Februari, 2020 “Ka, nanti jadi jemput aku di kantor?” aku mengetik pesan singkat ditengah sibukku yang bertumpuk. Memastikan bahwa hari ini aku terbebas dari ongkos pulang -yang lumayan- juga kalau dihitung-hitung. “Jadi, Na. pulang jam 5 kan?” balasan dari pesanku itu membuatku tersenyum. Yesss, sorakku dalam hati. Lumayan… “Iya, Ka.. kabarin aja nanti kalau udah di depan yaa, biar aku turun” kali ini ia hanya membalas OK. Tidak kuperpanjang lagi percakapan siang itu. Kuraih botol minum unguku dan bergegas turun ke pantry. Perutku sudah berontak minta diisi. Maklum, sudah waktunya jam makan siang.
Aku Renjana. Renjana Putri Ayu. Gadis berusia 26 tahun, berkulit sawo matang, bermata bulat dan besar, dengan pipi chubby dan rambut lurus melewati bahu. Aku gadis perantau dari sebuah pulau kecil di ujung Sumatera. Memberanikan diri bergelut dengan pahitnya kota besar. Ahhh, aku lupa memberitahumu, aku single.
Lelaki yang kukirimkan pesan singkat tadi adalah Raka. Raka Pratama. Kenal 2 bulan yang lalu dari sebuah komunitas gereja. Lelaki yang tinggi tapi tidak terlalu tegap, ramah, tidak punya lesung pipi, suka bercanda dan suka makan. Lelaki yang kali pertama sudah menarik perhatianku dengan celetukan-celetukan spontannya yang lucu. Yang kemudian bertukar banyak cerita, jadi teman perjalanan pulang dan pergi kantor yang paling receh. Hari-hari sibukku mendadak mulai berwarna. Raka, lelaki itu selalu jadi tempat tumpahnya banyak cerita.
“Ka, tadi aku kesal sama bossku, masa iya Ka, aku disuruh ngerjain kerjaannya sales siih, kan aku juga punya kerjaan lain, Ka..” atau “Ka, aku tadi ngomel sama customer, dia ngomel balik, isss kesel banget” atau “Ka, temenin makan bakso yuk, lapar banget..” Seolah tak pernah bosan dengan sosok gadis manja sepertiku, Raka selalu mengiyakan pintaku tanpa banyak tanya.
Pelan-pelan rasa tertarikku mulai berubah menjadi sayang. Dengan kesederhanaan yang kami jalani, nama Raka mulai tertulis bebas di cerita hidupku. Mengenal keluargaku, teman-temanku, makanan kesukaanku. Aku disana untuk waktu yang lama. Mengomeli tingkah buruknya, cerewet karena sibuknya, selalu ada ketika ia butuh teman cerita. Ia, bahkan setelah cerita panjang yang kami jalani, kami tetap bersikukuh bahwa kami hanyalah teman. Titik. Seandainya saja waktunya lebih tepat…
Desember, 2021 “Na, lo ga mandi? Udah jam berapa ini? Jadi ga sih kita berangkat?” Kenalkan, Sekala Ningsih. Satu-satunya sahabat masa SMA yang masih bertahan hingga sekarang. Pagi sabtu sudah bertandang ke rumahku untuk menagih janji jalan-jalan yang kemarin sore masih semangat ku-iyakan. “Na, lo kenapa?” Sekala bertanya setelah mendengar isakanku yang ternyata bersuara. Aku tak menyahut. Masih sibuk dengan airmata yang menetes dengan deras, hatiku sakit sekali, nyelekit. “ssstttt.. udah udah, jangan nangis lagi. Nanti lo sakit lagi…” Sekala masih berusaha menenangkanku. Aku diluar kontrol. Isakanku makin menjadi. Aku memeluk Sekala dengan kuat. Badanku berguncang hebat. Tidak seharusnya aku begini. Di pagi sabtuku yang cerah, aku nelangsa berputus asa. Sekala tak lagi banyak bicara. Ia paham, karena apa aku begini, ia tahu dengan pasti, kenapa akhir-akhir ini sabtuku mendung sekali.
“La, gue rindu sama dia lagi. Kemarin gue mimpiin dia, La..” aku bercerita dengan pelan setelah isakanku agak tenang. “Gue benci sama diri gue, La, sampe kapan gue ingat terus sama dia? Dia udah baik-baik aja, menjalani hidup dengan hahaha hihihi sama seperti sebelum dia kenal sama gue, terus kenapa gue disini masih keinget dia terus? Ga adil buat gue, La…. Gue kangen banget sama dia…” tangisku tumpah lagi. Perkara seorang lelaki yang sudah mencuri hati dan segala rasa didalamnya, aku -yang kukenal kuat- ternyata patah dan hancur sejadi-jadinya.
Setelah berbulan pamit yang Raka persembahkan, aku menutup hati rapat-rapat. Dengan segala rindu yang masih menggebu, aku menyayangi dia bahkan setelah kepergiannya dalam diam. Hingga akhirnya di penghujung tahun yang memberiku banyak pelajaran, aku memberanikan diri menemuinya lagi. Untuk yang terakhir. Menuntaskan rindu dan rasa. Membunuh harap dan ingin yang sebagian saja pun tak bisa kumiliki.
“Kamu apa kabar?” Raka membuka percakapan setelah hampir 10 menit kami yang terbuang dalam hening. “Baik, kamu sehat?” tanyaku. Kutatap matanya, masih sama. Mata yang penuh sayang untukku. “Sehat, Na..” “Besok pagi aku mau berangkat ke Bandung, Ka. Aku rasa, kamu seharusnya dengar dari aku, walaupun kita udah ga sedekat dulu lagi..” “Ke Bandung? Liburan?” “Stay, Ka. Aku ga bakal balik kesini lagi..” “Oooh,” jawabnya dengan anggukan. “Hati-hati, Na. maaf, aku ga bisa anterin kamu besok. Senja lagi disini” “Gapapa, Ka.. kamu sehat sehat yaa, makasih banyak udah jadi temen yang baik banget buat aku selama disini…”
Percakapan itu ditutup dengan pelukan singkat dan tepukan di bahu. Dengan senyum hambar dan airmata yang hampir menetes. Dalam diam, aku dan Raka tahu, kami punya tempat istimewa di hati masing-masing.
EPILOG Februari, 2021 “Ka, kita udah ga bisa gini-gini terus. Kayaknya, kita lebih baik ga usah ketemu lagi deh, Ka..” Aku dan Raka sedang duduk berhadap-hadapan. Sepiring mie goreng kesukaanku nampak begitu lezat, sayang aku sama sekali tak berselera menyantapnya.
“Ka, kamu dengerin aku kan?” tanyaku lagi setelah Raka hanya diam menyantap nasi goreng sosis kesukaannya. Kapan tepatnya? Dua bulan yang lalu sepertinya. Ketika aku -tanpa rencana- menyatakan segala nyamanku tentang Raka. Entah apa yang kupikirkan. Diluar dugaan, Raka diam tanpa menepis semua kataku, hari berikutnya bersikap seperti kekasihku. Untuk sejenak kala itu, aku merasa berharga olehnya.
“Ka…” “Iya Na… aku juga lagi mikir. Bisa ga kamu tetap disini? Samaku?” “hah? Kamu gila ya Ka? Ada Senja, Ka… Ini itu tempatnya Senja, bukan tempatku..” “Tapi aku ga mau kehilangan kamu, Na…” Abu-abu. Raka memilih menjadi abu-abu. “Kita ga usah ketemu lagi, Ka.. maaf, aku udah jadi jahat di hidup kamu… maaf, aku nyakitin hati Senja sejauh ini. Kamu baik-baik sama dia ya,”
Cerpen Karangan: Tanty Angelina
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 7 Desember 2021 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com