Cerpen
Jodoh dari Ibu.
Saat ini usiaku sudah memasuki kepala tiga, dan aku enggan untuk menikah karna jika menikah juga akan banyak datang masalah tidak dari suami ataupun keluarganya.
Karna yang aku lihat kakak tertuaku setelah menikah hidupnya makin sulit saja setelah menikah apalagi setelah anak - anaknya malah ibu yang kerepotan menjaga anak - anaknya ketika kakaku bekerja dan aku kasihan melihat ibuku.
Tetapi ada saja yang ke rumah untuk melamar diriku tentunya dan akupun menolak semuanya dengan alasan aku masih sibuk kuliah dan masih sibuk bekerja tentunya. Tetapi bapakku malah semakin ke depan semakin takut kalau aku tidak menikah karna sudah aku sudah terbiasa sendiri sehingga membuatku pasti tidak mau menikah katany. Bapak takut aku akan jadi perawan tua katanya, padahal aku sudah punya belahan jiwa tetapi beda agama dan tentu saja beda suku dan bapak tentu saja melarang ku untuk melanjutkan ke jenjang pernikahan.
Malam ini ibuku menelp dan menanyakan kapan aku bisa pulang karna ada yang berniat serius dan akan mengajakku untuk menikah. Aku tarik napas dalam sebelum kujawab pertanyaan ibuku dengan tegas kukatan baiklah bagaimana menurut ibu dan bapak saja jika baik menurut ibu maka baik menurutku kataku dan waktu itu ibu menelp jam 09.00 malam setelah selesai aku melakukan beberes di ruang kerjaanku.
Jika jodoh ini kutolak kembali tentu ibu akan merasa tersinggung karna awalnya pria inilah yang akan di jodohkan dengan kakakku yang tertua waktu itu dan aku sempat menemaninya ketika mereka berkenalan waktu itu. jika memang kami berjodoh maka kami pasti akan dipertemukan begitu hati kecilku dan kulanjutkan kembali kerjaan yang masih tertunda karna jam 11.00 malam kami akan bergantian dengan shif malam tentunya.
Pagi menjelang aku ditelp ibu lagi bahwa selepas makan malam seluruh keluarga pihak laki-laki akan datang melamar dan apakah kamu sudah siap nak? Kata ibu kembali.
Ibu atur saja kataku kepadanya kembali karna aku sudah lelah untuk di jodohkan dan hal ini sudah sering kali terjadi dan pada akhirnya pasti pria itu pada lari ketakutan dan takmau balik lagi dan ketika balik juga aku sudah tidak kepengen berhubungan lagi, begitu dan begitu terus.
Malam itu sudah disepati bahwa kami akan melakukan pernikahan setelah si Abang kembali dari tugas dan akupun akan dibawa ke tempat dia tugas. Dengan berat hati kutinggalkan teman - temanku serta kuliahku yang sudah hampir mau selesai tetapi karna budiku kepada orang tua kutinggalkan semuanya karna kuyakin dengan doa orang tuaku pasti semuanya berjalan dengan baik.
Pesta sederhanapun dilakukan dan untuk perta besarnya nanti saja dulu karna si Abang masih ada tugas yang harus di selesaikan dan akupun ikut ke tempat bekerjanya suamiku.
Setelah menikah hidupku yang dulunya mandiri dan punya uang sendiri jika gajian berubah karna gaji suamiku sudah di gadaikan ke bank jadi kami tidak punya uang untuk makan sehari - hari dan kutanya kemana uangnya dia berikan kepada ibu dan bapaknya di kampung. Makan sehari - hari Kamis sangat sulit belum lagi bayar rumah kontrakan serta biaya lainnya sangat tidak mungkin jika aku tidak bekerja tetapi disini adalah kepulauan tentu gajinya tidak seperti kota, gajiku dulu karna aku kuliah biaya sendiri tentu gaji juga habis untuk biaya kuliah serta biaya menikah dulu karna aku tidak meminta ke ibu ataupun bapak waktu itu.
Sedih sekali mau beli beras uang sudah gak ada tinggal sisa sedikit belum beli ikan serta kebutuhan lainnya. Aku menanggis menyesali semuanya tanpa bertanya dulu ke suamiku bagaimana tentang gajinya atau yang lainnya.
Sungguh sangat disayangkan kupikir aku akan mendapat suami terbaik ternyata aku salah suamiku lebih memilih keluarganya sedangkan keluarganya tidak mau menanggung apapun. Untuk baju jadi saja serta cincin kawin kami berdua lah yang membelikannya. Dilamar mertua tetapi di buat acara tidak mau mengeluarkan apapun. Di saat seperti itu aku kasihan melihat suamiku timbul cintaku yang tulus kepadanya.
Setelah aku menikah dengannya kulihat ibu dan bapak semakin semangat untuk hidup setiap mereka telp mereka selalu tertawa dan sangat menghormati suamiku dan mereka takut atau apalah mungkin segan kepada suamiku.
Tetapi mertua ini tidak mau tau apapun kepada kami, jika.mereka menelp sering dia mengatakan kepada suamiku agar jangan meminta uang kepada adik perempuannya yang bekerja di Jepang karna adiknya juga sangat sulit kehidupannya dan uang adiknya tentu saja buat ibunya.
Setahun kami menikah dengan kondisi yang sangat sederhana sekali dengan rumah kontrakan yang sangat minim kamar mandi dan air. Aku dinyatakan hamil suamiku sangat senang sekali waktu itu dan saking senangnya dia sampai melompat setinggi - tingginya. Aku juga sudah bekerja untuk menopang kehidupan kami sehingga uang belanja sudah bisa terpenuhi.
Di usia kehamilanku yang sudah masuk enam bulan bapak mertua mengatakan bahwa adiknya suamiku akan melamar pekerjaan menjadi pegawai negeri sipil dan kami harus mengambil uang ke bank lagi dan untuk dikirimkan ke adiknya. Sungguh bukan aku tidak mau memberikan uang untuk membantu tetapi kondisiku yang hamil dan harus di tinggalkan oleh suamiku sendiri di rumah tetapi suamiku lagi - lagi lebih menyayangi keluarganya dan meninggalkanku sendiri.
Setelah seminggu di luar pulau suamiku kembali memberikan uang itu kepada orang tuanya tetapi aku yang harus bekerja keras untuk mencukuokan belanja rumah tangga di tambah suamiku itu orang tempramental dan suka sekali dia marah walaupun tidak main tangan tetapi kata - katanya kasar sekali seperti seorang yang tidak berpendidikan saja
Hari berlalu dan adiknya suamiku tidak lulus tetapi uang yang kami ambil di bank sudah di kembalikan dengan bunga yang sangat lumayan dan kami membelikannya kebun dan hasil kebun itu lagi - lagi mertuaku yang ambil sungguh biarlah daripada mereka susah dan suka bicara yang aneh - aneh ke suamikan akhirnya pun aku diam saja
Sehari - hari jika aku sedih dan hatiku terluka untuk setiap ucapan suamiku maka akupun akan curhat ke ibuku dan aku juga tidak akan malu bercerita ke bapak. Mereka adalah tempatku untuk mencurahkan semuanya jika anakku sakit ataupun aku sedih jika bertengkar dengan suamiku.
Suamiku ternyata lulus seleksi ke jenjang lebih tinggi otomatis kamipun akan pindah ke kota lain lagi dan sebelum kami pindah kesana aku tinggal di rumah petak ibuku. Hari - hari kulalui dengan gaji seadanya kucukuokan semuanya tanpa pernah meminta ibu dan bapak. Untuk mertua hanya diam saja tidak pernah memberikan apapun.
Seringkali kali aku di marahi suamiku dan suamiku sudah mulai sombong sama kayak bapak mertuaku yang selalu saja sombong.
Untuk pendidikan anaknya saja tidak mau membantu. Ibukulah yang meminta uang ke mertuaku karna waktu keadaan ekonomi kami sangatlah sulit tetapi ibuku selalu mengatakan tidak selamanya sulit nak katanya.
Ibu selalu membantuku diam - diam mungkin ibu kasihan kepadaku dan anakku terlebih lagi suami lagi di sekolah jauh dari kami.
Tetapi timbul persoalan baru adik - adikku cemburu kepadaku dan melakukan penolakan kepadaku dan anakku. Aku cuma diam saja dan berdoa agar aku selalu di berikan kesabaran.
Setelah itu kami pindah ke kota lain. Aku memeluk ibuku ketika akan berangkat seolah inilah pelukan terakhir kami dan aku tidak akan datang lagi ke kotaku karna disana hanya kesakitan berjuang hidup hanya sesuap nasi dan susu untuk anakku.
Suamiku kecelakaan motor yang dibawanya terbang dan kakinya hancur dan harus di operasi segera dan di saat itulah aku harus bijaksana, menemaninya sampai sembuh serta memberikan motivasi kepadanya. Mertua tersayang dan adik - adik lagi - lagi tidak ada perduli kecuali ibuku yang setiap hari telp dan mengatakan bagaimana keadaannya suamiku seolah - olah anaknya adakah suamiku tapi anaknya ibu kan aku kataku. Ibuku cuma tersenyum begitu berharganya Bu buatmu suamiku ini kataku di dalam hati.
Hari ini ibu dan bapak sudah pergi ke rumah bapa di surga tetapi aku selalu menanggis mengingat mereka berdua kasih sayang yang mereka berikan tulus dan ikhlas terutama buat anak - anaknya. Kulihat kembali foto - foto ibuku di media sosial yang tersenyum bersama bapak dalam hati aku memohon ibu maafkan aku anakmu yang tidak pernah ada buatmu Sampai kau pergi aku tidak ada di dekatmu andai saja aku ada disana ibu dan bapak pasti masih disini bersamaku. Air matakupun mengalir tetes dan tetes.. .....