Tik… Tik… Setetes demi tetes hujan turun, menambahkan suasana semakin pilu. Angin bertiup menerpa wajah, wajah yang kini sedang menatap langit. Langit yang begitu sepi tiada penghias malam nan indah bergemerlap.
“Dulu kita pernah berbagi rasa, rasa itu yang membuatku rindu hari ini. Hari dimana aku mengingat jelas semua tentangmu? yah.. jelas sekali aku dan kamu saling mencintai tapi tidak untuk memiliki”
Sepi adalah saksi dimana hati kini sedang menepi, dia selalu pinta bintang untuk penghias malammu. Tapi sayangnya, aku adalah rembulan penunggu malammu.
Sudah sangat jelas kaki kita melangkah berbeda arah. egomu membawamu ke tujuan yang kau inginkan, sedangkan egoku menuntunku ke semua penjuru arah. Jika aku kapal, akulah yang terombang-ambing.
Ting. Alex: “aku fikir kalian masih bersama. Aku ingat jelas bagaimana dia menceritakanmu kepadaku. Sungguh itu tatapan yang sejuk, siapapun yang melihatnya mungkin akan berfikir bahwa kau lah pemilik hati dan raganya. Ternyata salah, kau hanya pemilik hatinya ”
Yah.. sungguh indah jika mengingat kenangan singkat kita dahulu. Pada akhirnya, kini aku sendirian yang mengingatmu. Bagaimana kau mengingatku? Aku sungguh penasaran. Ingin sekali kutanyakan langsung padamu, tapi kini sungguh asing.
Alina: “aku sungguh menginginkan status. Aku tak tau bagaimana perasaanmu” Akbar: “sudah kukatakan berulang kali, tidak perlu kuungkapkan perasaanku kita sudah tau sama tau bagaimana hati kita.” Alina: “tapi aku butuh kejelasan darimu akbar” Akbar: “kau bilang kemarin ketika aku meminta kejelasan status kita padamu. Ingatkah? Kamu tidak ingin status apapun dariku yang penting komitmen” Alina: “yah.. aku trauma pada saat itu. Mengertilah keinginanmu sangat bertentangan dengan prinsipku”
Sekilas moment ketika mereka saling mengungkapkan pendapat itu membebani pikiran si pemilik hati yang hampa.
“Aku pergi aku mundur bukan karna membencimu akbar. Aku masih mencintaimu, walau hanya dengan menyebut namamu saja, hatiku masih bergetar hebat untukmu.”
Krik… Krik… Krikk
“Akbar.. Bisakah ego kita tidak sama tingginya? Mungkin, karena kita saling egois tampa ada yang mau mengalah. Makanya kita berakhir disini.” “Akbar.. sudahkah kau menemukan bintang penghias malammu? Masihkah perasaanmu sama untukku seperti dahulu?”
Fyuhhhhh…
“Akbar.. dulu kita saling cinta. Entah bagaimana jadinya hingga kita berdua seasing ini. Kuharap dengan perginya aku dari duniamu kamu bisa memperindah hatimu. Hati yang harus dihiasi bintang seperti halnya malam yang penuh bintang bertaburan”
“Akbarrrrrr… Aku mencintaimu”
Tuk.. tuk.. tuk… Langkah kakinya berdecit disenyapnya malam yang telah hujan, di setiap langkahnya yang meninggalkan bekas. Sama seperti kenangan itu, selalu membekas tanpa ada jejak untuk kembali.
Batu bara, 26 nov 21 Salam untuk nanasku dari anjani
Cerpen Karangan: Putri Ayu Anjani Blog / Facebook: Putri Ayu Anjani
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 3 Desember 2021 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com