Hafsa memperhatikan layar handphone yang dipegangnya, dia tersenyum sendiri melihat isi dari handphone itu. Semenjak bel istirahat berbunyi 15 menit yang lalu, Hafsa tidak beranjak sedikitpun dari tempat duduknya. Entah apa yang dia perhatikan sehingga mampu membuatnya tersenyum sendiri dan tidak acuh pada lingkungan sekitarnya.
Rani, sahabat Hafsa yang duduk di samping Hafsa sejak tadi pun mendengus kesal melihat sohibnya itu lebih asyik dengan handphone dibandingkan dirinya maupun lingkungannya.
“Sa, lo kenapa sih? Dari tadi perasaan fokusnya ke handphone mulu. Ini bel istirahat udah bunyi dari tadi. Lo gak laper apa? Bentar lagi udah bel masuk Sa.” omel Rani. “Udah, lo aja sana duluan ke kantin. Gue nggak laper Ran.” Hafsa menjawab namun perhatiannya masih pada handphone.
“Ish, itu liatin apaan sih. Kayaknya penting banget deh.” Rani kemudian merebut paksa handphone Hafsa dari tangannya.
“Oh, lo lagi stalk fb orang. Siapa nih? Gebetan baru ya.” “Ih, Rani balikin handphone gue. Itu juga bukan siapa-siapa kok, cuma iseng aja.” Hafsa meronta pada Rani berusaha merebut handphone miliknya. Namun gagal, Rani terus menjauhkan jangkauan tangan Hafsa dari handphonenya.
“Ngaku dulu buruan. Ini siapa, kalo nggak bakal gue chat ni orang.” “Eh, jangan Ran. Sembarangan aja lo,” Hafsa memberengut kesal, “Itu Azam, emang napa?” “Iya, gue tahu dia namanya Azam orang gue liat profilnya. Yang gue maksud itu dia siapanya lo? Ngapain lo stalk dia, perasaan dia bukan anak sekolah kita.” “Dia bukan siapa-siapa gue Ran, lagian gue lagi iseng stalk akun orang.” “Ah, ngaku aja lo. Orang gue liat tadi lo senyum-senyum sendiri mantengin handphone lo. Pasti lagi liatin foto dia, kan? Ayo cepet ngaku deh, kalo nggak gue beneran chat nih si Azam.”
Hafsa berdecak kesal, karena takut apa yang diucapkan Rani akan benar-benar dilakukan, Hasta terpaksa memberitahu siapa Azam baginya. “Gebetan gue.” “What? Lo suka sama cowok ini? Apaan banget, gak ada bagus-bagusnya juga.” Hafsa mendelik dan menatap tajam Rani, yang ditatap malah terkekeh dan menunjukkan jari telunjuk dan jari tengahnya membentuk tanda peace.
“Hehe, selow Sa. Sans aja napa, lo udah ngapain aja sama si Azam ini? Udah pernah chat belom?” “Belom.” “Lah?! Kok bisa? Yah, kalo gini mah gimana mau maju coba percintaan seorang Hafsa. Dari dulu lo suka sama cowok berakhir ngenes mulu. Gak penah ada yang peka.” Hafsa mendengus, “Ya udahlah Ran, udah lama juga. Lagian kalo gue suka ya suka aja. Bodo amat dia mau peka atau nggak.” “Alah, sok banget lo. Padahal dari dalem lubuk hati yang paling dalam pasti ngeet banget si doi bakalan peka.” “Ya ya ya, serah lo deh ya. Udah sini balikin handphone gue.” “Bentaran dong, gue masih pengen liat dulu sebentar.” “Awas lho, kalo sampe lo kirim cha ke dia yang nggak-nggak.” “Nggak akan.”
Setelah saat mengucapkan kalimat tersvut, Rani tertawa cekikikan kemudian menyerahkan handphone milik Hasfa dalam keaadaan terkunci. Hafsa yang bingung melihat Rani tertawa hanya mengernyitkan keningnya.
Saat Hafsa membuka handphone kemudian akun sosmednya, matanya melotot dan rahangnya terbuka lebar. Jelas saja, Rani baru mengirimkan sebuah chat pada Azam beberapa menit yang lalu.
Hafsa Hafeeza Dafiya: Hai?
“RANIIII…” Hafsa berteriak memanggil nama sahabatnya kemudian berlalu menyusul Rani yang sudah terlebih dahulu melarikan diri dari amukan Hafsa.
Cerpen Karangan: Siti Nuraeni Blog / Facebook: Siti Nuraeni Aku masih belajar nulis, mohon maaf bila ada kesalahan dalam penulisan karena masih amatir. 🙂