Aku, Kirana. Wanita candala. Suka menyendiri dan hidup di duniaku sendiri.
Ada yang bilang, orang penyendiri itu adalah orang cerdas. Tapi aku tak merasa begitu. Aku adalah siswa biasa di saat sekolah dan kuliah. Tak ada kelebihan.
Aku juga bukan gadis cantik yang bisa menarik perhatian orang. Rasa minder itu membuatku tak punya banyak kawan. Dan jika sesekali tak terelakkan bergabung dengan gadis-gadis lain. Aku akan merasa seperti anak itik buruk rupa diantara para angsa.
Semua kekurangan itu membuatku menarik diri dari pergaulan. Seiring waktu, teman-temanku terseleksi. Hanya bisa dihitung jari satu tangan. Tapi untuk menghindari mereka menjauhi, akulah yang lebih dulu menarik diri.
Tapi aku sejatinya bukan tak punya teman sama sekali. Aku punya banyak sekali teman yang mengerti diriku. Mereka ada di dunia ciptaanku sendiri.
Siapa diantara kita yang tak tumbuh besar dengan membaca dongeng HC Andersen? Nah, aku punya teman-teman manis seperti di kisah itu.
Aku adalah Kirana putri cantik kesayangan penduduk dunia rahasia ini.
"Kau kemana saja Kirana?" tanya peri bunga jika aku lama tak muncul.
Atau,
"Apa kau sedang punya masalah?"
Kupu-kupu biru hinggap di rambutku, memainkan helaian rambut untuk menggangguku.
"Kau bisa ceritakan pada kami," bujuk si kelinci manis bermata lazuardi.
Lalu aku bisa bercerita dan menangis sepuas hati. Tanpa takut dihakimi atau dicela siapapun. Mereka akan berkumpul mengelilingi dan menghiburku.
Bahkan Lady Bug merah cerah yang biasanya bawel, bersedia menari genit untuk memancing tawaku.
Itu aku di masa kecilku.
Lalu bagaimana aku yang sekarang?
Meski tubuhku berkembang dan makin menua, dunia rahasiaku itu masih ada hloo..
"Sssttt! 🤫
"Jangan bilang siapa-siapa yaa.... Kami sama sekali tidak menua!"
Si Murai yang selalu bernyanyi riuh rendah, tetap terbang selincah dulu dari dahan ke dahan.
Bahkan Unicorn putih tunggangan pangeran Elf dari negri cahaya, masih segagah pertama kali aku bertemu.
Apakah aku terjebak di dunia ini seperti Alice di wonderland?
Jawabnya, "Tidak!"
Aku hanya merasa gundah gulana di dunia nyata. Hiruk pikuk masalah dan orang yang saling sikut tanpa ampun, membuatku jengah.
Bersama para sahabat mungil dan ajaib itu, aku membersihkan debu-debu polusi yang terus menghampiri. Dan mempertahankan kemurnian jiwaku dari gerogotan keserakahan dunia nyata.
Itu sebabnya dunia rahasia itu tetap ku jaga. Memandang selesa adiwarna swastamita, tanpa perlu healing ke pantai atau hiking ke puncak gunung.
Jadi, siapa bilang dunia rahasia itu buruk jika dipertahankan setelah dewasa? Karena nyatanya setiap kembali ke sini, aku merasa sangat hidup.
End.
Nama pena: Seruling Emas