"Kurang ajar, kamu telah menipu aku ya! Aku pikir kamu masih seorang gadis yang suci dan menjaga kehormatanmu, namun apa? Malam ini kamu telah mengotori malam pertama kita, aku tidak sudi menyentuhmu lagi."
"Jadi, apa gunanya kepalamu kau tutupi tapi bawahmu kamu obral sana sini, dan aku sebagai suamimu kena imbasnya, di malam pertama yang seharusnya aku yang pertama merenggutnya, tapi malah mendapat bekas orang lain. Jangan-jangan selama ini diluaran sana, kamu merupakan seorang player. Enyah kau dari sini. Turun dari ranjangku!" umpat Ridwan kasar sembari merangsek kerudung pink yang dikenakan Rafina istri yang kurang sehari dinikahinya.
Rafina menangis dan menahan kerudung pink yang dipakainya supaya tidak terlepas. Ridwan menariknya dengan kasar, sehingga kerudung itu terlucut dari kepala Rafina.
"Dengarkan Fina, Kak, sebentar saja, Fina mohon dengarkan penjelasan Fina. Jika setelah Kak Iwan mendengar penjelasan Fina dan Kakak mau mengusir Fina, maka Fina akan pergi jauh. Tapi, Fina mohon dengarkan Fina sekali saja." Rafina memohon dengan cucuran air mata, tubuhnya merosot ke bawah ranjang setelah dihempas Ridwan suaminya.
Ridwan menatap nyalang ke arah Rafina, tatapan jijik tepatnya. Gadis yang selama ini dia cintai dan dia jaga dari jamahannya selama menjalin kasih, namun setelah menikah dan menjadi suami istri yang dia terima adalah perawan sudah basi. Begitu Ridwan bisa mengistilahkan. Seandainya sejak awal perempuan yang dia nikahi di depan matanya ini berterus terang, mungkin saja dia tidak berpikir merasa dibohongi. Sebagai seorang lelaki yang pernah punya pengalaman dalam pernikahan, Ridwan tidak selalu menuntut pasangannya harus perawan. Ridwan hanya menuntut kejujuran.
"Apa yang mau kamu katakan setelah pernikahan kita sah di mata hukum dan agama? 6 bulan yang lalu kamu kemana, kamu tidak pernah jujur sama aku tentang keadaan kamu sebenarnya. Jelas kamu tidak akan jujur, sebab jika jujur tidak akan ada lelaki manapun yang mau menikahimu, kecuali lelaki bodoh. Dan lekaki bodoh ini adalah aku, aku berhasil kamu bodohi," ucap Ridwan ketus dan keras, bukti dari rasa kecewanya yang teramat dalam.
Rafina terus menangis mencucurkan air matanya, dia kini pasrah akan seperti apa pernikahannya ke depannya. Penyesalannya kini saat kejadian 5 tahun yang lalu terbayang-bayang.
"Fina mohon ampun Kak, tapi ijinkan Fina untuk berkata yang sebenarnya." Rafina memohon untuk yang kesekian kali pada Ridwan supaya mendengarkan penjelasannya. Ridwan diam, lelaki mapan berparas tampan, berusia 27 tahun itu menatap tajam ke arah Rafina yang dianggapnya perempuan tegar dan baik-baik, namun kenyataannya tidak seperti bayangannya. Ridwan mengusap dadanya, emosinya yang meluap berusaha ditahan. Mungkin sekarang saatnya dia mendengarkan sekali saja penjelasan Rafina istrinya.
Rafina mulai bercerita dengan atau tanpa didengar suaminya Ridwan yang bisa saja setelah ini dia akan langsung menceraikannya. Rafina sudah pasrah, inilah saatnya untuk dia berkata jujur.
Lima tahun yang lalu, setelah kelulusan sekolah di SMA, Rafina yang sempat berpacaran dengan seorang lelaki teman satu sekolahnya, mengadakan acara kelulusan di sebuah kafe di sekitar Bogor. Ibunya melarang sebab merasa khawatir. Namun Rafina bersikeras sebab acara kelulusan ini dihadiri oleh semua siswa. Akhirnya ibunya mengijinkan dengan syarat pulangnya sebelum jam 5 sore.
Waktu yang ditentukan tiba, semua murid yang akan melaksanakan kelulusan memang telah berkumpul, mereka menggunakan mobil angkot untuk menuju ke sana. Namun Rafina dicegah Andre untuk ikut naik angkot. Sebab Andre bilang angkotnya sudah tidak muat. Awalnya Rafina menolak, namun berkat kelihaian Andre membujuk, akhirnya Rafina mengikuti maunya Andre dengan naik motor besar milik Andre.
Andre yang merupakan anak Kepala Desa di kampungnya, terkenal ketampanannya sehingga banyak digandrungi cewek-cewek setempat maupun luar kota. Termasuk Rafina, namun Rafina cewek alim yang tidak centil itu tidak pernah menampakkan rasa sukanya pada Andre, Rafina cukup tahu diri. Dia perempuan biasa yang rasanya ketinggian jika harus mengharapkan perhatian dari Andre seorang anak Kepala Desa. Namun nasib berkata lain, rupanya Andre menyukai Rafina dan berhasil menembak Rafina menjadi kekasihnya.
Singkat cerita, motor gede milik Andre nyasar, Andre merasa kehilangan jejak setelah tadi mengikuti angkot yang dibuntutinya.
"Kita kayaknya nyasar deh, Yang. Tadi angkotnya belok ke mana ya?" ucap Andre bingung. Rafina tidak kalah bingung, dia kini mulai digelayuti rasa takut.
"Aduh, Dre... kok bisa ketinggalan, padahal motor kamu dalam keadaan Ok. Kamu sih jalannya tadi pelan, jadi kita ketinggalan deh," sesal Rafina mulai gusar.
"Tenang dong, Yang. Kalau nyasar dan kita tidak bisa menyusul angkot ke tempat diadakan acara, lebih baik kita mampir ke Villa Papa aku saja. Tempatnya tidak jauh kok, kurang lebih satu kilometer dari sini. Gimana?"
"Kita balik saja, Dre. Aku merasa takut dan tidak enak hati. Jangan mampir ke Villa Papa kamu. Ayo, pulang saja!" ajak Rafina memelas.
"Sudah jangan takut, kita di sana aman kok. Lagipula ada pembantu aku yang akan menyiapkan keperluan kita," ucapnya tidak jelas. Rafina sukses mengerutkan kening tidak paham.
"Keperluan apa maksudnya, Dre?"
"Maksudnya, makanan kalau kita lapar. Mereka bisa menyiapkan buat kita."
"Tidak usah, Dre. Kalau kita nggak jadi ke tempat perayaan kelulusan kita, lebih baik kita pulang saja," paksa Rafina was-was.
"Tidak ... kita mampir dulu. Lagian di sini sepi. Kalau balik lagi nanggung," ujar Andre beralasan.
"Sama saja, Dre. Kalau sepi ya sudah kita balik saja. Lagipula ini masih pagi. Aku tadi sebetulnya dilarang sama ibu untuk pergi, namun karena memaksa akhirnya ibu mengijinkan." Rafina masih memelas meminta Andre pacarnya untuk kembali ke rumah. Namun tiba-tiba dari arah timur muncul dua ekor Anjing Herder besar-besar membuat Rafina takut.
"Dre ... Anjing, Dre ....!" tunjuk Rafina sambil menjerit. Anjing itu seakan mau menghampiri ke arah mereka berdua.
"Ayo naik, Yang!" ajak Andre. Rafina menaiki motor Andre dengan perasaan takut dan bergetar. Akhirnya motor Andre melaju dengan kecepatan yang lumayan kencang menuju ke arah barat ke Villa yang disebutkan Andre tadi.
Sepanjang perjalanan Rafina tidak berhenti berpikir, dalam benaknya bertanya-tanya 'kok bisa ada Anjing Herder, dua lagi?
Moge tiba di depan Villa. Rafina menatap takjub ke arah Villa yang benar-benar megah. Andre mempersilakan Rafina masuk. Di depan gerbang, sudah ada Penjaga membukakan pintu.
"Silahkan, Den!" Penjaga itu mempersilahkan masuk sembari sekilas melemparkan pandangan ke arah Rafina. Rafina seketika menunduk.
Tiba di dalam Villa, Rafina tak kalah terkagum-kagum. Rupanya dalam Villa ini benar-benar mewah dan elegan.
"Minumnya, Non!" Seorang Pelayan tiba-tiba muncul dan membawa dua gelas minuman di atas nampan.
"Terimakasih, Bi!" ucap Rafina ramah.
"Ayo, Fin diminum. Kamu kelihatannya haus!" desak Andre sembari mulai meminum minumannya.
*
*
Dua jam setelah duduk dan minum di ruang tamu Villa tadi, Rafina tersadar dirinya kini berada di dalam sebuah kamar. Rafina terkejut setengah mati mendapati dirinya sudah tidak sehelai benangpun. Rasa sedihnya tiba-tiba seakan melambung tinggi. Rafina menangis penuh rasa sesal mengapa dirinya bisa berada di sini, di kamar laknat ini.
Satu bulan kemudian Rafina berhasil bertemu Andre setelah beberapa minggu ke belakang susah ditemui.
"Dre, akhirnya kita bertemu. Kamu kemana saja sudah satu bulan menghindari aku. Setelah kejadian di Villa itu kamu seakan menghilang." Rafina menatap Andre lelaki yang sudah membuat dirinya seakan terhempas dan terjatuh ke dalam jurang kehancuran.
"Dre, tatap aku. Setelah apa yang kamu lakukan satu bulan ke belakang di Villa itu, kini aku hamil Dre, hamil anakmu." Mendengar pengakuan yang mengejutkan itu Andre sontak kaget dan ternganga seraya berkata dengan nada sanggahan.
"Tidak mungkin kamu hamil, toh aku melakukannya hanya sekali. Mungkin saja setelah itu kamu main dengan lelaki lain." Bagaikan petir disiang hari, bantahan Andre membuat Rafina benar-benar kecewa dan merana. Andre tetap menolak untuk bertanggungjawab jawab dan malah menyudutkan bahwa Rafina adalah perempuan tidak benar.
"Tidak benar dari mana, Dre? Jaga omongan kamu. Aku selama ini belum dijamah oleh lelaki manapun, kamu... kamulah lelaki bajingan yang menjamah aku dengan cara licik, dan kamu sekarang mencampakkan aku seakan aku ini sampah," balas Rafina membela diri, sebelum dirinya benar-benar pergi dari hadapan Andre.
Di bawah guyuran hujan air mata Rafina luruh, dia tidak kuasa untuk menahan derita ini. Dijaga dan dipertahankan kehormatannya, namun kini terampas oleh orang yang tidak bertanggungjawab. Rafina kini benar-benar menyesal saat itu tidak mendengar nasihat ibunya yang melarang anaknya ikutan acara kelulusan sekolah, yang akhirnya malah berujung di Villa pembawa sengsara.
Tiba ke rumah dalam keadaan basah kuyup. Kedua orang tua Rafina tahu anaknya telah hamil. Rencananya mereka sore nanti mau minta pertanggungjawaban Andre pada keluarganya, namun Rafina sudah datang duluan menjumpai Andre. Mendengar penolakan Andre, kedua orang tua Rafina shock, bahkan ibunya Rafina jatuh pingsan.
Ibunya Rafina sakit dan selalu termenung memikirkan nasib anaknya, pada akhirnya ibu Rafina meninggal sebulan setelah mendengar penolakan Andre untuk bertanggungjawab atas kehamilan Rafina putrinya. Rafina dan ayahnya terpukul, sedih tiada tara mendapat kenyataan bahwa orang yang paling mereka sayangi meninggal dunia.
Sejak kejadian itu Rafina stress dan sering termenung melamunkan diri. Bagaimana tidak, kini dia seakan hilang sandaran hidup, sehingga dia lupa sedang berbadan dua. Akhirnya kehamilan yang tidak diinginkan itu harus gugur karena Rafina yang mengalami defresi ringan.
Dalam rentetan kejadian-kejadian yang begitu menyakitkan buat keluarga Rafina. Dari lubuk hati yang paling dalam, Rafina menyesal telah melanggar nasihat ibunya yang melarang dirinya untuk ikut dalam acara kelulusan sekolah. Terlebih gara-gara dirinya ibunya menjadi sakit dan meninggal dunia. Semakin dalam saja penyesalan Rafina.
*
*
*
Setelah kejadian itu Rafina dibawa Paman dan Bibinya ke ibu kota Kalimantan Barat. Di sanalah kehidupan baru dimulai, dan siapa sangka lima tahun kemudian Rafina menikah dan mendapatkan jodoh. Pria mapan pengusaha meubeul berhasil menyuntingnya.
*
*
Rafina mengakhiri cerita kisah nyatanya di depan lelaki yang kini telah menjadi suaminya dengan deraian air mata. Rafina siap diperlakukan apa saja oleh suaminya termasuk diceraikan dan diusir dari rumah tersebut.
Sesaat setelah Rafina menceritakan kisah pahitnya di masa lalu, Ridwan pergi entah kemana membawa berbagai kecamuk rasa.
Sementara Rafina menangis pilu dengan luka masa lalu yang kini harus menganga kembali. Rafina berpikir untuk pergi jauh meninggalkan Ridwan suami yang baru saja menikahi. Rafina menulis sebuah surat perpisahan sebagai permintaan maafnya, dan menyimpan surat itu di meja rias.
Rafina pergi dengan membawa baju dan buku nikah miliknya. Malam yang dingin itu menjadi saksi kepergian Rafina.
Satu jam kemudian, Ridwan pulang namun tidak mendapati Rafina berada dalam kamarnya.
"Rafinaaa ... jangan pergi ....!" Ridwan berteriak memanggil Rafina yang sudah menjauh.