‘Akankah cintaku sebatas patok tenda Tenda terbongkar sayonara cinta Akankah cintaku sebatas patok tenda Tenda terbongkar sayonara cinta’
Lagu Cinta Sebatas Patok Tenda mengalun lembut lewat speaker ponsel seorang gadis ber-name tag Ita Kencana. Mengakhiri jam istirahat di sekolah swasta di kota tempatnya tinggal. ‘Lagunya bikin baper’ batin Ita. Memang lagu itu mempunyai makna yang dalam, cinta terbongkar sayonara cinta. Apakah secepat itukah rasa sayang hilang? Secepat tenda terbongkar?
“Eh Ita, ada pengumuman di mading. Coba deh kamu lihat. Pasti kamu suka” ucap seorang teman Ita yang bernama Ika. “Emang pengumuman apasih Ik? Kok kamu girang banget?” tanya Ita heran. “Udah deh, mending kamu ke sana dulu” tegas Ika sambil mendorong Ita menuju mading.
‘Akan diadakan perkemahan Wisata dalam rangka “CINTA ALAM” yang akan diadakan sabtu malam minggu tanggal 12/13 Oktober 2010 di bumi perkemahan Anjuk Ladang. Peserta tidak dipungut biaya!’ “Whoaa, yang bener Ik? Ya ampun, aku harus ikut nih Ik!” seru Ita begitu ia membaca pengumuman itu. “Kamu juga ikut ya Ik, temenin aku?” lanjut Ita “Gatau ya Ta, nanti aku coba tanya ibu sama ayah boleh apa enggak” “Yaudah kalo gitu, kalo gak dibolehin jangan ikut. Aku sendiri gak papa kok Ik” “Beneran Ta gak papa?” “Iya, gak papa kok” “Yaudah nanti aku usahain deh” “Iya Ik, makasih ya”
Mentari pagi menyambut datangnya hari. Menyingkirkan embun yang semalam sudah menitikkan air di atas dedaunan hijau. Membangunkan burung yang tak enggan menyanyikan lagu indah. Hari yang ditunggu tiba. Itapun sudah mempersiapkan diri dari jauh jauh hari. Tak ada syarat yang harus ia penuhi. Hanya datang pada pukul tujuh tepat dan membawa perlengkapan sendiri sendiri. Dan di brosur yang ia dapat waktu mendaftar 3 hari yang lalu, perkemahan itu akan diisi out bond dan perkenalan pada lingkungan sekitar. Itapun sudah tak sabar lagi berangkat, tinggal menunggu ayahnya untuk mengantar dirinya ke tempat ia berkemah. Keluarganya pun sudah tak heran lagi jika Ita memiliki keinginan untuk mengikuti kegiatan seperti ini. Justru mereka mendukung karena kegiatan seperti itu akan membuat Ita menjadi lebih mandiri dan disiplin.
“Ayo Ta, kita berangkat” ajak sang ayah mengagetkan Ita yang sedang asyik mendengarkan lagu Cinta Sebatas Patok Tenda. Entah kenapa belakangan ini ia sangat suka lagu itu. “Ayo yah”, Dengan kecepatan sedang sang ayah mengemudikan mobilnya. Ia benar benar bangga melihat anaknya yang tumbuh dewasa dengan sangat cerdas. Pasalnya, ia semakin yakin jika anaknya kelak bisa hidup tanpa bergantung pada orang lain.
Mereka pun sampai di bumi perkemahan Anjuk Ladang. Sang ayah meembantu anaknya untuk menaruh barang di tempat sang anak akan mendirikan tenda. Sementara sang anak sedang check in. “Yah, ayah udah bisa pulang. Nanti tendanya biar Ita aja yang mendirikan. Ayahkan juga harus kerja. Udah ayah pulang aja, Ita gak papa kok sendirian disini.” “Bener nih ayah tinggal?” “Alelah yah. Biasanya juga gitu kan?” “Hehe, iya iya Ta. Yaudah, ayah pulang dulu ya Ta. Kamu hati hati disini.” Ucap sang ayah sambil mengacak-acak lembut rambut Ita. “Iya ayah. Ayah hati hati di jalan”
Sementara di ujung sana, seorang pemuda tengah asyik mengawasi Ita dari kejauhan. Sejak Ita turun dari mobil sampai saat Ita selesai mendirikan tenda.
“Selamat datang untuk para peserta perkemahan Cinta Alam ini! Disini kita akan bersenang senang dengan alam dan tentunya kita akan have fun dalam waktu 24 jam ke depan! Welcome to Buper Anjuk Ladang Guys!!” ucap seseorang melalui pengeras suara. Diikuti oleh semua sorak gembira dari seluruh peserta perkemahan, tak terkecuali Ita. Ia sampai menjerit kegirangan sementara pemuda yang sedari tadi memperhatikannya tersenyum karena tingkah laku Ita yang mungkin lucu.
“Itaaaa…” teriak seseorang “Whoaa, Ikaaa. Kamu disini?” teriak Ita tak kalah kencang. “Eh, shut. Jangan kenceng kenceng dong teriaknya” ucap Ika sambil mencubit lengan Ita. “Aw, iya iya. Aku khilaf” “Khilaf kok terus terusan” kata Ika di akhiri oleh tawa mereka berdua yang meledak ledak
Ika diperbolehkan oleh kedua orangtuanya karena memang keluarga Ika dan Ita sudah berteman dari dulu. Tak tersangkalkan jika ada Ita pasti ada Ika. Mereka sudah seperti perangko yang kemana mana selalu dekat.
Perkemahan pun dimulai dengan outbond outbond seru yang menguras tenaga dilanjutkan dengan materi penyampaian tentang Cinta Alam di lingkungan sekitar. Dan diakhiri dengan acara puncak, yaitu api unggun. Di api unggun, semua bisa terjadi.
“Oke, sekarang saatnya santai. Kakak kakak semua boleh menampilkan kemampuan yang kalian miliki, bernyanyi contohnya. Atau semacamnya. Atau kalian ingin mengungkapkan perasaan selama mengikuti peremahan ini. Mungkin ada yang kecapean, atau senang dapat pengalaman baru atau kenalan baru…” serentak semua bersorak cieee hingga apa yang dibicarakan pembawa acara menjadi terpotong “oke, gak papa kalo kalian ingin mengungkapkan perasaan kalian disini. Kita bebas. Oke kak!” “Oke!
Satu persatu dari mereka menujukkan kehebatan masing masing. Dari mulai menyanyi, membaca puisi, menari, dan lain lain. Tiba tiba salah satu dari mereka maju dengan membawa gitar di tangannya. Ita kenal dengan pemuda itu. Ia yang satu kelompok dengannya waktu outbond tadi. Namanya Rendi. Ia bersekolah ditempat yang sam dengannya. Tapi Ita sama sekali tidak mengenalnya padahal mereka satu sekolahan.
Jreng.. Petikan dawai senar gitar memecah keheningan. Semua diam, menunggu apa yang akan Rendi lakukan. Mungkin bernyanyi
Dia. Hadir dalam ingatanku. Membawa kesadaranku melayang ke langit ke tujuh. Tak membiarkanku jatuh dalam debu. Tak mengizinkanku menikmati kesakitan ini. (jreng.. jreng..)
Suara tepuk tangan meriah mengikuti petikan terakhir gitar itu. ‘Puisi yang indah’ batin Ita sambil tersenyum. Kemudian Rendi menghampiri Ita yang termenung. Sontak Ita bahkan semua peserta terkejut. Rendi menarik tangan Ita dan membawanya ketempat ia berdiri tadi. “Dialah alasan, kenapa aku dapat berdiri disini melewati semua keraguan dalam hatiku” Sekali lagi suara tepuk tangan terpecah. Ita hanya bisa diam terkejut. ‘Apa yang terjadi’ batin Ita, lagi. “Mungkin kamu berpikir aku gila. Dan kamu benar. Aku gila karena setiap hariku nggak bisa lepas dari senyummu. Senyummu yang membuatku tak gentar melawan deruan angin yang menerjangku agar aku bisa berada disampingmu. Sunnguh Ita, aku menyukaimu” ujar Rendi mantab. “ba..bagaimana bisa Ren? Kita kan ba..baru kenal” “Mungkin kamu baru kenal aku. Tapi aku udah tau kamu jauh sebelim ada acara ini. Mungkin kamunya saja yang gak tau aku” ucap Rendi tersenyum. “Maaf” Ita menunduk “Udah gak papa Ta. Yang penting kamu udah tau kalo ada seseorang yang menaruh hati padamu. Dan gak akan biarin cinta sebatas patok tenda berakhir disini” Rendipun mengangkat kembali gitarnya dan mulai bernyanyi.
(Berawal dari ku tatap matamu Dan kau jabatkan tanganmu Tuk saling berkenalan Getaran cinta kian terus membelenggu Ku rasa ku tlah jatuh cinta Di perkemahan ini Tlah ku katakan Besarnya rasa cintaku Dan kau pun tersipu malu Dan kau balas cintaku Baret dan Kacu diam jadi saksi bisu Ku rasa ku tlah jatuh cinta Di bumi perkemahan
Biarkan cinta kita erat bagai simpul mati Misteri bagai sandi rumput Sekokoh bagai pioneering Ku ingin engkau tau besarnya rasa cintaku Menyala bagai api unggun Abadi seperti cikal di dadaku)
Dan akhirnya, Cinta Sebatas Patok Tenda hanya menjadi opini bagi Ita dan Rendi. Mereka selalu menghabiskan waktu bersama di dalam maupun di luar kegiatan. Menjadi sebuah ikatan yang disimpul dengan simpul mati, erat dan tak kan terpisahkan.
T A M A T
Cerpen Karangan: Mita Oktavia Blog / Facebook: Mita Oktavia