Sayang, aku udah di depan, ya.
Send.
Aku menyusur pandanganku di depan kosan Rian, pacarku. Kami baru jadian seminggu yang lalu. Dan ini kali keduanya aku ke kosannya.
Aku mengenal Rian sebagai mahasiswa di Universitas yang sama denganku, dia di fakultas teknik, sedang aku fakultas ekonomi.
Kami memang janjian jogging bareng minggu pagi ini.
Karena letak taman yang biasa untuk joging lebih dekat dari kosan Rian, kupikir tak masalah nyamperin kesini.
Tok tok tok...
Kaca mobilku diketuk, Rian tersenyum. Buru-buru kubuka pintu.
"Sayang, temanku ada yang mau ikut numpang sampai taman, boleh?"
Aku melongok kebelakang. Seorang pria tampan lengkap dengan celana training dan kaos singletnya tampak menunggu.
Aku mengangguk sambil tersenyum cerah, "boleh dong, Yang. Suruh masuk aja!”
Rian kemudian mengobrol sesuatu dengan Pria itu, lalu membukakan pintu belakang mobilku. Pria itu duduk di kursi penumpang. Sedang Rian duduk di sebelahku.
Kami berkenalan. Kutahu namanya Delon. Ternyata ini Delon teman sekamarnya Rian. Aku pernah mendengar Rian sekilas bercerita tentangnya.
Dalam sekejap kami menjadi akrab.
Banyak sekali kesamaanku dan Delon. Kami sama-sama pecinta kucing. Delon juga menyukai warna biru dan penikmat musik jazz.
Waahh, jadilah aku dan Delon yang sibuk mengobrol dan Rian kacangnya. Hahaha...
Sampai ditaman pun, akhirnya kami jogging bertiga. Rian ditengah dengan muka ditekuk. Kupikir dia pasti cemburu. Ah, aku jadi merasa bersalah.
Jadi saat makan bubur ayam dan Delon pamit ke toilet. Aku meluncurkan rayuan mautku.
"Yaaang, jangan ngambek dong! Gantengnya ilang lhooo..."
"Duuuhh nyesek deh, jadi obat nyamuk." Rian pura-pura cemberut.
"Maaf deh, habis Delon asyik juga orangnya." Ups, aku menepuk mulutku karena asal nyablak.
"Jadi, nyesel kenal aku duluan daripada Delon?" Tuh kan, Rian tambah bete.
"Bukan gitu, Yang. Udah dong, jangan marah! Kamu tahu maksudku, kan?" Aku memeluk lengan Rian sambil menggesek-gesekan dada cup C ku ke lengannya yang kokoh.
"Yang..." Rian menatapku sayu.
"Ya?"
"Jangan begitu."
"Iya, aku nggak gitu lagi, janji. Nanti aku ngobrolnya sama kamu aja." Aku mengacungkan dua jari.
"Bukan itu. Dadanya bisa agak minggir nggak, Yang? Ini ada yang tegak tapi bukan keadilan loh."
Refleks aku melepaskan lengan Rian. Mukaku jadi semerah kepiting rebus, malu sumpah.
Rian terkekeh geli, lalu meraih tanganku dan menggenggamnya erat. "Aku nggak marah, aku percaya kamu kok."
"Makasih ya, Yang." Aku menatap Rian, lega banget.
Betapa beruntungnya aku menemukan Rian dihidupku.
Sampai pada hari itu...
Ini minggu kedelapan yang aku habiskan bareng Rian. Praktis dua bulan kami pacaran. Masih anget-angetnya banget.
Benar kata orang, dunia jadi terasa indah saat kita menemukan orang yang tepat. Yang benar-benar baik dan tulus menyayangi kita.
Hari-hari kulalui dengan ringan. Seolah setiap hari kupu-kupu selalu menari-nari mengelilingiku, menemaniku melewati hari.
Pun dengan Rian. Dari semua pria yang pernah menjalin hubungan denganku, Rian berbeda. Dia begitu hangat dan mengerti aku banget. Jarang marah, suka bercanda dan perhatian tentunya.
Seolah dalam waktu dua bulan yang singkat ini, aku dan Rian sudah saling mengerti satu sama lain.
Aku bahagia. Sangat bahagia. Mungkin dalam waktu dekat akan kuperkenalkan Rian dengan keluargaku.
Dan hari ini Senin pagi yang ceria.
Seperti biasa, aku melenggang santai di koridor menuju ruang kuliah, tiba-tiba...
"Rasti..."
Aku menoleh. Dian berjalan cepat ke arahku.
"Balik aja, dosenya nggak masuk!"
"Serius lo, Pak Candra absen?" Tanyaku agak heran.
Yang kutahu dia dosen paling rajin yang pernah ada.
"Dua rius gue. Seneng banget dah, ngemol dulu kitaaahhh!" Dian melangkah riang meninggalkanku.
"Wooiii, mall belom buka kaliii." Aku terkekeh geli melihat tingkah Dian.
Baiklaaahhh, hari ini ada dua mata kuliah, pagi dan sore.
Kalau pulang dulu, malas banget macet-macetan di jalan. Mau ngemol, males juga. Lagi datang bulan juga hari kedua. Masih santer-santernya. Kalau dibawa jalan muter mall pasti nggak nyaman banget.
Akhirnya Aku men-dial kontak Rian.
Tersambung.
Aku menunggu beberapa saat.
Tidak di angkat.
Oke! Mungkin masih tidur.
Hari ini Rian kuliah sore. Jadi aku berinisiatif nyamperin Rian ke kosannya aja langsung.
Jarak kosan Rian nggak jauh dari kampus. Lima belas menit sampai.
Aku memarkirkan mobilku ditepi jalan, agak jauh dari gang masuk kosan karena ada mobil lain yang parkir didepanku. Kalau dipaksa masuk nggak akan muat.
Lantai dua nomor lima belas.
Ini kosan 20 pintu dengan dua lantai. Kosan khusus pria. Kamar Rian ada diatas paling ujung.
Aku melangkah ringan. Sesekali tersenyum menanggapi sapaan penghuni kosan lainnya yang sering melihat aku main ke sini.
Sampai didepan kamar Rian, tanganku terulur ingin mengetuk pintu. Lalu kulihat ternyata tidak dikunci. Pintu itu sedikit agak terbuka.
Entah ide darimana, aku ingin memberikan kejutan untuk Rian. Jadi aku mengintip dan dengan perlahan kubuka pintu itu. Lalu aku berjalan mengendap-endap. Sebisa mungkin tidak menimbulkan suara.
Aku tahu pagi ini Delon berencana mengunjungi pameran otomotif. Semalam Rian mengatakannya saat sedang menelfonku.
Kebetulan, pasti saat ini Rian masih tidur. Kupikir aku bisa memberikannya kejutan dengan memeluknya tiba-tiba. Pasti dia akan senang.
Aku tersenyum.
Kamar kos ini terdiri dari tiga ruangan. Paling depan untuk ruang tamu, tengah untuk tempat tidur dan paling belakang untuk dapur dan kamar mandi.
Diruang tamu, aku mendengar suara orang menggeliat dengan sedikit lenguhan. Mungkin Rian sedikit terjaga. Jadi aku melambatkan lagi langkahku.
Lalu aku mendengar suara cecapan. Eh?
Mungkinkah Rian ileran? Aku masih berpikir positif.
Lalu suara nafas yang memburu.
Hatiku mulai tak karuan. Bahkan jantungku mulai memompa dengan cepat.
Mungkinkah Rian berselingkuh dibelakangku?
Untuk menuntaskan rasa penasaranku, perlahan aku mulai mengintip ke kamar tidur, berharap pikiran burukku tidak menjadi kenyataan.
Dan jantungku seketika melompat turun ke perut.
Lalu aku merasa mual yang amat sangat. Perutku seperti ditonjok- tonjok dengan keras berkali-kali.
Aku tidak tahan lagi. Aku ingin muntah. Kubungkam erat-erat mulutku dengan tangan.
Adegan tak senonoh itu live didepan mataku. Rian yang telanjang dada dan hanya memakai boxer melumat bibir seseorang dibawahnya dengan rakus.
Tangannya dengan lincah meraba setiap inci tubuh lawannya yang menggelinjang keenakan.
Rian menyesap setiap jengkal tubuh itu dengan penuh nafsu. Seseorang dibawah kukunganya yang telah telanjang bulat, nampak tak ingin kalah. Ia membalas setiap sentuhan dan kecupan Rian.
Mereka bergulat dengan lincah, seperti sudah terbiasa melakukan kegiatan itu.
Lalu...
"Hoeekkk..." Aku tak tahan lagi.
Refleks Rian dan Delon menghentikan kegiatannya dan menoleh kaget ke arahku.
Dengan segera aku berlari keluar, secepat mungkin yang aku bisa. Dan kupastikan tidak akan sudi menginjakkan kakiku lagi di tempat ini.
******