Zoya Larasati gadis berusia 16 tahun yang duduk di bangku kelas dua SMA Negeri di Jakarta. Nama yang diberikan oleh sang ayah dalam Bahasa Persia yang berarti Senja. Sore itu Zoya mendapat panggilan dari guru piket bahwa ada hal penting yang terjadi dalam keluarganya sehingga mengharuskan Zoya untuk pulang lebih awal. Saat tiba di rumah, ibunya memberitahu bahwa ayahnya mengalami kecelakaan saat bekerja dan meninggal di tempat. Ayahnya bekerja di BUMN bagian pertambangan di luar pulau.
“Nak, ayo kita siap-siap untuk melihat ayah. Kita akan berangkat besok pagi pada penerbangan pertama.” Kata sang ibu sambil menangis memeluk Zoya. “Iya bu, kita siapkan apa yang harus kita bawa.” Kata Zoya dalam tangisnya.
Malam itu, Zoya dan sang ibu tidak dapat tidur dengan tenang hingga menjelang keberangkatan mereka. Dalam suasana duka yang mendalam, Zoya dan ibunya berangkat ke bandara dengan taxi online dan meneruskan dengan penerbangan menuju Kalimantan.
Setibanya di Kalimantan dan bertemu staff kantor ayah zoya. Dengan mempertimbangkan beberapa hal antara pihak perusahaan dan keluarga, akhirnya diputuskan ayahnya dimakamkan disana. Duka begitu terasa ketika proses pemakamam berlangsung karena hanya Zoya dan sang ibu saja yang dapat hadir.
“Ayo pulang nak, hari sudah menjelang senja.” Kata sang ibu sambil memeluk Zoya. “Biarkan Zoya menemani ayah disini sampai senja ini berlalu bu.” Kata Zoya sambil mengelus nisan sang ayah, dengan air mata yang belum mengering Zoya berbicara seolah-olah sang ayah bisa mendengar apa yang ia katakan.
“Ayah kenapa pergi begitu cepat ninggalin Zoya, padahal ayah berjanji akan menonton konser piano Zoya di akhir bulan ini. Senja hampir pergi dan ayah pernah berkata bahwa sesuatu yang terlihat indah sebagaian besar hanya bersifat sementara. Aku berjanji akan selalu menatap senja dan mengirimkan pesan rindu untukmu.” Kata Zoya sambil tersenyum miris. Setelah hari mulai gelap, akhirnya Zoya dan ibunya pergi meninggalkan area pemakaman.
Waktu terus berjalan, kehidupan Zoya dan sang ibu masih diselimuti oleh rasa duka. Hari pertama Zoya kembali bersekolah, ia mendapatkan banyak ucapan belasungkawa. “Turut berduka cita ya Zo.” Kata Putri sambil memberikan pelukan hangat kepada Zoya.
Dari sekian banyaknya orang yang mengucapkan belasungkawa, ada kakak kelas yang selama ini diam-diam memperhatikan Zoya. “Eh Zoya, turut berduka cita ya. Lo harus tabah dan kuat menghadapi cobaan ini, gua yakin lo bisa melalui semua ini.” Kata Marcell.
Marcellino Irawan, siswa berprestasi dan ketua OSIS yang juga merupakan kakak kelas Zoya. Selama ini Marcell selalu memberikan perhatian lebih kepada Zoya. Setiap Zoya tampil di kegiatan-kegiatan sekolah, Marcell selalu memberikan support kepada Zoya, karena Zoya aktif sebagai sie kesenian di OSIS tetapi sejak ayah Zoya meninggal, Zoya menjadi anak yang pendiam dan dia menjadi tidak aktif di OSIS, hal itu berlangsung cukup lama. Sehingga suatu waktu, Marcell berinisiatif untuk mencari tahu apa yang terjadi kepada Zoya. Ketika pulang sekolah, Marcell datang ke apartemen Zoya dan bertemu dengan ibunya Zoya.
“Selamat sore tante, saya Marcell kakak kelasnya Zoya. Apa kabar tante?” Sapa Marcell. “Baik nak, ada perlu apa ya?” Kata ibu Zoya sambil mengerutkan dahinya karena kaget dengan kedatangan kakak kelas Zoya. “Tidak ada apa-apa tante, saya hanya datang berkunjung dikarenakan beberapa minggu ini Zoya tidak aktif dalam kepengurusan OSIS.” Kata Marcell.
Ibu Zoya mempersilahkan Marcell untuk masuk dan menjelaskan apa yang terjadi selama ini. “Jadi begini nak, Zoya itu masih terpukul dengan kepergian ayahnya yang begitu mendadak.” Kata ibu Zoya. “Apakah saya bisa bertemu dengan Zoya bu?” Tanya Marcell. “Kalau kamu ingin bertemu Zoya, dia ada di rooftop.” Jawab ibu Zoya.
Marcell pun naik ke rooftop untuk menemui Zoya. Marcell melihat Zoya tengah berdiri di rooftop sambil menikmati senja. “Ekhem, lagi ngapain Zoy? Sendirian aja nih, gua temenin boleh ga?” Tanya Marcell. “Ehh ngagetin aja kak, gua lagi santai sambil menikmati senja yang sebentar lagi akan berlalu. Boleh kak, sini gabung.” Jawab Zoya
“Kok akhir-akhir ini lo jadi pendiam sih? Terus lo juga jadi ga aktif dalam kepengurusan OSIS, kalau ada masalah cerita Zoy.” Kata Marcell sambil mencari posisi duduk yang enak. “Gua gapapa kok kak, cuman lagi ga semangat aja. Lagian kan sie kesenian OSIS bukan gua doang, ada anak lain yang bisa handle acara OSIS.” Kata Zoya sambil mencari alasan. “Kalau lo ada masalah cerita ke gua aja gapapa, siapa tau gua bisa bantu.” Kata Marcell sambil menatap ke arah Zoya. “Aduh gimana ya kak, sebenarnya ini ga mudah buat gua. Gua masih ga bisa terima kalau nyatanya ayah gua udah pergi selamanya. Ini juga jadi alasan kenapa gua selalu kesini setiap sore.” Kata Zoya dengan raut sedihnya.
“Maaf, gua boleh tau ceritanya ga?” Tanya Marcell. “Ketika almarhum ayah gua masih ada, setiap kali dia pulang ke Jakarta ayah gua selalu ngajakin gua ke tempat ini untuk menikmati senja. Di tempat ini ayah selalu nanyain aktifitas gua sehari-hari. Seminggu sebelum ayah gua meninggal, kami pergi liburan ke pulau Dewata. Ada moment dimana ketika kami menikmati senja di pantai Kuta, ayah pernah berjanji bahwa dia akan selalu menemani gua sampai gua sukses. Janji itu diucapkan oleh ayah dan senja menjadi saksinya.” Kata Zoya dengan mata yang berkaca-kaca. “Maaf ya Zoy kalau ini bikin lo sedih, tapi apapun yang terjadi lo harus kuat dan perlu lo ketahui kalau lo ga sendiri dalam menghadapi ini semua. Ada ibu lo dan gua yang akan selalu berada di sisi lo.” Kata Marcell sambil memeluk Zoya. “Makasi ya kak atas supportnya.” Kata Zoya sambil tersenyum.
“Eh ga berasa ya senja udah berakhir, gua harus pulang. Ayo temenin gua pamit ke ibu lo.” Kata Marcell sambil berdiri. Marcell pun pamit pulang kepada ibu Zoya. “Terima kasih bu atas waktunya, saya pamit pulang dulu.” Kata Marcell sambil beranjak pergi.
Setelah seminggu berlalu, ibu Zoya sedang mempersiapkan ulang tahun putri semata wayangnya yang ke 17. Sebenarnya Zoya tidak ingin merayakan ulang tahunnya karena masih dalam suasana duka tetapi ibu, Kak Marcell dan Putri ingin memberikan surprise kepada Zoya.
“Happy birthday Zoyaaa!!” Mereka mengucapkan selamat ulang tahun ketika Zoya naik ke rooftop. Zoya kaget karena tempat itu sudah di dekor seindah mungkin. “Makasi semuanyaa.” Kata Zoya sambil memeluk mereka satu persatu. “Ayo ditiup lilinnya, sebelum itu make a wish dulu dongg.” Kata Putri sambil membawa kue ulang tahun ke arah Zoya.
Acara berlangsung dengan penuh canda dan tawa, hal itu membuat Zoya melupakan kesedihannya. Marcell memanfaatkan kesempatan itu untuk berbicara berdua dengan Zoya. “Zoy, ada yang perlu gua bicarain sama lo.” Kata Marcell sambil celingak celinguk memberikan kode kepada Putri dan ibu Zoya. “Ada apa kak?” Tanya Zoya dengan ekspresi bingungnya. Marcell menuntun Zoya ke bangku sambil menghadap ke arah senja yang sebentar lagi akan berlalu.
“Gimana perasaan lo Zoy? Lo bahagia ga? Maaf udah bikin lo kaget dengan acara ini, gua udah rencanain ini semua sama ibu lo dan Putri. Hanya satu yang mau gua lihat dari lo, yaitu senyuman lo. Gua mau ngeliat lo tersenyum.” Kata Marcell. “Hampir semua anak gadis di dunia ini menginginkan kedua orangtuanya hadir ketika ia merayakan sweet seventeen, tetapi hal itu tidak terjadi pada gua. Ayah gua pergi menjelang usia gua 17 tahun, gua sedih tapi kalian ngerubah semuanya. Makasi sudah mengukir moment yang indah dalam hidup gua.” Kata Zoya dengan mata berbinar-binar.
“Zoy, mungkin ini terlalu cepat buat lo tapi gua ga mau ngelewatin moment ini. Kalau lo berkenan, gua mau lo jadi pacar gua.” Kata Marcell sambil menggenggam tangan Zoya.
Zoya kaget dan terdiam beberapa saat, ia tidak percaya dengan apa yang ia dengar. Marcell meyakinkan bahwa ia tidak akan membuat Zoya kecewa. Setelah berfikir, akhirnya Zoya memutuskan untuk menerima Marcell. “Iya gua mau kak, tapi lo janji kalau lo akan setia sama gua sampai kapanpun.” Kata Zoya sambil menatap Marcell. “Iya, disaksikan oleh senja gua berjanji akan selalu setia sama lo apapun yang terjadi. Eh btw, tadi pas make a wish lo minta apa? Jangan-jangan lo minta gua buat jadi pacar lo lagi.” Kata Marcell dengan nada menggoda. “Enak aja lo kak.” Kata Zoya dengan cemberut. “Terus apa dongg???” Kata Marcell dengan rasa penasaran. “Ah itu mah biar jadi rahasia gua sama Tuhan.” Kata Zoya sambil tertawa dan mengedipkan matanya.
Hari ini merupakan hari kelulusan Zoya, tepat satu tahun setelah sang kekasih pergi ke luar negeri untuk kuliah. Sejak kelas dua SMA, Zoya giat belajar dan berjuang untuk mendapatkan beasiswa di sebuah universitas Amerika. Dengan kerja keras Zoya, akhirnya apa yang di cita-citakannya dapat terkabulkan yaitu satu tiket beasiswa seperti yang di dapatkan oleh sang kekasih satu tahun lalu.
Untuk pertama kalinya, Zoya menginjakan kaki di kampus. Sang kekasih yang melihat kehadirannya pada saat acara penyambutan mahasiswa baru pun terkejut. “HAH? ZOYA? Gua lagi mimpi ga sih.” Kata Marcell sambil mengucek matanya. Marcell menghampiri Zoya lalu mengajaknya untuk menepi dari keramaian itu. “Zoy, kok lo ga bilang ke gua sih kalau mau kuliah disini.” Kata Marcell sambil memeluk Zoya karena ia rindu dengan sang kekasih. “El, boleh lepasin pelukannya dulu ga? Biar gua jelasin.” Kata Zoya sambil sedikit mendorong tubuh Marcell. “Eh iya, yaudah jelasin.” Kata Marcell sambil melepaskan pelukannya. “Kan lo pernah bertanya apa janji gua pas ulang tahun ke 17, ya ini jawabannya.” Kata Zoya sambil tersenyum. “Makasi ya Zoy, love you.” Kata Marcell sambil mencium kening Zoya. “Love you too El, hadirmu di sisiku seperti senja yang datang sebentar namun sangat menenangkan.” Kata Zoya memeluk Marcell.
Ayah, sudah banyak senja yang kulalui, namun belum pernah kulewati senja yang membawamu kembali. “Karena senja menghadirkan semangat kasih sayang ayah buatku, namun senja juga yang pernah mengambilnya kembali dan sekarang senja pula memberikan harapan itu bagiku.”
TAMAT
Cerpen Karangan: Katty Quenee Haullussy, SMP Tarakanita 1 Jakarta Instagram: @queenhllssy Quenee merupakan penulis amatir yang saat ini berusia 14 tahun