Aku yang kere di dunia nyata, malah menjadi si bos perlengkapan top di dalam dunia game, suatu hari aku terbangun di kota utama dengan perlengkapan top ....
"Engh!" Aku melenguh panjang diikuti lidahku yang berdesis sesaat setelah merasakan sekujur tubuhku nyeri. Rasa sakit itu menjalar ke seluruh bagian tubuh hingga membuat seluruh otot terasa lemas.
Trang!
Bunyi besi beradu mengusik telinga, kubuka kelopak mata meski terasa berat. Riuh rendah suara manusia ikut menjejali runguku, mengganggu tidur siangku yang singkat. Pening mendera kepala disaat kelopak mata terbuka. Hutan belantara menyambut netra, kutatap langit yang sedikit berbeda dengan seperti yang biasa aku lihat.
Aku terperangah, gegas beranjak duduk dan melilau ke segala arah. Astaga! Di mana ini! Hutan ini dipenuhi pepohonan yang berusia ratusan tahun. Bagaimana tidak? Semua pepohonan di dalam hutan tersebut begitu tinggi menjulang, batang-batangnya besar dan berlumut. Belum lagi akar-akar yang menjuntai menyentuh bumi, astaga! Apakah aku masuk ke dunia zaman dulu?
Tidak!
Bunyi besi beradu bercampur teriakan sekelompok manusia di kejauhan, membuat rasa penasaran dalam hatiku bangkit seketika. Aku perlu tahu di mana dan apa yang terjadi. Kukayuh langkah meski tertatih mendekati sebuah itik cahaya yang merupakan jalan keluar dari hutan ini.
Mataku membeliak melihat lapangan luas di pinggir hutan yang menjadi medan tempur. Pantas saja begitu ricuh, ternyata sedang terjadi sebuah perang tak jauh dari hutan.
"Tunggu dulu! Kenapa rasanya suasana seperti ini tidak asing ...." Aku bergumam lirih sembari menatap kepulan debu yang diterbangkan para prajurit itu.
Sebuah suara aneh muncul, diikuti sesosok makhluk raksasa yang menyembul dari balik debu. Kuteguk ludah basi, kuangkat kedua tangan disaat sebuah angin kencang menerjang wajah.
Kubuka tangan kembali, menatap kembali medan tempur tersebut memastikan aku tidak salah mengingat.
"Tidak salah lagi, ini adalah dunia game warrior. Sebuah permainan yang sering aku tonton di ponsel Rio, tapi tak pernah diberi kesempatan untuk langsung memainkannya." Aku memekik kegirangan.
Permainan Warrior adalah sebuah game di mana seharusnya seorang Dewa Perang muncul bersama pasukannya dari dunia lain. Berperang melawan monster mengambil alih kuasa suatu kerajaan dan mendapatkan anugerah.
"Tapi di mana sang Dewa Perang? Kenapa dia tidak di sini?" Aku yang berjongkok kembali bangkit berdiri, melongok ke lapangan mencari sosok Dewa Perang. Rasanya aku ingin meminta tanda tangannya dan akan aku tunjukkan pada Rio bahwa aku benar-benar bertemu dengannya.
"Ah, sial! Seandainya akulah sang Dewa Perang itu, aku akan bertempur dengan monster jahat itu dan mengambil benda berharga miliknya." Aku terkekeh, lantas mengingat kembali saat Rio memainkan game ini.
"Hanya tinggal menekan tombol 'aktifkan!' menjadi sebuah perintah, maka mood perang akan diaktifkan dan muncullah sosok Dewa Perang." Begitu yang aku ingat.
"Mood tempur telah diaktifkan! Mood tempur telah diaktifkan!"
Sebuah suara wanita tanpa wujud sukses membuatku tersentak kaget. Kutengadahkan wajah menatap langit mencari sosok yang berbicara tadi. Sayang, tak ada siapapun di sana.
Tak lama, bumi yang kupijak berguncang, angin kencang bertiup menerbangkan debu dan dedaunan yang berputar membentuk sebuah tornado.
"Sang Dewa Perang tiba!"
"Dewa Perang tiba!"
Teriakan demi teriakan menggema di dalam angin yang berputar. Sesuatu mengendalikan tubuhku, kedua tangan terbentang lebar, kepala menengadah. Seluruh otot dalam tubuhku terasa menegang layaknya ditarik dari segala arah.
"Argh!" Tanpa sadar aku berteriak kuat, tapi bukan suaraku. Berikutnya, benda-benda asing dan aneh menempel memenuhi seluruh bagian tubuhku. Seperti besi-besi yang tertarik sebuah magnet raksasa menghantam tubuh. Teriakan yang kulakukan semakin kuat, sejenak menghentikan laju peperangan yang sedang terjadi.
"Hah~" Kuhela napas panjang usai rasa sakit itu hilang, penasaran apa yang terjadi padaku, kulirik seluruh tubuh dan kini telah dilapisi oleh sebuah jirah perang berwarna keemasan.
"I-ini ... tidak mungkin! Aku menjadi Dewa Perang!" pekikku girang sambil menatap kedua tangan yang kuangkat di depan wajah. Senyum kuterbitkan, saatnya berperang melawan monster tengil itu. Jika di dunia nyata aku tak dapat memainkannya, maka di sini aku menjadi sang Dewa Perang dan bertempur dengan raksasa kalajengking jelek itu.
"Bersiaplah, Warrior!" Kugerakkan tangan membentuk genggaman, muncullah senjata andalan yang ditakuti banyak musuh. Sebuah trisula milik raja air Utara yang didapatkan Dewa Perang saat menyerang kerajaan bawah air.
Angin menderu menyambut kedatanganku sebagai orang nomor satu dalam game tersebut yang tak terkalahkan oleh musuh. Kuayun langkah memasuki arena tempur, disaat itulah pasukanku muncul.
Berbagai macam makhluk yang berada di bawah kuasaku ikut memasuki arena tempur. Mereka adalah pasukanku dari berbagai dunia. Kali ini, aku akan melawan raja kalajengking dan pasti akan menguasai kerajaannya.
"Serang!" Kuacungkan trisula ke hadapan sambil memberikan perintah pada pasukan. Meski dengan nada rendah, tapi mereka menyambutnya dengan auman khas hewan yang menggema.
Sebuah perisai kepala menutup bagian wajahku, di sana raja kalajengking sudah pun menunggu.
"Tebas ekornya, maka dia akan menjadi lemah!" Itu yang aku tahu. Trisula di tangan kumainkan, sambil menyibak para pasukan musuh yang berupa manusia dan siluman. Trisula di tanganku memang tiada tandingan, sekali tebas ratusan siluman hangus terbakar.
Namun, siluman-siluman itu akan hidup kembali selama raja mereka masih bernapas. Suara sang raja melengking menyambut kedatanganku sekaligus mengintimidasi pasukan.
"Kau pikir aku akan takut, Raja Jelek!" Kuayunkan trisula, sebuah sinar keemasan muncul dan menghantam punggung kalajengking tersebut. Ia mengerang, tapi tak terjadi apapun pada tubuhnya.
"Waw! Benar-benar raja yang kuat! Aku merasa tertantang." Kualihkan serangan ke belakang tubuhnya. Binatang itu tentu saja tak ingin dikalahkan, ia terus menyerang dengan mengandalkan duri di ujung ekornya. Menusuk udara kosong karena sebagai Dewa Perang, tubuhku sangat terlatih dan gesit.
"Kau ingin melindungi ekormu, hah! Maka lindungilah dari trisulaku ini!" geramku sambil mengayunkan senjata itu tepat disaat ekor kalajengking mengarah padaku.
Bas!
Moncong ekor itu terputus, dan melayang di udara. Gegas kuangkat tubuh melayang demi mendapatkannya. Konon, duri raja kalajengking adalah senjata mematikan yang bisa digunakan saat perang.
Kutatap duri tersebut, perlahan berubah menjadi belati kecil yang tajam dan beracun. Aku menyeringai, lantas menyimpannya di bagian samping tubuh sebelum melanjutkan perang.
Raja kalajengking melemah, cairan bisa berwarna hijau pekat terus menyembur keluar dari ekor yang aku tebas. Lama kelamaan semakin sedikit dan habis. Kuayunkan trisula, kilatan keemasan muncul menghantam tubuhnya yang keras.
Kali ini, hancur berkeping-keping bersama seluruh pasukan siluman yang dia miliki musnah terbakar. Kutatap jasadnya, trisula di tanganku mampu membakar Monster sepertinya. Dan ....
Boom!
Tubuh raja kalajengking itu meledak menimbulkan api yang membumbung tinggi ke langit. Peperangan berakhir dan dimenangkan olehku sang Dewa Perang. Kubawa seluruh pasukan menduduki wilayah kerajaan dari monster kalajengking tersebut. Aku puas, jika di dunia nyata tidak bisa bermain, di sini akulah pemainnya.
Tapi ... tapi, bagaimana caraku kembali ke dunia nyata? Astaga!