Adakah yang percaya jika persahabatan antara wanita dan lelaki itu ada? Iya, kalimat itu aku pikirkan sejak dulu saat aku bertemu dengan sosok gadis yang mempunyai wajah semanis gulali, Salsabila. Gadis itu begitu baik, hingga aku tak menyadari jika persahabatanku dengannya kini sudah berubah menjadi benih-benih cinta.
Alex, itu namaku. Meskipun aku sadar jika perasaan itu sudah berubah aku tidak ingin menghancurkan persahabatan dengannya yang sudah berjalan selama 10 tahun. Cukup lama bukan? Seandainya aku menikah dengannya mungkin aku sudah memiliki seorang anak.
Hari ini aku bertemu dengannya. Iya, karena aku dan dia sudah sama-sama bekerja jadi kami bertemu hanya di waktu weekend saja.
"Bocil!" Aku melambaikan tangan saat melihat gadis itu masuk ke dalam kafe.
Bocil adalah panggilan kesayanganku untuknya. Dulu saat aku bertemu dengannya dia benar-benar kecil, tapi sekarang saat usianya sudah 23 tahun dia tumbuh menjadi gadis idola kaum adam. Jadi tidak heran jika aku memiliki benih-benih cinta itu.
"Ck, aku sudah besar begini masih dipanggil bocil!" protesnya dengan bibir manyun membuatku semakin gemas melihatnya.
"Kamu gak tahu aja itu kan panggilan kesayangan," sahutku tanpa ada rasa bersalah.
"Sepertinya panggilan itu harus segera kamu ganti, lihatlah pandangan semua orang. Aku jadi tidak nyaman."
Aku merasa sedikit aneh dengan pernyataannya barusan. Selama 10 tahun baru kali ini dia bilang tidak nyaman dengan panggilan itu. Apakah ada sesuatu yang terjadi?
"Ya sudah nanti aku ganti. Mau aku pesankan makanan seperti biasa?" tanyaku yang tak ingin banyak berdebat dengannya.
Aku melihat gadis itu menganggukkan kepala dan aku langsung saja memesan makanan favoritnya. Cukup lama kami terdiam hingga ada satu pernyataan dari gadis itu membuatku tersendak.
"Lex aku mencintaimu."
Bagaimana bisa seorang Salsabila kini mengungkapkan isi hatinya padaku. Ah, apa selama ini memang cintaku tidak bertepuk sebelah tangan? Aku langsung mengucapkan kalimat syukur dalam hatiku.
"Cil, kamu— apa kamu serius?" tanyaku mencoba memastikan jika ia aku akan membuat satu momen dimana aku sebagai pihak lelaki harus mengungkapkan semua itu dengan nuansa seromantis mungkin.
Namun, beberapa saat kemudian aku mendengar suara tawanya.
"April mop!" ujarnya.
Sungguh sialan bukan? Aku mengumpat dalam hatiku.
***
Sejak kejadian makan di kafe dan si bocil hanya ngeprank, aku terus memikirkannya. Haruskah aku mengungkapkan seluruh isi hatiku padanya?
Arkan, rekan kerjaku menepuk pundakku hingga membuat aku terkejut.
"Bro, masih belum mengungkapkan isi hatimu padanya?" tanyanya yang langsung aku jawab dengan gelengan kepala.
"Aku belum memiliki keberanian itu, Bro. Bagaimana jika aku ditolak dan persahabatanku dengannya hancur?" ungkapku.
Iya, Arkan tahu jika aku memiliki hati pada sahabatku sendiri makanya aku berani berkata demikian padanya.
"Bro, ini sudah abad ke-21. Tidak ada persahabatan antara wanita dan lelaki yang murni. Ingat juga jika kamu telat melangkah dia akan menjadi milik orang lain."
Ucapan Arkan seperti peringatan untukku dan semuanya benar. Salsa gadis manis dan cantik siapa yang tidak akan tertarik padanya? Dari sana aku membulatkan tekad untuk menyatakan perasaanku padanya.
Aku langsung mengambil benda pintar agar aku bisa berkirim pesan padanya. Kebetulan besok adalah hari weekend jadi waktu aku bertemu dengannya.
[Cil, besok kita ke taman yuk. Ada yang ingin aku bicarakan padamu]
Pesan itu awalnya hanya ceklis dua berwarna abu-abu, tapi tak lama kemudian berubah menjadi biru. Bola mataku berbinar saat aku lihat keterangan mengetik di sana.
[Ok]
Hah, cukup singkat, jelas dan padat jawabannya. Tapi tidak masalah yang penting aku akan bertemu dengannya.
***
Dari kejauhan aku melihat sosok gadis manis itu yang langsung membuat perasaanku campur aduk. Namun, meskipun aku masih ragu aku akan tetep maju guna mengungkapkan perasaanku. Aku juga tidak perduli akan hasilnya, bukankah hasil tidak akan mengkhianati usah?
Aku berlari menghampiri dirinya, bukan hanya aku dia juga berlari menghampiriku dengan kejadian ini aku teringat satu film India di mana pemainnya itu adalah Kajol dan Sahrukan. Semoga kali ini tidak ada Tina versi cowok dalam hubunganku.
"Aku mencintainya, Lex. Aku benar-benar mencintainya!"
Rasanya kejadian ini sangat tidak asing dan langsung membuat duniaku runtuh seketika. Dia bilang mencintainya, berarti bukan namaku yang kini berada di dalam hatinya.
"Siapa, Cil?" tanyaku dengan detak jantung memburu.
"Dia, Vino. Dan kami akan melangsungkan lamaran satu minggu lagi."
Mulutku rasanya sangat sulit untuk terbuka, tidak hanya itu suaraku juga tertahan di tenggorokan. Benarkah ini semua?
"Jangan bilang April mop, Cil. Aku tidak akan tertipu," ucapku saat aku bisa mengendalikan diri.
"Lex, aku serius. Jika kamu tidak percaya kamu boleh datang ke rumah."
"Kenapa seperti tahu bulat, dadakan?" tanyaku masih dengan nada bercanda.
"Aku juga tidak menyangka. Kami melakukan ta'aruf dan semua ini sudah diputuskan oleh kedua orang tua kami. Meskipun begitu aku setuju karena hanya melihat dari niatnya saja aku sudah jatuh cinta," paparnya.
Aku hanya bisa tersenyum canggung dan ikut berpura-pura bahagia.
***
Waktu berlalu dengan cepat, tidak terasa setelah aku melihat acara lamaran gadis yang aku cintai, kini aku harus melihat lelaki lain mengucapkan ikrar janji suci pernikahan.
Meskipun kakiku berat melangkah, aku tetep memaksakan diri. Aku tidak ingin mengecewakan sahabatku yang sudah memohon agar diriku menjadi saksi pernikahannya.
Aku terus melihat jarum jam berputar menuju ke arah dimana seharusnya menjadi waktu ijab qobul itu berlangsung. Namun, di sini ada yang aneh pihak dari lelaki belum ada yang datang.
Aku terus bertanya-tanya, ada apa ini?
Tak lama terdengar suara riuh dari dalam rumah.
"Pengantin wanitanya pingsan!" teriak seorang penata rias.
Kakiku secara tidak sadar berlari menuju ke kamarnya. Di sana aku juga langsung menemukan sahabatku memejamkan mata.
"Cil, bocil bangun," ucapku sembari menepuk-nepuk wajanya yang sudah dipoles dengan bedak. Untuk sesaat aku memuji kecantikannya.
"Lex, apa yang terjadi dengan Salsa?" tanya seorang wanita yang sudah melahirkan Salsa ke dunia ini.
Aku langsung menggeleng kuat menjawab pertanyaan dari sosok wanita tua yang sudah aku klaim sebagai calon mantan mertuaku itu. Namun, di detik kemudian aku baru ingat Salsa akan pingsan seperti ini karena grogi, kejadian ini sama persis saat dulu akan diadakan ujian nasional dan sidang skripsi. Tanpa banyak bicara lagi aku langsung berinisiatif untuk memberikan ia napas buatan sebagai pertolongan pertama.
"Apa yang kamu lakukan?"
Aku sangat kenal dengan suara itu. Iya, suara itu adalah suara Vino, calon suami Salsa. Namun, aku tidak peduli dalam otakku yang terlintas agar Salsa segera sadar diri.
Tidak lama kemudian, Salsa mulai mengerjap-ngerjapkan kelopak matanya lalu memanggil namaku, Alex.
Saat itu aku tidak sadar dengan apa yang aku lakukan, aku justru memeluk tubuh calon istri orang. Untuk itu aku kini harus menerima konsekuensi dari apa yang aku lakukan.
"Saya terima nikah dan kawinnya Salsabila binti Abdulllah, dengan seperangkat alat sholat dan emas 5 gram dibayar tunai."
Iya, dengan lantang kini aku mengucapkan ikrar janji pernikahan sebagai bentuk pertanggung jawabanku.