TAP...TAP...TAP...TAP
Langkah kakiku terdengar sangat nyaring di lorong yang sedang ku lalui. Deru napas dan detak jantung ku yang berlomba, membuat telingaku terasa pekak.
"Ya Tuhanku, berikanlah pertolongan-Mu," doaku dalam kepanikan.
Aku menoleh ke belakang, tak ku dapati mahluk yang tadi membuatku berlari, aku menarik napas sedikit lega. Ku hirup udara yang terasa lembab dalam-dalam, memenuhi rongga dadaku yang jelas kekurangan asupan oksigen.
SREG...HIIIHHH...SREK...HHEEEHHH...SREK...HHEEHHHH
Suara yang sangat familiar bagiku dalam satu jam terakhir, teriakan Zombie. Sebelum mahluk itu kembali menampakkan wujudnya, aku kembali berlari.
"AAAHHHHH."
Tak terasa aku berteriak sangat nyaring, ketika kakiku secara tak sengaja terpeleset cairan pekat berbau amis yang sangat licin, darah. Untung aku tak sampai jatuh tergeletak, bisa berabe kalau sampai kakiku terkilir.
Dalam keremangan cahaya gelap dalam lorong, aku mencoba mengenali tubuh yang darahnya membuatku terpeleset.
"AAHH ROCKY! TIDAK, INI PASTI CUMA ILUSI, KAMU BELUM MATI!!"
Ku balikkan tubuh yang tadi tertelungkup untuk meyakinkan diri, kalau itu benar-benar Rocky. Pakaian yang dipakai tubuh itu, adalah pakaianku, jadi aku sangat hafal dengan pakaian itu. Rocky meminjamnya tadi pagi, cowok itu ingin terlihat keren di mata kekasihnya, Lupita.
"Pinjam baju kamu dong, Crist! Masa aku ketemu Lupita pakai baju lecek kayak gini? Kamu sih, gak bilang kalau kita mau pergi, jadi aku gak bawa baju ganti."
"Jangan bawel kayak emak-emak deh, Rock! Pilih aja baju yang kamu suka di lemariku, gitu aja kok dibikin susah!!"
"Baju kamu gak ada yang keren, Bro, modelnya kuno semua, jadi malas aku mau pinjem sebenarnya."
Aku melotot ke arah Rocky yang tengil, dan cowok itu cuma nyengir. Tangannya menarik sebuah kaos dari tumpukan baju yang tertata rapi di lemari, kaos favorit ku.
"Jangan yang itu donk, Bro! Cari aja kaos yang lain, itu kaos favorit ku!"
"Yang lain udah pada jelek, cuma ini yang agak bagusan dikit, jadi aku pinjam yang ini aja."
Aku mendengkus kesal, membayangkan kaos favorit itu sebentar lagi akan berbau keringat Rocky yang sangat terkenal, dia berbau badan.
"Yuk, Crist! Kita berangkat sekarang! Kereta yang akan kita tumpangi akan tiba di stasiun bawah tanah lima menit lagi."
Aku dan Rocky berjalan bergegas, pintu gerbang stasiun bawah tanah sudah di depan mata. Bunyi deru kereta di bawah sana juga sudah tertangkap telinga kami.
Setelah kami tiba di ujung tanga terbawah, tiba-tiba pintu gerbang itu tertutup dengan suara yang nyaring.
"Emang kalau stasiun kereta bawah tanah, gerbangnya selalu tertutup seperti itu ya, Bro?" tanya Rocky.
"Entah, biasanya sih selalu terbuka kok, mungkin hari ini lagi error aja. Manusia yang ciptaan Tuhan saja bisa mati, apalagi cuma pintu gerbang yang buatan manusia, bisa rusak dan berkarat."
"Iya juga ya, Bro. Tapi, kok aku tetap merasa ada yang aneh ya?"
Aku mengedarkan pandangan ke sekeliling, setelah menyadari ada sesuatu yang aneh. Ternyata, cuma ada kami berdua di stasiun ini, tak ada orang lagi, sepi.
"Kemana orang-orang ya, Crist? Kok cuma kita berdua di sini?"
"Kamu tanya aku, Rock?"
"Iya lah, kan yang ada di sini cuma kamu."
"Terus, aku nanya siapa?"
"Tanya ke Mbahmu aja, Mbah Google."
Rocky tampak terkekeh, sementara Crist hanya diam. Telinganya yang tajam, menangkap suara yang aneh.
SREK...HIIIHHH...SREK...HEEEEH...SREK
"Suara apa itu tadi Rock?"
"Jangan nakutin, aku gak dengar suara apapun!" kata Rocky kesal.
SREK...HEEHH...SREK...HIIIHHH
Mata ku terbelalak, ketika aku menyadari yang baru saja ku dengar, itu suara zombie. Nyata, bukan dalam angan seperti ingatan ku pada Rocky baru saja.
SREK...SREK...SREK...SREK
Suara kaki yang diseret itu, kembali terdengar semakin nyaring di telingaku. Ku coba untuk berdiri, gagal. Kedua kakiku terasa lentur, seperti terbuat dari karet, namun tetap ku paksakan bisa berdiri dan berlari lagi.
Setelah beberapa kali mencoba, aku ternyata berhasil berlari kembali.
"Terima kasih Tuhan, berilah hamba-Mu yang berdosa ini sebuah pertolongan. Lepaskan hamba-Mu dari kuasa kegelapan," doa yang keluar dari mulutku untuk mengucap syukur.
Dalam langkahku yang berlari, aku melihat seberkas cahaya di kejauhan. Semoga itu sebuah jalan keluar, batinku.
Ku percepat langkah kakiku, hingga napas ku kembali terdengar memburu. Peluh bercampur air mata, sudah membasahi wajahku. Aku memang bukan lelaki cengeng, tapi ketakutan ini membuat air mataku tak terasa mengalir. Aku menangis karena takut dan ngeri.
"AAAAHHHHHHH."
Aku kembali berteriak keras, ketika tubuhku hampir saja menabrak sosok zombie yang sebelumnya terhalang tikungan. Aku berbalik arah, setelah cukup lama tertegun melihat penampakan di depanku.
Seorang zombie wanita dengan rambut berantakan, mulut terbuka lebar tapi terlihat aneh. Lubang mulut itu tampak sangat tak serasi dengan wajahnya yang tirus. Belom lagi sepasang mata dengan bola-bola mata yang hampir copot dari rongganya.
"AAAAHHHH."
Aku berbalik arah, melupakan tujuanku semula yang tadinya menuju sumber cahaya.
"Biar saja, pasti nanti ada juga jalan keluar, kok," hibur ku pada diri sendiri.
Suara-suara dan keberadaan para zombie tiba-tiba menghilang, suasana di tempat itu berubah sangat sepi. Kembali aku dapat mendengar deru napas dan jantungku yang berbunyi nyaring. Aku merosot, duduk di atas lantai stasiun yang dingin.
Terbayang kembali sosok Rocky yang ku lihat tadi. Tubuh itu tertelungkup dengan kepala yang kosong, otaknya tak berada di tempat semula. Hilang dimakan para zombie.
Jika biasanya hal semacam ini aku lihat cuma di adegan sebuah film, kini aku alami secara nyata.
"Ya Tuhan, cobaan macam apakah, ini? Berilah hamba-Mu kekuatan dan jalan keluar, untuk semua hal ini," doaku yang terucap cukup keras, agar terdengar oleh Tuhan.
SREK...SREK...HHEEEHHH...SREK...HIIIHHH
Kembali suara itu tertangkap gendang telingaku, membuatku segera berdiri dan berusaha kembali berlari. Kali ini, semua lebih mudah untuk kulakukan.
"PUJI TUHAN," seruku penuh ucapan syukur.
Kembali aku menangkap seberkas cahaya terang, membuatku mengayunkan langkah dengan yakin ke arah sana.
"Ah, Rocky. Maafkan aku, sebagai temanmu aku merasa tak berguna untuk menyelamatkanmu. Beristirahatlah dengan tenang," seruku.
Cahaya itu semakin terlihat nyata, berada di ujung sebuah tangga sempit dan berkelok. Aku sangat yakin, keselamatanku, berada di ujung tangga itu. Aku berusaha memanjat dengan cepat, takut para zombie itu menemukanku.
"Puji Tuhan...puji Tuhan. Terima kasih atas pertolongan-Mu."
Aku mendongak, kemudian berusaha menarik handle sebuah pintu yang akan membebaskanku.
BRAK
Pintu itu terbuka, dan membuatku terdorong oleh daunnya.
GEDEBUG
Aku terjatuh dari atas kasur kumal ku, merasakan kepalaku yang jatuh dan benjol sebesar telur bebek. Ternyata aku cuma sedang bermimpi, efek dari membaca kisah SWEET HOME dari aplikasi pembaca komik online.