Mungkin yang dikatakan banyak orang “nyaman itu jebakan” ada benarnya. Sudah banyak pula orang-orang yang membuktikan akan kebenarannya pepatah ini. Begitu juga dengan gadis remaja yang sedang duduk sambil meminum caramel lattenya. Melamun lalu menyadarkan diri kemudian melamun lagi lalu dilanjut dengan menyadarkan diri lagi. Sudah hampir 20 menit gadis itu melakukan hal itu. Pikiran, raga, serta hati kacau kala itu. Ia tak tau harus berbuat apa. Zona nyaman memang menyenangkan tapi dibalik kesenangan itu ada hal yang mematikan yang segera menghampiri. Apalagi jika nyaman pada tempat yang tak seharusnya.
Ia menyalakan ponselnya. Hening. Tak ada apapun disana. Tak ada notifikasi dari orang yang dulu selalu mengganggu dirinya. Rasanya seperti aneh. Tapi mungkin lama kelamaan, gadis itu akan terbiasa dengan kebiasaan barunya tanpa dirinya.
Setelah minumnya habis, gadis itu langsung berdiri dan pergi meninggalkan cafe tersebut. Ia berjalan lesu tanpa energi menuju parkiran. Tiba-tiba orang yang sedang gadis itu tunggu notifikasinya berjalan tepat di hadapannya bersama seorang perempuan yang tak lain adalah teman gadis itu. Gadis itu menghela nafas gusar. Hatinya yang sudah rapuh itu semakin rapuh dan kini ditambahkan dengan sesak. Ia bergegas menuju kendaraan pribadinya lalu segera tancap gas dari parkiran cafe tersebut.
“ayoo dea pasti bisa move on” ucap gadis itu saat sampai di kamarnya Ya, gadis itu bernama dea. Dea olivia. Ia membuka semua sosial media yang ia punya dan langsung mensenyapkan nofikasi dari lelaki yang nyatanya sudah bahagia dengan pendamping yang baru. “pokoknya dea ga boleh ngestalk lagi yaa” Ia berusaha menyemangati dirinya untuk bangkit dari keterpurukan karena kekecewaan. Rasanya jika ada lelaki yang mendekatinya lagi, ia ingin langsung menghindar tanpa basi basi lagi. Ntahlah hati ini masih lelah atas kejadian kemarin.
Kisah cintanya dengan lelaki itu sebenarnya memang sudah kandas dari 2 bulan yang lalu. Tapi memang sedikit sulit untuk dea melepaskannya dan melupakannya. Dea juga lebih memilih untuk sendiri dan akan membuka hati di waktu yang tepat agar tak sakit hati lagi.
Hari-hari terus berjalan. Semakin lama, hari-harinya semakin baik. Tak ada lagi kegalauan yang menyinggahi dirinya. Semangat untuk sukses dimasa depan membara di jiwanya. Semua waktunya yang dahulu dipakai untuk galau, semua sudah musnah. Kini berganti dengan waktu berambisi untuk meraih masa depan gemilang. Hari-harinya dipenuhi dengan fokus belajar untuk meraih masa depan.
Hingga hari tak menyenangkan kembali datang kepadanya. Kala itu dea sedang jenuh dan akhirnya ia menenggelamkan dirinya di sosial media juga game. Ia bermain bersama teman-temannya dan lelaki itu juga ikut dalam satu game yang sama. Sungguh dea membenci keadaan ini, namun ia berusaha tuk terlihat biasa saja, terlihat seperti sudah baik-baik saja. Hingga game pun berakhir, namun awal kekacauan datang. Dia tiba-tiba kembali mengiriminya pesan yang seolah-seolah diantara kalian tak ada apa-apa.
“de, save nomor gua. Nomor baru ga bilang-bilang” Hah. Apalagi yang akan terjadi setelah ini. Setelah beberapa minggu yang lalu menanyai kabar lewat teman dea. Apa yang kali ini akan dia lakukan? “ngapain bilang-bilang ke lu” kesabaran dea sudah habis tuk menghadapi spesies aneh manusia ini.
Keesokan harinya, muncul kembali notifikasi darinya. ‘Apalagi sih ini. Ngirim foto pula’, gerutu dea dalam hati Akhirnya dea menanggapinya dengan biasa saja. Tapi lama kelamaan topik yang dibahas ini tidak biasa. Kenangan. Bagaimana bisa topik itu menjadi sebuah perbincangan hangat 2 orang yang sudah kandas hubungannya. Beberapa kali dia mengandaikan jika hubungan mereka masih baik-baik saja. Hei, bukankah dia sudah punya yang baru. Lantas yang tak sanggup melupa itu dea atau dia?
Dea menyudahi perbincangan yang aneh ini. Ia juga tau diri ini dan merasa tak enak hati dengan kekasih barunya. Karena percakapan singkat kemarin dea tau bahwa yang sebenarnya belum merelakan adalah dia. Padahal dea sudah mulai terbiasa dengan sesak hati saat melihat dia dengan yang baru. Dari sini dea paham, bahwa bersama orang baru pun belum tentu bisa merelakan masa lalu.
Cerpen Karangan: Fatiya