Matahari bertengger di cakrawala. Asap-asap mulai mengepul di udara. Hawa panas semakin terasa di seluruh pelosok negeri. Kepenatan mulai merajalela. Di sinilah, gadis itu terduduk sambil mengerjakan soal-soal di hadapannya. Soal yang terlampir pada buku itu, tidaklah sulit—bagi gadis itu. Namun, berbeda dengan murid-murid yang lainnya. Bagi mereka, soal-soal yang terlampir di buku itu ialah, sulit.
“Sumpah, gue nyerah!” Aisyah memijat pelipisnya karena pusing melihat soal-soal di hadapannya. Shakira tersenyum tipis. “Susah apanya, sih? Lah, bukannya gampang, deh,” ungkap Shakira terheran-heran. “Ya, ‘kan otak lo encer. Lah, gue? Mau mati rasa!” seru Aisyah.
Queen Shakira James. Seorang gadis berusia dua belas tahun, yang terkenal dengan kepintarannya di sekolah. Saking pintarnya, di usia yang masih muda, Shakira sudah menduduki kelas satu SMA—pada usia umumnya, anak berusia dua belas tahun baru menginjak kelas satu SMP. Bukan hanya sekadar pintar saja, gadis itu memiliki sifat rendah hati, suka bersosialisasi, gemar membaca, dan suka seluruh mata pelajaran.
Shakira menyodorkan buku miliknya ke Aisyah. “Itu jawabannya, ya. Jangan beri tahu ke siapa-siapa. Aku takut salah.” Shakira mengembangkan senyuman manis ke temannya. “Ini beneran!” kejut Aisyah tak percaya. Shakira mengangguk pelan.
Datanglah, pria berbadan tegap, gagah, dan berparas ganteng ke arah Aisyah, dan Shakira. Tatapan pria itu tampak sendu ke arah dua insan tersebut. Entah, apa yang mau dilakukan dengan pria tersebut. Sepertinya, pria itu mau berbicara dengan Shakira secara empat mata. Ada apa sebenarnya? Apakah pria itu akan berniat jahat kepada Shakira? Ataukah sebaliknya?
“Shakira, apa gue boleh ngomong sama, lo?” tanya pria itu dengan santai, tanpa kecanggungan. “Kak Riko, sudah aku bilang dari awal, ‘kan? Jangan deket-deket sama aku,” ucap Shakira dengan suara penuh penekanan. “Shakira, please gue cuma mau ngomong bentar sama, lo,” pinta pria itu berbinar-binar.
Riko Saputra. Seorang pria berusia enam belas tahun, yang akrab dipanggil Riko. Riko tidak pintar seperti, Shakira. Nilai yang diraihnya selalu di bawah KKM. Pria itu memiliki sifat berlawanan arah dengan Shakira. Pria itu cenderung lebih pendiam, sulit bersosialisasi dengan orang-orang, tidak suka membaca, dan tidak suka dengan mata pelajaran apa pun.
“Shakira, cuma bentar,” mohon Riko berulang kali. “Kak Riko, cukup! Aku gak mau, Kak!” bentak Shakira, dengan nada naik dua oktaf.
Riko kesulitan menelan air salivanya—sesudah mendengar bentakan dari Shakira. Raut wajahnya seketika berubah drastis. Kedua sudut bibirnya turun serentak. Raganya rapuh. Hatinya hancur berkeping-keping. Jantungnya berdetak tak karuan. Pikirannya terporak-poranda. Apa yang diusahakannya selama ini, hilang ditelan kegelapan.
“Yaudah, kalo lo maunya begitu. Makasih, atas segalanya, ya.” Riko membalikkan tubuhnya.
Shakira menatap Riko dongkol dari kejauhan. Tatapannya mulai kosong. Sekujur tubuhnya bergidik takut. Pikirannya mulai berakar ke mana-mana. Terlintas perasaan bersalah atas bentakannya tadi. Apakah bentakannya tadi, memicu Riko pergi? Apakah Riko kecewa kepadanya? Sesungguhnya, Shakira tak ada niatan sedikit pun untuk membentak.
“Parah, banget lo. Padahal, Riko deket sama lo, karena dia teringat sama adiknya yang sudah meninggal,” jelas Aisyah keceplosan. Shakira menolehkan kepalanya karena kaget. “Asal lo tahu aja, nih. Sejak adiknya meninggal, Riko kehilangan arah. Tapi, sejak ada lo, arah yang ditujunya mulai kembali,” lanjut Aisyah jujur. “Kenapa kamu baru bilang sekarang? Kalo kayak gini, aku harus bagaimana?” Shakira merutuki kebodohannya karena emosinya tak dapat terkontrol.
—
Pada siang itu, langit tak secerah seperti biasanya. Sang mentari menyembunyikan dirinya di balik awan kelabu. Pohon-pohon bersenandung riang di tempatnya. Rerumputan bergelayut dari sana ke sini mengikuti irama angin. Bunga-bunga tersenyum manis seraya melambaikan tangannya. Sekumpulan burung-burung sedang bernyanyi di sangkarnya.
Bel sekolah telah berbunyi nyaring, yang menandakan bahwa pembelajaran hari ini telah usai. Murid-murid berhamburan keluar dari kelas karena muak. Ditambah lagi, dengan adanya ulangan matematika mendadak di jam pelajaran terakhir—yang membuat seluruh insan di dalam kelas ingin mengutuk diri mereka sendiri kecuali, Shakira.
Shakira menarik pergelangan tangan Riko—berharap Riko dapat memaafkan seluruh perbuatannya. “Kak Riko masih marah, ya, sama aku?” tanya Shakira bersalah. “….” Riko mengalihkan pandangannya ke arah lain.
“Kak Riko, aku minta maaf. Aku gak ada maksud membentak, Kak Riko sedikit pun,” lirih Shakira. Sorotan mata Shakira berkaca-kaca. Sebisa mungkin, Shakira menahan air matanya tumpah di hadapan Riko. Gadis itu tak mau dianggap lemah oleh Riko.
Riko menolehkan kepalanya ke arah Shakira. “Jangan pernah deketin gue lagi. Gue lagi mau sendirian!” tegas Riko dengan nada empat oktaf. Emosi Riko tak dapat terkontrol.
Riko menatap manik mata Shakira tajam. Aura dingin dari dalam tubuh Riko menyeruak. Tanpa basa-basi, Riko menghempaskan tangan Shakira secara kasar dan kencang. Sementara itu, Shakira membeku di tempatnya. Air matanya tumpah—membasahi pipi tirusnya. Kini, perasaannya ikut terhempas ke dasar samudera. Hatinya dihujani ribuan jarum.
“Aku minta maaf, Kak Riko. Aku minta maaf,” isak Shakira.
Jleb! Riko terpental kaget melihat Shakira menangis. Ya Tuhan, aku melakukan kesalahan yang fatal, batin Riko.
Salah satu tangan Riko, meraih pipi tirus Shakira. “Jangan nangis. Jaga air mata lo.” Riko menghilangkan aura dinginnya, kemudian mengangkat kedua sudut bibirnya.
Tanpa berlama-lama, Shakira langsung memeluk Riko sangat erat, lalu menghentikan tangisannya itu. Saking eratnya, Riko tak dapat menghirup napas sedikit pun. Riko berdeham kencang agar gadis di hadapannya dapat melepaskan pelukannya itu. Sayangnya, butuh waktu lama supaya Shakira mengerti, apa yang dimaksud Riko tadi.
“Maaf, Kak Riko. Aku …” Riko menggelengkan kepalanya, lalu mengacak-ngacak rambut Shakira. Shakira tersipu malu. “Cie … cie … yang lagi tersipu malu.” Riko mencubit pipi Shakira. Pipi tirus Shakira menampilkan warna kemerahan.
Kejahilan Riko mulai muncul kembali. Shakira mengalihkan pandangannya ke arah pepohonan. Gadis itu mengentak-entakkan kakinya karena kesal atas kejahilan Riko tadi, sedangkan Riko tersenyum manis melihat tingkah laku gadis di hadapannya. Tampaknya, Riko tak dapat menyembunyikan perasaannya lagi. Riko terlanjur jatuh cinta kepada Shakira. Riko menggenggam tangan Shakira. “Gue cinta sama, lo.”
“Tapi …” “Kalo lo, nolak gue, gue ngambek, nih.” Riko melipat kedua tangannya. Shakira mengangguk mengiakan. “Yes!” teriak Riko. Akhirnya perjuangan Riko membuahkan hasil yang diinginkannya selama ini.
—
Kala sore itu. Matahari mulai terbenam di ufuk barat. Burung-burung beterbangan menuju sarangnya. Rerumputan bergelayut mengikuti arah angin. Bunga-bunga tersenyum manis di tempatnya sambil melambaikan tangannya. Semilir angin memberikan kesan sejuk di sekitarnya. Suasana kota itu sedikit renggang, dibandingkan pada hari-hari sebelumnya.
“Kak Riko, kata temanku, kakak punya adik, ya? Bener gak, sih?” tanya Shakira bingung. “Iya, kenapa?” tanya Riko balik. “Terus, apa hubungannya dengan aku dan adik, Kak Riko. Aku gak paham,” ungkap Shakira kurang mengerti. Riko menepuk dahinya, lalu tertawa kecil. “Karena kamu, dan adik kakak memiliki sifat yang sama.” Shakira mulai paham dan mengerti, apa yang dikatakan Aisyah.
Wajah Riko berubah lesu, dan tak bersemangat sedikit pun. Pria itu masih terbayang-bayang adiknya setiap saat. Secepat kilat, Shakira menggenggam tangan Riko, lalu memberikan senyuman terbaiknya. Shakira paham, Riko sedang bersedih bila mengingat-ingat adiknya sudah tiada di sini. Andaikan saja, adiknya masih ada di sini, sudah dipastikan Riko tak akan sesedih ini.
“Yah, pokoknya gitu.” Riko mengembuskan napas perlahan-lahan. “Lo mau janji gak sama gue. Sampai kapan pun, lo gak boleh jauhi gue.” Shakira berpikir panjang, lalu mengatakan, “Kak Riko, aku janji. Aku gak bakal menjauhi, Kak Riko.” Riko menolehkan kepalanya, kemudian mengembangkan senyuman manis ke arah Shakira.
Inilah kisah akhir di antara Shakira dan Riko. Riko beruntung memiliki gadis yang mirip dengan adiknya melalui sifatnya. Sedangkan, Shakira beruntung memiliki Riko, yang super jahil, dan dapat menghibur dirinya di kala habis menangis. Ini semua berkat Tuhan. Tanpa adanya Tuhan, mereka tak dapat menyatu.