Brak!
Ilham menggebrak meja dengan keras, membuat semua yang ada di ruang makan terkejut.
"Kenapa nilai matematikamu jelek banget, Git? Coba lihat adikmu, apa pernah dia mendapat nilai sejelek ini!" bentak Ilham.
Sagitta menunduk, tanpa berani menatap ayahnya. Mungkin dia bisa mendapat nilai bagus di mata pelajaran lain. Tapi tidak untuk matematika.
"Kalo kamu gak bisa mendapatkan nilai seratus. Jangan harap kamu dapat uang jajan dari Ayah atau Ibumu," ancam Ilham.
"Ayah," protes Saggita.
"Ayah tahu aku gak suka pelajaran itu. Tolong jangan paksa aku. Seenggaknya di mata pelajaran lain nilaiku bagus," tambah Saggita.
"Gak ada alasan Saggita!" tegas Ilham. Setelahnya pergi diikuti Laluna.
Sagitta menatap ibunya yang masih diam di tempat dengan pandangan nanar.
"Bu," lirih Sagitta, meminta pertolongan.
"Maafin Ibu, Git," balas Hasna, tidak bisa berbuat apa-apa.
Hasna memilih menyusul suami dan putri bungsunya, meninggalkan Sagitta sendirian. Air mata yang berusaha gadis itu tahan, akhirnya luruh juga. Ia muak selalu mendapat tuntutan seperti ini dari ayahnya.
"Aku tahu aku gak berprestasi dibidang akademik, apalagi matematika seperti Laluna. Tapi asal Ayah tahu, aku juga punya kemampuan dibidang seni," monolog Saggita.
"Aku capek dibandingkan-bandingkan dengan Laluna," tambah Saggita, semakin terisak.
***
Sekolah menengah atas Erlangga adalah salah satu SMA favorite di kota Jakarta. Sekolah itu pun terkenal dengan kapten basketnya, Orion Nichole. Para siswa dan siswi selalu menyebut Orion mirip dengan Kim Taehyung, member BTS dari Korea.
"Orion," panggil Naomi.
Orion pura-pura tidak mendengar, terus berjalan kedepan sampai tak sengaja dia menabrak Sagitta membuatnya berdecak. Ingin mengurus gadis itu. Namun, tak ada waktu. Naomi dan teman-temannya terus mengikutinya.
"Minggir lo udik, ngehalangin jalan aja," sinis Naomi, menabrak bahu Sagitta dengan keras membuat buku gadis itu jatuh.
Amara dan Mita dengan sengaja menendang buku yang dibawa Sagitta. Setelahnya mereka tertawa terbahak mengejek Sagitta.
"Makanya jalan yang bener, dasar cupu," hina Amara, lantas pergi bersama kedua temannya.
"Sabar-sabar," kata Sagitta, kembali memungut buku dari ruang guru untuk dibawa ke kelas.
Sepanjang perjalanan, Sagitta mendadak teringat kat-kata Laluna beberapa tahun lalu, saat dia pertama kali masuk SMA.
"Kakak harus berpenampilan cupu kayak gini biar gak ada yang suka. Cukup aku aja yang paling cantik dan populer," jelas Laluna.
Saggita yang terlalu menyayangi Laluna hanya bisa pasrah. Meski sedari dulu selalu dibandingkan oleh ayah, karena bagaimanapun Laluna adalah adiknya. Sejak saat itu ia selalu berpenampilan cupu dan culun. Keduanya memang bersekolah di tempat yang sama, Laluna anak kelas X-Bahasa sedangkan Sagitta anak XII-IPS 1.
"Ya ampun Sagitta, lo jalan lama amat sih. Ibu Antiah udah marah-marah karena lo terlalu lama," kesal Aiden, ketua kelas.
"Ya maaf, ini berat banget mana gue bawanya sendiri lagi," keluh Sagitta.
Aiden tak menanggapi Sagitta. Mengambil setengah tumpukan bukunya. Lalu berjalan dengan cepat, takut teman-temannya di kelas keburu dihukum oleh guru sejarah yang terkenal killer itu.
***
Jam istirahat telah tiba, sebagian besar murid berhambur menuju kantin. Sedangkan Sagitta dia tidak membawa bekal atau pun uang jajan sama sekali, jadi memutuskan untuk ke rooftop saja untuk mengalihkan rasa lapar diperutnya.
Dari atas rooftop Sagitta bisa melihat anak-anak yang sedang bermain basket. Yang jadi pusat perhatiannya adalah Orion. Menurutnya cowok itu memang tampan, tapi sayang Orion memiliki sikap dingin dan jutek.
Entah mengapa Orion merasa ada yang memperhatikannya. Ia lantas mencari orang disekitar hingga tak sengaja netranya melihat Sagitta.
"Ngapain tuh cewek ada di sana? Ngeliatin gue lagi," gumam Orion, sedikit tidak suka.
"Orion awas!" teriak Teo.
Dengan sigap Orion menghindar dari bola yang mengarah padanya.
"Mikir apa sih lo?" tanya Kevin, bingung.
"Mikirin cewek kali," sahut Jefri.
"Sinting," delik Orion, mendorong bahu Jefri, membuat yang lain terbahak. Karena Jefri sudah tersungkur dibawah.
Jefri mencebik kesal. Mengumpati Orion dalam hati. Sedangkan Orion kembali melihat ke atas. Namun, Saggita sudah tidak ada.
"Kantin, yuk," ajak Teo. Lantas melanjutkan," laper sama haus nih gue."
"Kuylah," setuju Kevin. Merangkul bahu Teo lalu mulai melangkah pergi.
"Orion ayok," kata Jefri yang sudah berdiri.
Orion diam saja membuat Jefri bertanya, "Lo lihat apa sih? Dari tadi lihat rooftop terus, ada apaan emang?"
"Gak ada apa-apa," ketus Orion, lalu meninggalkan Jefri membuat cowok itu kembali mencibir dalam hati.
Nyatanya Saggita buka turun, melainkan menunduk. Ia sengaja menyembunyikan diri dari tatapan Orion yang sedikit tajam.
"Gitta," panggil Aiden membuat Sagita tersentak kaget. Lalu menegakan kembali tubuhnya.
"Di cari Laluna tuh, dia adik lo, kan?" tanya Aiden, memastikan.
"Bukan," bohong Sagitta, berlalu dari hadapan Aiden.
Kalau boleh jujur menurut Aiden gadis itu cantik, hanya saja Saggita menutupinya dibalik kacamata bulat dan rambut kepang duanya itu. Karena dia pernah melihat Saggita tanpa dua benda itu.
Saggita tidak bisa mengabaikan Laluna. Dia berbalik. Menatap Aiden yang belum beranjak dari sana.
"Aiden," panggil Sagitta membuat Aiden terkejut.
"Eh, apa?" bigung Aiden.
"Laluna di mana?"
"Deket gudang."
"Makasih," ucap Sagitta, kemudian pergi dari sana. Meninggalkan Aiden yang sempat memikirkan kecantikan Saggita.
***
"Akhirnya datang juga. Gue tungguin dari tadi," dengus Laluna.
"Beliin gue makanan sama minuman di kantin," perintah Laluna.
"Kenapa gak pergi sendiri aja," heran Sagitta. Jujur, dia lelah selalu disuruh-suruh. Jika bukan karena sayang sekaligus takut dimarahi Ayah dia malas.
"Ogah gue. Kantin penuh udah deh jangan ngelawan gue kasih tau Ayah baru tau rasa lo," ancam Laluna.
Terpaksa Sagitta menuruti permintaan Laluna.
"Bisa-bisanya lo punya kakak macam dia, Lun," heran Airin.
"Gak tau juga gue," jawab Laluna acuh.
"Atau mungkin dia bukan anak kandung ayah lo lagi," tebak Safa.
"Beda banget sama lo soalnya," tambah Safa.
"Bisa jadi tuh, Lun," timpal Airin.
Laluna memikirkan ucapan Safa, apa benar Sagitta bukan anak kandung dari ayahnya? Pasalnya mereka berdua diperlakukan tidak adil. Ah, ia tidak peduli.
Sagitta selalu mendapati tatapan mencemooh dari seluruh penghuni kantin karena penampilannya. Namun, karena sudah terbiasa ia memilih mengabaikannya.
Saat tengah mengantri tiba-tiba rambut Sagitta ditarik oleh Naomi membuat gadis itu meringis.
"Eh, udik, minggir lo gue dulu," usir Naomi.
"Gue dari tadi udah ngantri lama. Seenaknya lo datang-datang nyerobot antrian gue," tukas Sagitta.
Naomi tidak terima Saggita melawannya. Kembali menarik rambut Sagitta.
"Naomi lepasin gue, sakit!" ringis Sagitta, berusaha berontak.
Naomi tak peduli. Ia menyeret Sagitta menuju kolam ikan, menenggelamkan kepala gadis berkacamata itu di sana.
"Ini akibatnya karena lo berani lawan gue!" bentak Naomi.
Setelah puas menyiksa di kolam ikan. Naomi kembali menyeret Saggita. Membawa ke toilet. Tidak ada yang berani membantu Saggita, karena tidak mau berurusan dengan Naomi.
Laluna yang mendengar kabar bahwa Sagitta di bully oleh kakak kelasnya hanya diam saja, dia tidak ingin bermasalah dengan Naomi.
Di dalam toilet Naomi berusaha menyerang Sagitta, namun Sagitta dengan sekuat tenaga mendorong Naomi sehingga kepalanya membentur ujung wastafel. Membuatnya pingsan, Sagitta yang melihat itu pun panik dan segera berlari keluar dari toilet.
Sagitta terus berlari dan tanpa sengaja menabrak Orion dan teman-temannya.
"Oi kalo jalan pake mata! Emang ini jalan punya nenek moyang lo apa!" marah Teo.
"Eh, itu kan si Sagitta, kenapa dia?" heran Jefri.
"Udahlah paling dia di bully sama si Naomi," sahut Kevin cuek.
Semuanya melanjutkan langkah menuju kelas XII-IPA2.
Lama Sagitta menangis di rooftop sambil memeluk tubuhnya sendiri. Bahkan sampai jam pelajaran habis. Dia sudah tidak peduli akan mendapatkan hukuman atas perbuatannya yang mendorong Naomi dan bolos pelajaran.
Setibanya di rumah, Sagitta sudah ditunggu oleh ayah dan ibunya. Ilham dengan garangnya menatap tajam Sagitta.
"Bagus yah. Jam segini baru pulang. Setelah bikin keributan di sekolah!" marah Ilham.
"Maaf," lirih Sagitta menundukan wajahnya.
"Maaf?" sini Ilham.
"Bisa gak, jangan bikin masalah? Udah kamu aku akui sebagai anak! Dasar pembawa sial!" maki Ilham, tanpa sadar mengucapkan apa yang tak seharusnya dia katakan.
"Ayah!" tegur ibu Hasna.
"Apa maksud ayah?" kaget Sagitta.
Ilham gelagapan, tidak bisa menjawab. Memilih meninggalkan Sagitta dengan keterkejutannya.
"Bu, apa maksud ayah tadi?" cecar Sagitta.
"Bukan apa-apa, lebih baik kamu ganti baju dan makan," suruh Hasna, enggan menjelaskan. Lalu menyusul Ilham ke kamar. Meninggalkan Sagitta di ruang tamu, dengan sejuta pertanyaan dibenaknya.
Sagitta melangkah gontai menuju kamar yang berada di lantai dua. Bersandar di balik pintu, lalu luruh di lantai. Menatap sekeliling walau kamarnya tak terlalu bagus seperti Laluna, tapi dia merasa nyaman dengan nuansa ungu, penuh dengan poster dan foto idol k-pop BTS dan tak lupa bantal BT21. Sagitta membelinya dari hasil uang jajan dan kerja paruh waktu yang dia lakukan selama setahun ini.
Sementara di apartemen, Orion duduk di balkon kamarnya sambil termenung. Dering ponsel membuat perhatiannya teralihkan, dia melihat nama sang ibu di layar ponselnya.
"Kalau sayang tuh datengin. Bukan hubungin," desis Orion.
Orion memutuskan untuk menonaktifkan ponselnya, kembali menatap langit yang gelap tanpa bintang. Mendadak merindukan suasana keluarga yang hangat.
Hal yang sama pun di lakukan oleh Sagitta tiap malam. Menatap langit.
Tiba-tiba Orion teringat akan Sagitta, gadis yang dia lihat berlari dengan baju basah karena dibawa Naomi. Entah mengapa Orion mengkhawatirkannya.
"Apa dia baik-baik saja," gumam Orion.
"Ish, kenapa gue jadi mikirin gadis aneh itu," kesal Orion.
Orion memutuskan masuk ke dalam kamarnya dan tidur, besok dia akan melihat keadaan Sagitta secara diam-diam.
***
Orion memarkirkan mobilnya di parkiran. Berjalan menuju gedung sekolah.
"Orion," panggil Naomi.
Naomi memang manis dan cantik tapi Orion tidak suka. Karena menurutnya gadis itu terlalu kecentilan dan selalu mencari perhatiannya.
"Minggir lo, gue mau ke basecamp," usir Orion saat Naomi menghalangi jalannya.
Naomi berdecak. Mengikuti langkah Orion. Keduanya berhenti saat melihat Sagitta sedang dijambak rambutnya oleh Laluna.
"Kenapa?" tanya Orion dingin.
"Ehh, Kak Orion," sapa Laluna gugup.
"Gak ada apa-apa ko, Kak, dia tadi gak sengaja nabrak aku," kilah Laluna.
Tanpa basa basi, Orion menarik tangan Sagitta menjauh dari Laluna membuat Naomi melotot.
"Orion!" pekik Naomi.
"Kurang ajar si Sagitta. Cari masalah sama gue. Awas aja lo," sinis Naomi.
"Ka Naomi, gimana kalo kita kerja sama buat bikin Sagitta menderita dan keluar dari sekolah ini," usul Laluna.
Naomi melirik Laluna sambil bertanya, "Apa ide lo?"
Laluna membisikan rencananya pada Naomi, Naomi tersenyum senang dan menyetujui ide dari Laluna. Naomi akan membalaskan dendamnya pada Sagitta yang sudah berani mendorongnya di kamar mandi, beruntung dia tidak apa-apa.
"Oke. Gue ke kelas dulu," pamit Naomi.
Sementara itu, Sagitta yang terus ditarik oleh Orion. Mencoba melepaskan tangannya. Namun, sayang cengkraman cowok itu terlalu kuat pada pergelangan tangannya.
"Lo apa-apaan sih? Mau bawa gue ke mana?" tanya Sagitta.
"Berisik!" sentak Orion.
Saggita diam. Orion melepaskan cengkraman tangannya saat sudah ada di rooftop.
"Harusnya lo bersyukur gue mau bantu lo," ucap Orion.
"Tapi gue gak butuh bantuan lo dan jangan pernah sok jadi pahlawan kesiangan!" ketus Sagitta.
Sagitta memutuskan pergi dari hadapan Orion, dengan muka judesnya.
"Menarik," Orion menyunggingkan senyumnya, mulai memikirkan cara untuk mendekati Sagitta. Karena hanya Sagitta satu-satunya siswi yang tak mencari perhatian padanya.
Saat berjalan menuju kelas, Sagitta terus saja mengomel. Sampai dia tidak mendengar kalau Aiden memanggilnya.
"Sagitta!" teriak Aiden, disamping telinga Sagitta.
"Ya ampun Aiden, gak usah teriak-teriak gue gak budek!"
"Lagian lo, gue panggil gak dengar. Buat apa lo punya kuping," kesal Aiden menjewer telinga Sagitta.
"Heh! Keterlaluan lo!" teriak Sagitta, mengusap telinganya yang terasa panas.
"Nanti pulang sekolah, jangan lupa latihan drama. Kita bakal lomba antar sekolah," jelas Aiden.
"Hah? Yang bener? Aku kepilih dalam drama itu?" tanya Sagitta antusias.
"Iya, makanya gue kasih tahu lo," ujar Aiden.
Tanpa diduga, Sagitta memeluk Aiden saking senangnya membuat cowok itu melongo
"Kalau gitu gue ke kelas dulu. Bye Aiden. Makasih," ujar Sagitta, lalu berlari.
Sementara Aiden memegangi jantungnya yang sedang berdisko.
"Ya Tuhan, jantung gue gak aman," gumam Aiden.
***
"Ehh Ion, mau ke mana lo? Buru-buru amat," heran Jefri, saat bel istirahat berbunyi dan Orion langsung keluar dengan tergesa.
"Keperluan," sahut Orion singkat.
"Dih gitu banget si Orion," cibir Jefri membuat Teo dengan isengnya menjitak kepalanya.
"Rese lo Te," kesal Jefri, mengusap kepalanya yang lumayan sakit.
"Yah elo ngapain heran. Dia emang kayak gitu," jelas Teo membuat Jefri membenarkannya.
Mereka berdua dan juga Kevin berjalan dengan gaya tebar pesona, walau tidak ada siswi yang memperdulikan mereka. Berbeda jika ada Orion, mereka akan menjadi pusat perhatian.
Sementara Orion dia sudah berada di rooftop, menunggu Sagitta.
"Heh! kenapa lo ada di sini?" tanya Sagitta.
"Suka-suka gue. Ini tempat umum, bukan punya nenek moyang lo," Ujar Orion, dengan santainya sambil memainkan game di ponselnya.
"Mau ke mana?" tanya Orion, saat melihat Sagitta hendak pergi.
Sagitta tidak menjawab pertanyaan Orion, dia memilih melangkah.
Orion yang tidak suka diacuhkan, mengejar Sagitta. Menarik tangan Sagitta. Gadis itu yang tidak siap pun hampir jatuh jika Orion tidak yang memeganginya. Mereka saling tatap, menimbulkan perasaan aneh antara keduanya.
Sagitta melepaskan tangan Orion lebih dulu.
"Makasih," ucap Saggita.
"Untuk?"
"Ya makasih udah nolongin. Kalo gak gue pasti gelinding tuh ke bawah," terang Sagitta, menunjuk ke arah tangga.
"Salah gue juga. Narik tangan lo," balas Orion.
"Kenapa lo ada di rooftop?" tanya Sagitta.
"Pengen aja," jawab Orion singkat.
"Irit banget bicara lo," komentar Saggita.
Sagitta dan Orion kembali ke rooftop. Duduk berdampingan menikmati pemandangan dari atas sini.
"Gue perhatiin, lo selalu di sini."
"Serah gue dong. Bukan urusan lo," sarkas Sagitta.
Sagitta membuka kotak bekal yang dia bawa dari rumahnya. Dia memasak sendiri saat semua orang sedang tidur, jika ayahnya bangun, bisa dipastikan dia akan kena amuk.
"Enggak. Gue gak boleh berpikir negatif," gumam Sagitta, saat otaknya mengatakan dia bukan anak kandung kedua orangtuanya.
"Kenapa?" tanya Orion, saat tak sengaja mendengar ucapan Sagitta.
"Kepo," tukas Saggita.
Sagitta menyuapkan nasi goreng ke mulutnya, Orion yang melihat itu pun menelan ludahnya.
"Sial, gue laper," kata Orion dalam hati.
Sagitta melirik Orion, dia peka. Menyodorkan sendok ke depan mulut cowok itu.
"Ayok makan. Gue tahu lo laper," ujar Sagitta.
Orion membuka mulutnya membuat Sagitta tersenyum. Orion terpana. Kalau boleh jujur dia menyukai senyum itu. Akhirnya mereka menghabiskan nasi goreng bersama-sama.
Sementara itu, Naomi ketar ketir mencari keberadaan Orion. Dia terus saja mengganggu teman-teman Orion.
"Geu gak tau, Naomi. Plis jangan ganggu gue," keluh Teo.
"Kalian pasti bohong kan? Kalian pasti tau di mana Orion."
"Udahlah, gue jadi gak mood." Kevin beranjak dari duduknya, memutuskan untuk ke kelas.
"Eh, Vin, tungguin gue!" teriak Jefri.
"Wahh, temen gak ada ahlak, lo semua pada ninggalin gue," protes Teo.
Saat Teo akan beranjak, Naomi menahan lengannya. Sementara teman-teman Naomi, hanya memperhatikan saja dari jauh.
Pasalnya mereka tidak ingin di putuskan oleh Jefri dan Kevin. Ya tanpa sepengetahuan Naomi, Amara dan Mita berpacaran dengan kedua teman Orion tersebut.
Mereka masih mengingat perkataan Naomi, dua tahun silam.
"Inget yah, kalian jangan ada yang berpacaran. Sebelum gue dapetin Orion," ucap Naomi.
Amara dan Mita saling pandang.
"Iya," jawab Amara dan Mita serempak.
Lamunan mereka buyar, saat Naomi keukeuh mengejar Teo.
"Apa lagi sih, hah?!" marah Teo, saking kesalnya.
"Cepet lo, jujur di mana Orion?"
"Gue bilang gak tau Naomi!" bentak Teo, menepis kasar tangan Naomi.
Teo berlari meninggalkan Naomi. Raut wajah gadis itu sudah memerah menahan amarah.
"Amara, Mita, sini lo!" teriak Naomi.
"Apa, Na? Jangan marah-marah, inget nanti muncul keriput," ujar Amara.
"Lo tuh ya, nyebelin. Cepet cari si Orion," perintah Naomi.
Amara dan Mit tanpa banyak kata langsung pergi dari hadapan Naomi.
"Ra, emang kita mau cari Orion ke mana? Teman-temannya aja gak tahu, apalagi kita," keluh Mita.
Kini mereka tengah duduk di taman, yang tak jauh dari mesjid, agar tak ketahuan Naomi.
Amara mengedikan bahunya acuh.
"Mana gue tahu, Ta. Kalo bukan karena Naomi banyak duit, gue ogah jadi temennya. Dia itu sombong, gue lebih baik temanan sama Sagitta. Gue lihat dia keliatannya tulus," tutur Amara.
"Ish jangan gitulah, bagaimana pun. Naomi udah bantu kita bayar uang sekolah, lo tau sendiri SMA Erlangga ini mahal."
"Ya udahlah, jangan di bahas. Gue males," ketus Amara.
Akhirnya mereka memutuskan menunggu saja di taman sampai bel istirahat selesai.
"Nanti gue anterin lo pulang," ucap Orion.
"Engga usah, gue bisa sendiri ko," tolak Sagitta.
"Lagian gue mau latihan dulu, jadi mungkin pulangnya sorean," sambungnya lagi.
"Latihan? Latihan apa?"
"Drama, aku kan masuk ekskul seni."
Orion hanya menganggukan kepalanya saja, bel masuk pun berbunyi.
"Ehh, udah bel tuh, ayo ke kelas," ajak Sagitta.
Sagitta terlebih dulu turun, kemudian diikuti Orion. Mereka sama-sama melangkah di lorong sekolah, entah mengapa jantung Orion berdebar hanya melihat Sagitta dari samping.
"Makasih, udah mau nemenin gue," ujar Sagitta, tersenyum manis pada Orion, membuat cowok itu hampir oleng.
"Sama-sama," gugup Orion.
Mereka berpisah di dekat toilet, Orion terus memperhatikan Sagitta. Sesekali Sagitta menoleh ke belakang dan tersenyum kepada Orion.
"Orion!" teriak Naomi, saat Orion baru sampai kelas.
"Apa," ketus Orion.
"Kamu dari mana? Aku cariin," tanya Naomi manja.
"Lepas gue risih sama lo, kenapa lo selalu gangguin gue sih? Kenapa lo gak gangguin itu tuh si Teo," kesal Orion.
"Aku kan cintanya sama kamu, bukan sama Teo," balas Naomi melirik sinis Teo.
Yang di lirik hanya acuh tak acuh.
"Sana lo, balik ke kelas," usir Orion.
"Tapi aku masih pengen di sini," rengek Naomi.
Tanpa banyak kata, Orion menarik Naomi dan membawanya ke kelas gadis itu. Ia mendorong Naomi hingga terjatuh.
"Orion!" pekik Naomi, kaget.
Orion pergi dari kelas Naomi, sedangkan seisi kelas menertawakan gadis itu.
"Berisik lo semua!" bentak Naomi membuat suasana hening.
"Heh Amara, Mita bantu gue!" perintah Naomi.
Amara dan Mita mencebik, bergegas membantu Naomi.
***
Sagitta melakukan latihan di ruang seni bersama yang lain. Dia berharap bisa mendapatkan peran utama.
"Aku akan buktiin sama Ayah. Aku juga berprestasi," tekad Sagitta.
Sagitta memasuki ruang seni, dia menyipitkan matanya saat melihat Orion ada di sana.
Sagitta duduk bersama siswa dan siswi lainnya, mendengarkan arahan dari guru seni mereka dan pembagian peran masing-masing.
"Anak-anak, kita punya anggota baru. Ibu tidak perlu memperkenalkannya pada kalian, ibu yakin kalian sudah tahu dia," tunjuk bu Fifi pada Orion.
Bisik-bisik begitu terdengar jelas di telinga Sagitta, saat para siswi membicarakan Orion. Berharap mereka bisa bersanding dengan Orion, Sagitta hanya memutar bola mata malas, menanggapi ocehan teman-temannya tersebut.
Saat bu Fifi akan memulai bicara, tiba-tiba Aiden datang dengan tergesa.
"Maaf, Bu, saya telat," ucap Aiden.
"Tidak apa-apa, sudah sana duduk."
Aiden pun mengangguk, kemudian memilih duduk dekat Sagitta. Sagitta tersenyum pada Aiden, kedekatan Aiden dan Sagitta tak luput dari perhatian Orion, entah mengapa Orion tidak suka akan kedekatan tersebut.
Setelah menentukan tema drama dan pembagian peran, mereka semua membubarkan diri.
"Ta, pulang bareng gue ya," pinta Aiden.
Sebelum Sagitta menjawab, Orion sudah terlebih dulu bersuara, "Dia pulang bareng gue."
Aiden diam. Setelah pamit pergi.
"Pede banget. Siapa yang mau pulang bareng sama lo," ledek Sagitta.
"Gue maksa," keukeuh Orion, kemudian dia menarik tangan Sagitta.
Sekolah sudah mulai sepi, hanya ada anak-anak basket yang masih berlatih.
"Orion," panggil Teo.
Orion berhenti dan menghampiri teman-temannya, tanpa melepaskan pegangannya dari tangan sagitta.
"Dari mana lo?" tanya Jefri.
"Ekskul seni," jawab Orion.
"Hah! Wait lo, ikut ekskul seni? Sejak kapan?" sahut Kevin tak percaya.
"Sejak tadi," jawab Orion datar membuat Teo, Jefri, dan Kevin mencebik.
Kevin yang menyadari Sagitta di belakang Orion, langsung menyapanya.
"Eh, lo Git, kaya truk aja gandengan," ledek kevin, membuat Jefri dan Teo tertawa terbahak.
Sagitta berdecak kesal, teman-teman Orion ini memang menyebalkan.
"Gue mau pulang. Lepasin," pinta Saggita mencoba melepas tangan Orion.
"Diem. Pulang bareng gue," tegas Orion.
"Pergi dulu," pamit Orion, pada teman-temannya.
"Ya elah, calon bucin," cibir Teo, membuat Jefri dan Kevin lagi-lagi tertawa.
Sementara itu, Laluna yang baru tiba dari jalan-jalan bersama teman-temannya tak sengaja mendengar ayah dan ibunya berbicara di ruang tengah, Laluna memutuskan untuk sembunyi di balik pintu.
"Yah, Ibu mohon, jangan pernah berbicara masa lalu pada Sagitta. Bagaimana pun dia anakku juga," lirih Hasna.
"Sudah seharusnya dia tahu semuanya. Dan kamu harusnya bersyukur aku menerima mu dulu, kalo tidak akan jadi apa anak itu sekarang ? Mungkin akan jadi anak jalanan," sinis Ilham.
"Ayah," mohon Hasna.
Laluna terus mendengarkan ayah dan ibunya tersebut. Dan tak lupa dia merekam dengan ponselnya.
"Kamu tahu. Dulu aku malu menikahimu yang sudah hamil terlebih dulu. Tapi rasa cinta ku pada mu, membuat ku buta," miris Ilham.
Hasna berusaha menahan air mata, yang telah menggenang di pelupuk matanya.
"Tapi itu kecelakaan, Yah, dan aku di jebak, mereka memasukan se ...,"
"Cukup. Aku tidak ingin mendengar apapun lagi. Sagitta harus pergi dari rumah ini, dan temui ayah kandungnya. Aku tidak sudi mengurus anak haram seperti dia," putus Ilham.
Ilham meninggalkan ruang tamu, dengan emosi yang menguasai dirinya. Sementara air mata yang Hasna tahan akhirnya luruh juga.
Laluna yang mendengar pembicaraan itu tersenyum puas. Dia akan membuat malu Sagitta.
"Kabar yang bagus, aku harus beritahu Naomi."
Laluna mengintip dan sudah tak melihat ibunya, dia masuk dan berjalan cepat menuju kamarnya.
Sementara itu Orion memutuskan membawa Sagitta ke pantai.
"Kenapa mengajak gue ke sini?" tanya Sagitta.
"Tiap pulang sekolah, gue selalu ke sini."
Sagitta mengikuti Orion turun, mereka duduk di bangku menikmati sunset.
"Sebentar," ucap Orion, Orion beranjak dari duduknya dan pergi ke tempat pedagang kelapa muda juga pedagang nasi bakar.
Sagitta hanya melihat apa yang Orion lakukan. Saat memperhatikan Orion, Sagitta mendengar suara dering ponsel cowok itu. Terus berdering, Sagitta memutuskan untuk melihatnya.
"Mom," gumam Saggita.
Sagitta melirik Orion yang sedang melangkah dengan membawa dua piring nasi. Dan di belakangnya mengekor si pedagang kelapa muda.
Orion memberikan piring yang berisi nasi bakar, Orion mengucapkan terima kasih kepada pedagang kelapa muda.
"Ayo makan. Gue tahu lo laper," ujar Orion.
"Tenang aku yang bayar," sambungnya lagi.
Sagitta pun memakan nasi bakar seafood, dia memang sedang lapar. Dan tak tau apakah pulang ke rumah dia mendapat jatah makan atau tidak.
"Makasih," ucap Sagitta, setelah mereka selesai makan.
"Makasih untuk apa?" tanya Orion.
"Untuk traktirannya. Memang untuk apa lagi," ketus Sagitta.
Orion terkekeh, merasa senang menjahili Sagitta.
"Oh yah, tadi Ibumu telepon," beritahu Sagitta pada Orion.
"Biarin aja." Orion mengedikan bahunya acuh.
"Jangan gitu. Nanti beliau khawatir," tegur Sagitta.
"Gue bilang biarin, ya, biarin aja. Gue tinggal sendiri di apartemen."
"Kenapa?"
"Orang tua gue udah pisah saat gue kelas tiga SMP,"
"Oh, maaf."
"Gak masalah."
"Yuk balik. Udah mau magrib," ajak Orion.
Sagitta menurut, berpuluh menit kemudian, mereka sudah sampai di depan rumah Sagitta.
"Makasih untuk hari ini," ucap Sagitta tersenyum pada Orion.
"Sama-sama. Ini jangan lupa pakai." Orion memberikan sebuah gelang pada Sagitta.
"Gelang ? Untuk apa?"
"Pertemanan kita. Mulai sekarang lo temen gue," ikrar Orion.
Sagitta tersenyum dan mengangguk.
"Kalo gitu, aku turun kamu hati-hati, pulangnya yah!"
Orion pun mengangguk sebagai jawaban, di senang Sagitta menerima dirinya menjadi teman.
Sagitta melangkah menuju rumah, sambil menatap gelang pemberian Orion. Saat dia membuka pintu ayah dan Laluna sudah menunggu di ruang keluarga.
"Dari mana kamu? Jam segini baru pulang!" marah ayah Ilham.
"Aku habis latihan, Yah," balas Sagitta.
"Bohong, Yah, tadi aku dapet info dari temen. Kalo dia pacaran sama om-om," bohong Luna.
"Engga, Yah. Demi Tuhan aku gak pacaran, apa yang dituduhkan Luna itu gak bener," panik Sagitta.
"Saya tidak percaya, kamu mau jual diri hah!" bentak ayah.
"Engga, Yah. Percaya sama aku," ujar Saggita.
"Ayah jangan percaya, dia muka aja polos. Kelakuannya bar-bar," kompor Laluna mamanasi sang ayah.
"Kamu," tunjuk Ilham pada Sagitta.
"Anak tidak tahu diuntung. Kamu itu bukan anak saya. Kamu itu anak haram!" maki Ilham.
Sagitta tercengang, akan perkataan sang ayah. Dia berusaha untuk tidak menangis.
"Maksud ayah, apa?"
"Tanyakan saja pada Ibumu."
Ilham berlalu begitu saja, meninggalkan Sagitta dan Laluna. Sagitta menatap nanar kepergian Ilham, dia perlu kejelasan tentang dirinya yang bukan anak kandung ayahnya.
Laluna tersenyum sinis.
"Lo tahu, lo itu hanya anak haram. Lo beruntung banget, karena ayah gue akui lo dan nikah sama Ibu, asal lo tahu Git, lo itu bukan anak kandung Ayah. Lo itu hanya anak dari hasil kesalahan Ibu dan Ayah lo, yang gak tau di mana batang hidungnya dan gak tahu siapa orangnya, apa dia sudah mati atau masih hidup," jelas Laluna.
Laluna pun meninggalkan Sagitta sendiri, air mata yang dia berusaha tahan akhirnya mengalir juga.
"Sagitta," panggil Hasna.
"Siapa aku?" tanya Sagitta.
"Kamu anak Ibu dan Ayah, Nak."
"Jawab dengan jujur, Bu, apa aku bukan anak Ayah Ilham."
Hasna menggeleng. "Tidak, kamu anak Ibu dan Ayah, Git."
"Bu, jawab!" bentak Sagitta.
Hasna berlutut di hadapan Sagitta.
"Ibu, jangan seperti ini, bangun, Bu," pinta Saggita sambil terisak.
"Maafkan Ibu, Nak. Ibu salah, semua salah Ibu, Ibu begitu bodoh."
Sagitta membantu Hasna bangun dan membawanya duduk di sofa. Sagitta memeluk sang ibu, bagaimanapun juga dia adalah wanita yang melahirkannya.
"Maafkan ibu, Gitta. Maaf," lirih Hasna.
Sagitta tidak menjawab, dia menumpahkan kesedihannya dalam pelukan sang ibu. Dari kejauhan Ilham melihat itu semua, kasih sayang sang istri pada Sagitta membuatnya haru, dulu saat Sagitta masih bayi. Dia begitu menyayangi Sagitta, entah mengapa saat Laluna lahir. Sayangnya pada Sagitta pudar begitu saja, apalagi saat Sagitta beranjak dewasa. Ilham bisa melihat jelas, bahwa Sagitta mirip ayah kandungnya.
"Kamu memang anak Ibu Git, tapi Ayah Ilham bukan Ayah mu, Ibu tidak tahu di mana Ayahmu. Ibu di jebak Git."
"Sudah, Bu, lupakan saja, yang terpenting Ayah dan Ibu mau menerima ku."
Sagitta memeluk Hasna kembali, Laluna yang melihat itu pun tidak menyukai jika Ibunya lebih sayang pada Sagitta.
"Awas aja lo," sinis Laluna.
***
Keesokan harinya, Sagitta memasak bekal untuk dirinya namun kali ini, dia memasak lebih banyak.
"Bi, kemana Ibu? Biasanya jam segini udah bangun," kata Sagitta, pada bi Narti. Pembantu yang telah lama bekerja di keluarganya.
"Nyonya, sedang sakit, Non. Ini Bibi mau buat bubur. Di suruh Tuan," jelas bi Narti.
Dan Sagitta hanya beroh saja, setelah selesai menata hasil masakannya. Sagitta duduk di meja makan untuk sarapan.
Kemudian Laluna ikut bergabung dengan Sagitta, dia menatap Sagitta tak suka. Rambut pirang dan mata berwarna coklat membuatnya jadi cantik.
"Kenapa?" tanya Sagitta.
"Gak ada, lo mau tahu, Ibu sakit karena lo. Jadi lebih baik lo pergi aja dari sini." Laluna tersenyum sinis pada Sagitta.
"Aku udah selesai, Bi, aku berangkat dulu," pamit Sagitta, tiba-tiba moodnya hilang.
"Hati-hati, Non."
Laluna berdecak kesal, dia akan buat rencana untuk menghancurkan Sagitta.
Sedangkan di belahan Negara lain, seorang laki-laki, berparas tampan sedang merenung atas kesalahannya 17 tahun yang lalu.
"Sudahlah lupakan saja dia," ujar Nancy.
"Bagaimana aku bisa melupakannya?! Sementara aku tidak tahu, dia dimana? Apa perbuatan ku dulu menghasilkan atau tidak?" tanya Daniel lirih.
Daniel Abraham adalah pengusaha asal Indonesia yang menetap di Jerman.
"Apa aku harus ke Indonesia dan mencarinya? Kamu mengabaikan anak kita Niel," ujar Nancy, Nancy adalah istri dari Daniel, mereka sudah dikaruniai seorang putra yang bernama Aries Abraham, umur Aries hanya berbeda satu tahun dari Sagitta.
"Tidak perlu, biar saya saja," ucapnya dingin.
Kemudian Daniel meninggalkan. Nancy yang melihat kepergian sang suami hanya bisa menahan sesak di dada. Selama 17 tahun sudah dia berjuang untuk mendapatkan cinta Daniel.
SMA Erlangga, hari ini suasana hati Sagitta tidak baik-baik saja. Perkataan Laluna tentang ibunya yang sakit, mengganggu pikirannya. Sagitta yang tak memperhatikan jalan tiba-tiba disiram oleh satu ember air.
"Kalian apa-apan!" bentak Sagitta.
"Dasar anak haram," ledek siswi yang melihatnya.
"Kurang ajar kalian!" marah Sagitta.
Naomi, Laluna, Safa, Airin, Mita dan Amara tertawa puas, menertawakan Sagitta yang basah kuyup.
"Kalian!" geram Sagitta.
"Kasian deh lo cupu, ini belum seberapa yah. Lihat aja nanti," ancam Naomi, kemudian mengajak teman-temannya pergi dari hadapan Sagitta.
Sagitta memutuskan untuk ke ruang BP, meminta seragam. Saat dalam perjalanan menuju ruang BP, Sagitta tak sengaja mendengar percakapan siswi lain. Mereka menggosipkan dirinya yang anak haram.
Sagitta berbelok menuju rooftop, untuk hari ini. Dia akan bolos sampai jam istirahat. Dia tidak mengetahui bahwa hari ini Orion tidak masuk sekolah.
"Ke mana Orion? Tumben dia belum ke sini," Sagitta mencari keberadaan Orion di lapangan basket namun tetap tidak ada.
Sagitta menatap sedih makanan yang dia buat. Dia menaruh kotak makannya dan tak menyentuhnya sama sekali.
"Sagitta."
"Orion."
Senyum Sagitta langsung pudar, saat tau bukan Orion yang memanggilnya.
"Ohh, Aiden, ada apa?" tanya Sagitta.
"Lo ngarep Orion yah?" goda Aiden.
"Apaan sih, rese banget lo," ucap Sagitta, pipinya merona.
"Orion hari ini gak masuk," umum Aiden.
"Tau dari mana Lo?"
"Dari teman-temannya lah, menurut lo dari siapa lagi,"
Sagitta hanya memutar bola mata malas.
"Btw, ngapain lo di sini?"
"Nemenin Lo mumpung Orion gak ada. Jadi gue yang temenin lo makan, gue juga mau rasain masakan lo," kata Aiden tersenyum manis, membuat Sagitta bergidik ngeri.
"Ya udah, lo makan aja itu," tunjuk Sagitta pada kotak bekalnya.
Aiden membuka kotak bekal Sagitta, aroma masakan Sagitta menguar tercium di indra penciumannya. Suir ayam kemangi, sosis telur sambal pedas dan nasi, adalah menu yang dibawa Sagitta kali ini.
Aiden menyuapkan suapan pertama ke mulutnya.
"Eummm, enak," ucap Aiden, dengan mulut penuh makanan.
"Abisin deh, buat lo,"
Aiden menyuapi Sagitta.
"Makan," perintah Aiden.
Dan Sagitta pun menurut, tanpa membantah.
"Abis ini, lo ikut pelajaran yah. Jangan bolos," ujar Aiden.
"Iya,"
Akhirnya makanan mereka sudah habis, dan sebentar lagi bel masuk akan segera berbunyi.
"Makasih, lo udah nemenin gue,"
"Sama-sama, ayo," ajak Aiden.
Sagitta menurut, dia akan masuk kelas sampai jam pelajaran terakhir.
"Ka Naom Sagitta dan Orion kemarin pergi ke pantai," umum Laluna, kini Laluna dan Naomi sedang duduk berdua. Sedangkan kedua teman mereka entah di mana.
"What? Serius? gak bohong lo," kaget Naomi.
"Iya, Kak, masa aku bohong sih. Lagian apa manfaatnya aku bohong sama Kakak," sarkas Laluna.
"Keterlaluan banget tuh anak."
"Gimana kalo kita jebak dia, Kak," ide Laluna.
Laluna membisikan sesuatu pada Naomi, membuat Naomi tersenyum miring.
"Ide bagus, jadi kapan kita akan lakuin nya?"
"Gimana, kalo malam minggu."
"Boleh."
Naomi dan Laluna bertos ria, jam pulang pun tiba, hari ini Sagitta tidak ada kegiatan. Sebab latihan drama sedang libur, karena bu Fifi tak masuk.
Saat dia berjalan menuju gerbang, dia melihat Orion sedang menunggu di dekat mobilnya. Orion tersenyum melihat Sagitta, Sagitta menghampiri Orion.
"Kenapa gak sekolah?" tanya Sagitta.
"Gak apa-apa."
Sagitta memincingkan matanya, dia mencari sebuah kebenaran lewat mata Orion.
"Kenapa lihatin terus? Gue tahu, gue memang tampan, persis Kim Taehyung."
"Cih, pede sekali," decih Sagitta.
"Ayo masuk. Gue mau ajak lo ke suatu tempat," Orion membukakan pintu mobil untuk Sagitta.
"Ke mana?"
"Rahasia," tegas Orion.
Sagitta mencebik namun tak urung, dia menurut masuk ke dalam mobil. Naomi dan Laluna yang melihat adegan mesra tersebut, dibuat kesal oleh Sagitta.
"Sialan tuh si cupu," omel Naomi.
"Ikutin, aja deh, Kak," usul Laluna.
Naomi dan Laluna memutuskan mengikuti Orion dan Sagitta. Keduanya tiba di wahana bermain.
"Kenapa tempat ini?" tanya Sagitta.
"Kita butuh hiburan, Git. Jangan melulu belajar, belajar, dan belajar," terang Orion.
Sagitta terkekeh melihat tingkat Orion. Dibalik sikap dingin dan juteknya, ternyata Orion manja.
"Ayo." Orion menarik Sagitta, mencoba semua permainan yang ada.
Mereka tertawa lepas tanpa beban bersama Sagitta. Orion menjadi dirinya sendiri, tanpa harus berpura-pura. Saat mereka menaiki bianglala, Orion memberikan kalung untuk Sagitta.
"Berjanjilah bahwa kamu akan selalu ada untukku," ucap Orion lirih.
Sagitta tersenyum, menyentuh lengan Orion.
"Aku berjanji bahwa Sagitta dan Orion akan terus bersama. Dan aku akan memberikan kebahagiaanku padamu."
Orion memeluk Sagitta dengan erat, dan Sagitta membalas pelukan Orion. Dalam pelukan Orion, Sagitta bisa merasakan ketenangan dan kenyamanan yang selama ini belum dia rasakan.
Sedangkan di tempat lain, Naomi dan Laluna gagal mengikuti Orion dan Sagitta karena kehilangan jejak.
"Tuhkan, jadi kehilangan mereka. Lo sih terlalu lama tadi," omel Naomi.
"Ko aku sih, kakak juga kan lama tadi," kesal Laluna.
"Sudah sekarang kita pulang aja, besok kita baru menjalankan, rencana kita," kata Naomi.
"Ya udah," jawab Laluna malas.
Naomi dan Laluna pun pulang karena hari sudah mulai gelap. Sagitta dan Orion baru saja turun dari bianglala. Memutuskan untuk mencari makan malam.
"Kita makan disana saja," tunjuk Orion, pada pedagang sate.
Sagitta hanya mengangguk saja, lagian dia tidak memiliki uang sama sekali. Setelah selesai makan, mereka memutuskan untuk pulang. Tepat pukul delapan malam, mobil Orion telah sampai di halaman rumah Sagitta.
"Terima kasih, Orion," ujar Sagitta tulus.
"Sama-sama, ayo masuk. Jangan lupa belajar yang benar,"
Sagitta terkekeh, Orion mengetahui bahwa dia tidak pandai dalam akademik, hanya beberapa pelajaran saja Sagitta bisa mengerjakannya.
"Bagus, dari mana, kamu?" tanya Ilham saat Sagitta masuk ke rumah.
"Dari rumah teman, Yah," jawab Sagitta.
"Bohong, Yah. Tadi aku lihat dia pergi sama cowok," adu Laluna, menatap tak suka pada Sagitta.
"Benar begitu!" murka Ilham.
"I-iya yah," jawab Sagitta takut.
"Mulai besok kamu tidak boleh telat pulang sekolah. Jika telat kamu akan dapat konsekuensinya."
"Baik yah," jawab Sagitta patuh.
Laluna tersenyum senang, dia akan membuat Sagitta pulang telat.
Sementara itu, Daniel yang baru sampai di Indonesia, Langsung menuju rumah sahabatnya Danar.
Berpuluh menit kemudian, Daniel sudah sampai di halaman rumah Danar. Dia melihat anak muda yang seusia dengan Aries, baru memarkirkan motornya.
"Permisi, apa Ayahmu ada?" tanya Daniel.
Aiden menatap Daniel, dari atas ke bawah. Dia merasa familiar dengan wajah yang ada di hadapannya ini.
"Ada, Om. Ayok masuk," ajak Aiden.
"Dad," panggil Aiden.
"Sebentar, Om, saya panggilkan, daddy saya terlebih dulu," sambungnya lagi.
Daniel pun hanya mengangguk saja, sebagai jawaban. Tak lama Aiden pun datang bersama ayahnya.
"Daniel," pekik Danar, kemudian Danar memeluk Daniel erat.
"Ya Tuhan, apa kabar? Lama tak jumpa," ucap Danar.
"Kabarku baik," jawab Daniel.
"Ayo, duduk."
"Aiden, tolong buatkan minum, untuk teman Daddy," pinta Danar.
"Oke," sahut Aiden.
"Kamu tetap sama seperti dulu, masih tampan dan gagah," puji Danar, terkekeh.
"Silahkan om, diminum," kata Aiden.
"Terima kasih," ucap Daniel.
"Langsung saja, Nar, aku kesini ingin menanyakan sesuatu," Daniel menatap lekat.
"Ada apa? Apa ada masalah?" tanya Danar.
Dan tak ketinggalan, Aiden pun menguping pembicaraan sang ayah dan temannya tersebut.
"Bagaimana keadaan dia sekarang? Apa dia memiliki anak?" tanya Daniel.
Danar yang mengerti arah pembicaraannya pun langsung mengangguk.
"Dia baik-baik saja, sudah menikah dengan kekasihnya. Dan menerima semua kekurangannya, iya dia memiliki dua orang putri," jelas Danar.
Daniel menghembuskan napasnya secara kasar.
"Jadi dia melahirkan dua orang putri? Apa anakku kembar?"
"Tidak, setelah dia melahirkan putri pertamanya, setahun kemudian dia mengandung anak keduanya."
"Aku ingin bertemu dengannya," lirih Daniel.
"Bersimpuh di hadapannya dan meminta maaf," sambungnya lagi, Daniel menatap lurus ke depan, dengan pandangan kosong.
"Kita akan ke rumahnya besok," putus Danar, dia tak tega melihat sahabat satu-satunya sedih dan terus merasa bersalah karena dosa masa lalu.
***
Keesokan harinya Danar dan Daniel membatalkan untuk pergi ke rumah Hasna. Karena tiba-tiba, ada rapat penting di perusahaan Danar.
Dan Daniel sendiri, memutuskan untuk berjalan-jalan ke taman. Saat sampai di taman, penuh dengan orang-orang yang sedang berlibur dan bermain, Daniel teringat akan pertemuannya dengan Hasna. Gadis judes namun memiliki hati lembut.
"Maaf, Om apa anda ingin membeli, minuman ini?" tanya Sagitta, membuyarkan lamunan Daniel.
Daniel menatap Sagitta yang tersenyum. Senyum dan wajah yang sangat familiar baginya, namun sayang Daniel tidak mengingat itu semua.
"Baiklah, berapa?"
"Sepuluh ribu," jawab Sagitta.
Sagitta menerima uang, dari Daniel dan mengucapkan terima kasih. Saat akan melangkah, Sagitta dipanggil oleh Daniel.
"Tunggu."
"Ada apa, Om?"
"Duduklah," perintah Daniel.
Sagitta mengerutkan keningnya, dia pun menurut dan duduk di sebelah Daniel.
"Saya merasa familia dengan wajahmu," ucap Daniel meneliti wajah Sagitta.
"Mungkin hanya kebetulan mirip, Om," jawab Sagitta, dia bingung dengan pria dewasa di depannya ini.
"Sudahlah, lupakan saja. Baiklah kamu, mau temani saya jalan-jalan?"
"Baiklah, Om, akan saya temani," acuh Sagitta.
Sagitta mengikuti Daniel dari belakang, mereka akan berjalan-jalan sekitaran taman kota yang dekat dengan pusat perbelanjaan.
Tanpa Sagitta sadari, Naomi dan Laluna sudah membutinya dari tadi.
"Tuh lihat si Sagitta sama sugar daddy," celetuk Naomi.
"Ya bagus dong, Kak, kita bisa jalani, rencana kita."
"Iya juga yah," Naomi terkekeh, Laluna memutar bola mata malas.
Naomi dan Laluna terus saja, mengikuti Sagitta dan Daniel. Saat mereka tiba di sebuah cafe, Laluna memutuskan memesan minuman dan dia menyuruh pelayan, memasukan obat tidur pada minuman Sagitta dan Daniel.
Beberapa menit kemudian, reaksi obat itu sudah terlihat. Naomi dan Laluna dengan sabarnya menunggu mereka tertidur. Setelah mereka tertidur, Naomi meminta tolong pada satpam, bahwa ayah dan adiknya pingsan karena sakit. Dan bodohnya satpam tersebut percaya, dan membawa mereka ke mobil Naomi.
"Huhh, akhirnya berhasil juga," ucap Laluna.
"Itulah akibatnya, rebut Orion dari gue," sinis Naomi.
"Ayo jalan. Jangan ngoceh mulu nanti keburu bangun," ujar Laluna.
Naomi melajukan mobilnya ke sebuah hotel terdekat. Meminta bantuan kembali pada petugas hotel untuk membawa Sagitta dan Daniel.
Di kamar hotel, Laluna sibuk membuka pakaian Sagitta dan Daniel.
"Ini Om-Om gagah juga," celetuk Laluna.
Naomi melempar bantal pada Laluna.
"Aduh, Kak, kok aku di lempar sih!" kesal Laluna.
"Dasar kamu mesum. Suka kamu sama Om-Om?" tanya Naomi.
"Engga, sih," cengir Laluna.
Kemudian mereka mengambil foto Sagitta dan Daniel sebanyak-banyaknya, kemudian mencetaknya.
"Sudah beres. Ayok kita pergi dari sini," ajak Naomi dengan tergesa.
Laluna dan Naomi keluar dengan mengamati keadaan sekitar.
"Aman," ucap mereka serempak.
***
Sore harinya, Sagitta mengerjapkan matanya. Dia melihat sekeliling dan betapa terkejutnya dia berada di sebuah kamar, tanpa pakaian. Kemudian dia menoleh ke sebelah kiri, mendapati Daniel juga sama tanpa pakaian.
"Ya Tuhan, apa yang sudah, dia lakukan," lirih Sagitta.
Sagitta beranjak dari tempat tidur, membawa pakaiannya ke dalam kamar mandi. Setelah selesai berpakaian, dengan tergesa Sagitta meninggalkan kamar hotel, dengan keadaan hancur dan kecewa.
"Kenapa gue, gak inget apa pun," kesal Sagitta.
Sagitta masuk ke dalam lift, terus menggerutu. Karena terlalu terpengaruh oleh orang tadi, saat keluar Sagitta mendapati Orion di lobby hotel.
"Orion sedang apa dia disini," gumam Sagitta.
Sagitta bersembunyi di balik tembok, memperhatikan Orion. Dan melihat Orion di datangi oleh wanita paruh baya, seumuran sang ibu. Sagitta bisa melihat jelas kekesalan Orion pada wanita tersebut Membuat Orion meninggalkan, wanita tersebut. Sagitta memutuskan untuk mengejar Orion.
"Orion," panggil Sagitta.
Seketika Orion menghentikan langkahnya. Dan berbalik mendapati Sagitta tengah tersenyum padanya, Sagitta menghampiri Orion dan memeluknya dengan erat. Orion bisa merasakan bahwa Sagitta tengah menangis.
"Kenapa menangis? Siapa yang, menyakitimu?" tanya Orion, menatap Sagitta dan menghapus air mata di pipinya.
"Tidak ada. Aku hanya merindukanmu," ungkap Sagitta, dia tidak bohong memang sedang merindukan Orion.
"Sedang apa disini? Yang tadi itu, ibu kamu?"
"Sudahlah, lupakan jangan bahas dia. Ayok kita jalan." Orion menarik tangan Sagitta. Membawanya menaiki motor, kesayangannya.
Sagitta dan Orion pergi ke tempat wahana kembali, mereka akan melupakan kesedihan yang mereka alami.
"Git, berjanjilah jangan pernah meninggalkan ku," pinta Orion.
"Aku tidak akan meninggalkanmu," jawab Sagitta, saat mereka tengah menikmati pemandangan ibu kota, dari atas.
"Sagitta, kamu mau jadi pacarku?" tanya Orion.
Sagitta terkekeh, merasa lucu dan juga gugup disaat yang bersamaan. Karena dia tidak menyangka kalau Orion akan menyatakan cintanya.
"Kamu mau gak, sih?" tanya Orion jutek.
"Heum, iya aku mau," jawab Sagitta.
"Yes?" teriak Orion.
"Jangan teriak, malu," kata Sagitta menutup wajahnya.
Orion memeluk Sagitta, tiga hari bersama Sagitta membuat Orion, merasakan kebahagiaan dan hari-harinya tidak monoton. Pendekatan singkat membuatnya jatuh cinta pada sosok Sagitta yang judes dan jutek pada dirinya.
Tak terasa jam menunjukan pukul delapan malam. Sagitta dan Orion berlama-lama mengelilingi wahana permainan tersebut. Dan kini mereka sudah tiba di kediaman Sagitta.
"Terima kasih," ucap Sagitta, saat sudah turun dari motor Orion.
"Sama-sama," jawab Orion, mengelus puncak kepala Sagitta.
"Aku masuk, kamu hati-hati di jalan,"
Orion mengangguk dan melajukan motornya setelah Orion tak terlihat lagi. Sagitta melangkah ke dalam rumah dan setelah masuk mengucap salam, tanpa dia duga sebuah tamparan mendarat di pipinya, dengan keras membuat sudut bibirnya berdarah.
"Bagus, dari mana kamu, hah!!" bentak Ilham.
"Aku habis jualan dari taman, Yah, lalu main sama teman," kilah Sagitta.
Ilham melempar foto tepat di muka Sagitta.
"Lihat itu, itu yang kau sebut jualan dan main. Dasar anak haram kamu!" pekik ayah Ilham.
Hasna yang melihat itu, hanya bisa menangis melihat kelakuan sang anak. Sedangkan Laluna hanya tersenyum sinis.
Sagitta menatap foto dirinya dan juga Daniel, mungkin sudah lama, tidak melihat Daniel. Hasna melupakan wajah ayah dari Sagitta tersebut.
"Ini salah paham, Yah. Aku bisa jelasin," ujar Sagitta membela diri.
"Jelaskan apa lagi? Bukti itu sudah di depan mata, dan kamu masih mau mengelak juga, hah!" marah Ilham.
Sagitta berlutut di hadapan sang ibu.
"Ibu, percakan sama aku? Aku gak mungkin berbuat seperti itu, aku di jebak, Bu," lirih Sagitta.
"Ibu kecewa sama kamu," ucap Hasna sambil memalingkan wajahnya.
Tiba-tiba Ilham menarik Sagitta.
"Yah aku gak salah. Aku di jebak. Maafkan aku," mohon Sagitta.
Namun, Ilham menulikan telinganya, tak ingin mendengar penjelasan Sagitta. Aya menyeret Sagitta, ke kamar mandi dan menyalakan shower nya.
"Itu hukuman untuk mu," ucap ayah Ilham, keluar dari kamar mandi dan membanting pintu kamar mandi.
"Aku gak salah, aku di jebak."
***
Keesokan harinya Sagitta masih berada di kamar mandi. Pintu kamar mandi di buka, dengan senyum sinisnya Laluna hanya melihat saja, kemudian pergi kembali. Tak lama Ilham pun masuk.
"Keluar kamu, hari ini, kamu tidak dapat jatah makan. Jangan harap Ibumu akan berbaik hati padamu."
Sagitta tak menjawab, dia hanya menatap kosong ke depan. Keluar dari kamar mandi dan memakai seragam.
Setibanya di sekolah, Sagitta di tatap oleh seluruh siswa dan siswi, penuh dengan rasa jijik.
"Sagitta," panggil Aiden.
"Ada apa?" lirih Sagitta.
Aiden bisa melihat wajah pucat Sagitta.
"Lo baik-baik aja, Git? Wajah lo, pucat banget. Lo sakit?" tanya Aiden khawatir.
"Gue baik-baik aja."
"Lo di cari sama guru BK."
"Heum, makasih."
Sagitta berlalu dari hadapan Aiden, Aiden pun memutuskan untuk mengikuti Sagitta. Orion yang tidak mengetahui Sagitta dalam masalah belum masuk sekolah. Dia masih ada urusan penting bersama keluarganya.
Di ruang BK, sudah ada wali kelas Sagitta bu Antiah, bu Fifi dan kepala sekolah.
"Jelas kan Sagitta, apa itu benar kamu?" tunjuk bu Antiah, pada foto-foto Sagitta.
"Aku di jebak, Bu, aku bisa jelasin," lirih Sagitta.
"Tapi foto itu, sudah menjadi bukti Sagitta. Kamu tidak bisa mengelak lagi," sahut bu Fifi.
"Ibu mengeluarkanmu dari ekskul drama," sambung bu Fifi.
"Bu," Sagitta menatap nanar, bu Fifi dan bu Antiah. Yang ditatap hanya menunjukan muka datarnya.
"Sagitta foto kamu sudah tersebar di seluruh SMA Erlangga. Dan bapak harus mengeluarkan kamu karena tidak ingin menjadi contoh oleh siswi lain," jelas pak Heri.
"Pak, saya mohon, jangan keluarkan saya." Sagitta berlutut di hadapan, kepala sekolah.
"Kamu harus mengerti Sagitta. Ini demi reputasi SMA Erlangga," sahut bu Antiah.
"Kenapa? Kenapa harus aku yang mengerti!" marah Sagitta.
"Kalian yang tidak mau mendengarkan penjelasan ku," sambungnya lagi.
"Sagitta!" bentak pak Heri.
"Mulai sekarang, kamu, bukan siswi SMA Erlangga lagi. Keluar!" usir pak Heri.
Sagitta mengusap air matanya, kemudian dia menatap guru yang ada di hadapannya.
"Dari awal kalian memang tidak adil padaku, kalian takut pada orang tua Naomi. Orang tua Naomi bukan yang terbesar memberikan donasi, tapi keluarga Gemmy Julian lah yang memberikan donasi di sekolah ini. Alumni SMA Erlangga!" pekik Sagitta, kemudian dia keluar dan membanting pintu dengan keras.
Saat keluar Sagitta langsung diseret oleh Naomi dan Laluna. Dia dibawa ke kamar mandi. Saat sampai di kamar mandi, Sagitta di dudukan di kursi dan di ikat.
"Kalian, mau apa? Lepas!" berontak Sagitta.
"Diem lo dasar anak haram," sinis Naomi.
Amara dan Mita hanya jadi penonton kalau Orion sampai tahu mereka semua akan habis.
"Gimana nih, Mit?" tanya Amara.
"Kita kasih tahu, Kevin, Jefri sama Teo aja yuk," usul Mita.
"Yaudah ayok, gue gak tega lihat Sagitta. Dia udah pucet."
Mereka memutuskan untuk, menemui Kevin, Jefri dan Teo.
"Vin," panggil Amara.
"Ada apa?" Kevin bisa melihat, kepanikan Amara dan Mita.
"Ada apa, nih?" tanya Teo, yang tiba-tiba muncul, disusul Jefri.
"Mana Orion?" Bukannya menjawab, Amara malah balik bertanya.
"Dia izin, gak masuk," jawab Jefri.
"Kalian semua harus ikut kita. Tolongin Sagitta, lo semua udah tahu belum foto-foto yang tersebar di grup WA SMA Erlangga?" tanya Amara.
Mita langsung menunjukan ponselnya kepada mereka. Membuat mereka membulatkan kedua matanya.
"Ini Sagitta? Jadi beneran, kalau dia jadi sugar baby?! tanya Teo.
Jefri dan Kevin pun, menjitak kepala Teo.
"Lo, kalau ngomong, jangan suka mengada-ngada deh," kesal Kevin.
"Ya sudah, kalian jangan ribut, tolongin Sagitta. Dia ada di kamar mandi sama Naomi dan Laluna. Kita gak bisa buat apa-apa, karena takut sama Naomi," lirih Amara.
"Lo berdua, tenang aja, gue bakal tolongin Sagitta. Kalo Orion tahu, dia pasti bakal marah besar," ujar Jefri.
Mereka semua pun, bergegas menuju toilet perempuan. Saat mendekat mereka bisa mendengar teriakan Sagitta dan tawa Naomi dan Laluna, sedangkan siswa dan siswi yang lain hanya diam mengelilingi toilet tersebut.
Saat Kevin, Teo, dan Jefri masuk, mereka melihat Sagitta tidak memakai pakaian, hanya dalaman saja.
"Ya Tuhan," pekik Kevin.
"Naomi, Laluna!" bentak Teo.
"Lo berdua, sudah keterlaluan!" kesal Jefri.
"Diem deh, lo bertiga jangan ikut campur. Urusan gue sama cewek gatel ini," tunjuk Naomi.
Aiden pun ikut menyusul, merasa prihatin dengan keadaan Sagitta. Aiden mendekat.
"Aiden diem lo," bentak Naomi.
Aiden merasa geram, dia tidak bisa berbuat apa-apa. Sagitta sudah pucat, kepala dan hidungnya sudah mengeluarkan darah. Tapi dia masih bisa tersenyum pada Aiden.
"Git," lirih Aiden.
"Sialan lo Naomi!" marah Aiden.
Aiden mendekati Sagitta, menghiraukan Naomi dan Laluna yang sedang berdebat dengan teman-teman Orion tersebut, Aiden membuka jaketnya dan memakaikannya pada Sagitta, setelah melepaskan tali tersebut. Dengan segera dia menggendong Sagitta, membawanya keluar.
"Aiden!" pekik Naomi.
"Lo mau bawa dia ke mana hah!!" sambunya lagi.
Naomi marah-marah, dia dan Laluna ingin menyusul Sagitta, tapi di tahan oleh Teo, Jefri dan Kevin.
"Diem lo berdua. Dasar gak punya hati!" bentak Kevin.
"Lepasin gue!" teriak Naomi dan Laluna.
Saat tiba di parkiran, Aiden melihat ayahnya.
"Dad," panggil Aiden.
"Bantu aku, Dad. Bawa dia ke rumah sakit," ucap Aiden, panik.
"Ya sudah, ayok."
Perasaan Daniel, sudah tidak enak. Saat dia melihat Aiden membawa seseorang.
"Kenapa dia?" tanya Daniel saat membuka pintu untuk mereka.
"Nanti aku jelaskan, Om. Sekarang kita ke rumah sakit," ucap Aiden
Daniel pun meluncurkan mobilnya, dengan kecepatan penuh. Sedangkan Orion yang berada di rumah sang ibu, kini sedang di ceramahi oleh ibunya.
Entah mengapa perasaannya tak menentu, dia memikirkan Sagitta.
"Orion apa, kamu mendengarkan ibu?!" tanya bu Yurika.
"Ya, aku dengar," jawab Orion dengan dingin.
"Orion, Ibu harap, kamu mau meneruskan perusahaan yang Ibu pimpin. Hanya kamu putraku satu-satunya," pinta bu Yurika.
Orion menatap sang ibu, dia tidak menyukai ibunya yang selalu memaksa.
"Akan aku pikirkan."
Setelah berbicara, Orion beranjak dari duduknya. Kemudian dia pergi dari kediaman sang ibu.
Orion melihat ponselnya, banyak sekali panggilan dari Kevin. Dan melihat grup chat SMA Erlangga, Orion membulatkan matanya, ketika melihat siapa gadis yang ada dalam video tersebut.
"Sial," umpat Orion.
"Gue gak akan lepasin lo Naomi!" marah Orion.
Orion memutuskan untuk melajukan motornya ke rumah sakit di mana Sagitta di rawat, berpuluh menit kemudian Orion sudah sampai. Dan dia langsung menuju IGD, dia melihat Aiden dan dua orang lelaki dewasa, yang salah satunya laki-laki yang berada dalam foto bersama Sagitta.
Emosi Orion memuncak, dia berlari tanpa permisi langsung meninju Daniel.
"Orion!" pekik Aiden.
"Lo penyebabnya!" marah Orion.
"Orion, stop, stop!" teriak Aiden, mencoba menahan tubuh Orion.
Dari jauh Hasna melihat keributan di depan IGD. Dia langsung menuju rumah sakit, saat diberi kabar oleh pihak sekolah bahwa Sagitta masuk rumah sakit.
"Ada apa ini?" tanya Hasna.
Perkelahian terhenti, Orion menata Hasna dengan napas memburu.
"Kamu," ucap bu Hasna tak percaya.
"Hasna, sedang apa kamu di sini?" tanya Daniel.
"Aku mendapat kabar kalau putriku berada di rumah sakit."
"Sagitta, Om," sahut Aiden, menjawab kebingungan Daniel.
"Ja-jadi, gadis yang di dalam. Dia..."
Daniel terduduk di lantai, dia menangis menyesali apa yang telah menimpa putrinya.
"Jadi Om Daniel, Ayah Sagitta?" tanya Aiden.
Orion tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi. Pintu ruang IGD terbuka dokter pun keluar dengan wajah sendu.
"Dokter bagaimana keadaan Sagitta?" tanya Hasna.
"Dia telah pergi karena kehilangan banyak darah. Dan hantaman benda keras di dadanya, membuatnya kesulitan bernapas. Kami mohon maaf," ucap dokter.
Orion yang mendengar kepergian Sagitta langsung masuk dan melihat Sagitta memejamkan matanya, dia memeluk Sagitta.
"Git bangun, kamu berjanji akan selalu ada untukku, tapi kenapa kamu pergi?" ujar Orion.
Aiden yang melihat betapa hancurnya Orion merasa iba. Dia mengusap air mata dengan kasar, melihat bagaimana Orion mencintai Sagitta. Sedangkan Hasna pingsan dan di bantu oleh Danar.
Pemakaman Sagitta dilakukan hari itu juga. Orion mengantarkan Sagitta untuk terakhir kalinya, Orion mengusap nisan Sagitta.
"Sekarang kamu udah gak sakit lagi Git, kamu akan tetap menjadi bintang satu-satunya di hati Orion," lirih Orion.
Kevin, Teo dan Jefri dengan setia menemani Orion. Mereka begitu tersentuh mendengar penuturan Orion.
"Aku tidak pernah jatuh cinta sejatuh-jatuhnya pada seorang gadis. Tapi kamu berbeda Git, kamu membuat hari Orion berwarna."
Teo menyentuh pundak Orion.
"Udah sore, Ion. Ayok pulang."
"Git, aku pulang dulu," pamit Orion.
Mereka semua meninggalkan pemakaman, Orion berjalan gontai di dampingi teman-temannya. Orion melihat ke belakang.
"Aku berjanji padamu. Aku akan menunggumu. Di Kehidupan selanjutnya," batin Orion.