Perkenalkan namaku iwan. Kisah dimulai kala aku magang di sebuah rumah sakit yang cukup terkenal sebagai tenaga medis. Jurusan kedokteran yang kuambil memaksaku untuk magang di salah satu rumah sakit di kota B. Dan beruntungnya aku mendapat rumah sakit yang cukup bonafit di seluruh penjuru kota B.
Beberapa minggu berjalan normal seperti biasa. Mulai dari melayani para pasien, mengganti infus menyiapkan obat-obatan. Semua masih normal seperti biasa. Hingga malam ini aku kebagian piket malam untuk yang pertama kalinya.
Ada rasa takut sebenarnya namun mengingat begitu banyak yang menginginkan posisiku saat ini. aku hanya mengikuti apa perkataan senior-seniorku saja.
Dan malam pun sudah gelap. Kini giliranku piket akhirnya tiba jua. Ternyata tak seperti yang kubayangkan sebelumnya. Ternyata malam ini bahkan lebih ramai dan terkesan meriah banyak pedagang pedagang kecil menjajakan dagangan mereka pada siapapun yang lewat atau pada penunggu pasien yang ikut menginap di sini.
"Mas iWan, nanti ikut saya ya. Bantu-bantu saya" ucap salah seorang dokter senior yang tak terlalu kukenal karena jarang bertemu.
"Baik dok" balasku sigap.
Jam dinding sudah menunjukan jam 11 malam. Keramaian yang tadi tersaji kini perlahan hilang memudar perlahan meninggalkan dingin dan kosong di beberapa sudut halaman rumah sakit ternama ini. Dokter tadi pun segera menepuk pundakku memberi isyarat agar mengikutinya.
"Mas Iwan ayo. Pasiennya baru saja tiba. Ikuti saya ya." ajak dokter itu.
Lorong demi lorong kami lewati. Sepertinya aku cukup asing dengan lorong-lorong ini. Perasaanku sudah tak enak rasanya. Dan benar saja dugaanku. Dokter itu mengarah ke kamar otopsi dan visum. Membuat lututku seketika melemas. Aku belum pernah sekalipun menyentuh atau bahkan membelah Mayat-mayat yang tentu kami tak tahu datang dengan kondisi seperti apa.
Karena sudah tanggung akhirnya aku ikut masuk kedalam. Bau pewangi lantai tercium begitu menyengat. Bercampur dengan bau pekat dari beberapa cairan kimia yang tentu mempunyai fungsi sendiri-sendiri.
"Kalau kamu mau belajar, itu di belakang box yang kamu senderan itu isinya semua organ manusia yang sudah di awetkan." Tukas dokter itu sembari memakai aprron bedah miliknya.
Aku yang kaget spontan bergeser dan tanpa sengaja menyenggol pintu sebuah lemari besi hingga sedikit terbuka. Bau menyengat seketika menyeruak memenuhi seisi ruangan.
"Apa ini dok?!" Ucapku tak kuasa menahan bau menyengat itu.
"Oh itu.. itu mayat yang kemarin dua hari lalu datang. Dia korban kecelakaan. Dia terseret dan tergencet mobil hingga 15 meter membuat tubuhnya bagai daging giling. Dia di titipkan disini karena belum ada pihak keluarga yang mengambilnya. Sepertinya dia orang luar pulau Jawa." Tukas dokter itu kembali menutup pintu lemari besi yang sempat terbuka sedikit. Jujur saja mulai disini mentalku benar-benar sudah drop.
Kemudian dengan berjalan santai sambil memeriksa beberapa berkas yang ada di tangannya. Dokter itu mulai mengangguk angguk. Seperti memahami sesuatu.
"Assalamualaikum dek anjani. Tolong nanti di bantu saya ya dek Anjani. Sekarang biar dokter periksa dulu ya dek Anjani." Ucap dokter itu sangat tenang. Seakan berbicara dengan mayat di depannya.
"Ayo mas Iwan. Coba periksa fisiknya dulu. Nanti baru kita bedah" ujarnya semakin membuatku merinding.
Di depan kami sudah ada satu tubuh wanita utuh yang meninggal secara misterius. Tak ada identitas secuil pun di temukan. Tugas kami hanya mengotopsi dan menganalisa penyebab kematian serta waktu dia meninggal. Semua di butuhkan untuk proses di kepolisian.
Wanita dengan usia yang masih cukup muda dan cantik. Seperti bukan meninggal dunia. Seakan dia hanya tertidur sementara dan akan bangun kembali. Tak ada tanda-tanda kekerasan apapun bahkan aku hanya menemukan goresan sekecil jarum di dagunya. Tak mungkin ia meninggal dengan luka sekecil itu.
Nihil! Dokter yang bersamaku pun hingga di buat heran setengah mati. Karena di tubuh mungil almarhumah mbak Anjani ini tak di temukan memar atau goresan apapun. Hingga dokter memintaku untuk kembali memeriksa wajah cantik yang sudah memucat itu untuk yang kedua kalinya.
"Sebenarnya apa yang membuat cewek secantik mbak Anjani meninggal dunia" gumamku lirih seakan sedang memeriksa seorang pasien yang masih hidup.
Hiks..hiks..hiks
Deggg.....
"Suara tangisan?!"
-END-