Salah satu jemaah rutin gereja ini telah kembali ke pangkuan yang maha kuasa.” Pendeta mulai bicara. Firasatku mulai memburuk. “Namanya Katerina, dia meninggal tadi pagi karena sakit kanker darah.” Lanjut pendeta itu. Seketika jantungku seperti meledak, aku terdiam. Tubuhku lemas, mengatakan tak mungkin, tak mungkin dia telah tiada. Mataku terasa pedas, dadaku terasa sakit. “Mari kita sama sama berdoa agar saudara kita bahagia disana bersama Tuhan.” Ucap pendeta. Para jemaat menunduk membaca doa. Aku terisak menangis. Tak menyangka dia telah tiada.
Katerina, gadis yang mampu membuatku terpana. Gadis yang ceria dan baik. Gadis dengan senyuman yang indah dan mampu menyihir siapapun. Gadis yang selalu duduk disampingku saat misa. Gadis yang selalu tersenyum mendengar cerita cerita ku. Tak kusangka dia telah tiada, meninggalkanku sendirian. Benar benar sendirian. Hanya dia teman bercerita yang baik.
Ternyata selama ini, dibalik senyumannya dia menyembunyikan penyakitnya. Pernah suatu saat dia tiba tiba mimisan, dia hanya bilang itu hal biasa jika dia merasa kelelahan. Aku tak curiga sedikitpun, aku anggap itu hal biasa. Ternyata tubuhnya tidak sedang baik baik saja. Aku bodoh tidak segera menyadari apa yang terjadi. Hingga aku kehilangan dia, aku kehilangan cintaku, Katerina. Dia pergi membawa separuh hatiku.
Tamat
Cerpen Karangan: Seli Oktavia Facebook: Selli Oktav Ya Email: seliokta_vya21
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 13 Maret 2022 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com