“Sekalian sama punya Mas nya juga, Mba.” Zoya menyerobot pria yang berdiri di depan kasir karena tak juga membayar, pria itu terlihat mencari-caari dompetnya. Zoya memberikan uang pecahan seratus ribu pada kasir indoapril. “Nggak usah bilang makasih, Mas. Kembaliannya ambil aja, Mba. Kebetulan aku habis gajian.” Lanjutnya.
Lelaki yang minumannya dibayarkan oleh Zoya mengikutinya dan mensejajarkan jalannya, “makasih ya, kebetulan lagi nggak bawa receh. Boleh minta no rekeningnya? Nanti saya ganti uang kamu.”
“Ye... udah dibilangin nggak perlu bilang makasih kok Mas.” Zoya berhenti dan mengamati penampilan lelaki yang berdiri di sampingnya. Cukup tampan, tapi berantakan.
“Usaha Mas nya baru aja bangkrut apa gimana? Sampe acak kadul kayak gitu.” Zoya mengomentari penampilan Ridwan.
“Aku ikut prihatin liatinnya, Mas. Tetep semangat yah Mas jangan sampe bundir!” ucapnya kemudian berlalu pergi ke halte bus terdekat.
Ck! Ridwan menyugar rambutnya kasar. “Bangkrut? Astaga.” Batinnya menertawakan dirinya sendiri yang malam tadi baru saja memutuskan kekasihnya yang kedapatan selingkuh. Sekacau itukah dirinya sampai dianggap hampir bundir.
Ridwan merogoh ponselnya dan menghubungi supir supaya menjemputnya. Dia ikut duduk di sebelah Zoya, gadis yang sudah membayarkan kopinya.
“Mas nya kok malah ngikutin aku sih? Udah Mas nggak usah sungkan, itu kopi cuma sepuluh ribu nggak usah diganti. Itung-itung aku bagi-bagi rejeki abis nerima gaji pertama kemaren.” Tutur Zoya.
“Tapi kalo Mas nya maksa yah boleh deh diganti, tapi jangan sama uang. Ini kartu nama aku, kalo ada saudara Mas yang butuh peralatan rumah tangga seperti piring, botol, gelas dan sebagainya silahkan hubungi aku aja.” Sebelum Ridwan menjawab Zoya sudah memberikan kartu namanya dan buru-buru naik ke bus yang sudah datang. Jiwa marketingnya memang super, nggak bisa liat mangsa dikit langsung promo. Kan lumayan kalo penualan produknya naik, bonus yang ia dapat sebagai staf marketing juga bertambah.
“Mas, jangan lupa yah tinggal telpon aja kalo mau beli.” Zoya meletakan tangannya di telinga sebagai kode karena takut lelaki itu tak mendengarnya yang sudah berada di bus.
Tiba di kantor, Zoya dengan ramah menyapa senior-seniornya. Mereka semua sangat baik dan membimbing dirinya hingga kerasan kerja di perusahan ini meski tiap bulan harus kejar target penjualan.
Siang harinya setelah selesai rapat dengan tim marketing, Zoya dan rekannya berjalan ke kantin untuk memberi makan cacing-cacingnya yang mulai demo.
“Eh bentar, Sil. Kok itu si Mas nya malah nyusulin kesini sih? Kan udah gue bilang kalo mau beli tinggal telpon aja. Tungguin bentar ya.” Zoya berlalu menghampiri Ridwan yang berada di lobi, lelaki itu sedang berbicara lewat ponsel yang menempel di telinganya.
“Mas!” Sapa Zoya, “kan udah aku bilang kalo ada yang mau beli produk perusahaan aku tinggal telpon aja. Mas nya kok malah repot-repot kesini.” Lanjutnya.
Ridwan hanya tersenyum sambil menatap name tag yang menggantung di leher gadis yang kini berdiri di hadapannya.
“Zoya Vivantie, staf marketing.” Rendra mengejanya.
“Iya, Mas. Aku staf marketing disini. Jadi Mas nya mau pesen produk apa aja?” tanya Zoya.
“Zoya, mba kira kamu udah ke kantin duluan sama Sisil, kok malah disini?” Sapa Rika, manager marketing.
“Iya barusan mau otw kantin malah ketemu-“
“Maaf Pak, ini staf saya. Mari saya antar ke ruangan bapak.” Ucap Rika.
“Bapak?”
“Oh kamu belum tau yah, Zoy? Ini Pak Ridwan, direktur baru kita. Anaknya Pak Darmawan, mulai hari ini perusahaan di pimpin Pak Ridwan. Kan mba udah ngasih tau kamu kalo kita aka kedatangan bos baru.” Jelas Rika.
“Heh? Gitu yah...” Zoya hanya bisa tersenyum canggung. “mam pus gue! Bos baru malah gue kira mau bundir tadi pagi. Mana pake ngatain bangkrut segala.” Batin Zoya.
Ridwan menahan tawa melihat ekpresi karyawannya, “setelah jam istirahat temui saya diruangan. Saya mau pesan panci.” Ledeknya.
“Hehe Mas nya... Eh bapak maksudnya, bisa aja. Maaf Pak soal yang tadi pagi, saya kan nggak tau.”
Setelah menemui Ridwan siang itu, hari-hari kerja Zoya berikutnya tak pernah tenang. Bos barunya selalu mondar-mandir di sekitarnya, berbeda jauh dengan direktur sebelumnya. Dengan direktur sebelumnya yang notabenenya adalah ayah Rendra mereka tak sering bertemu, paling sering hanya sebulan dua kali itu pun saat rapat penjualan. Tapi anaknya? Nyaris sehari dua kali mendatangi ruang kerja Zoya.
Minggu lalu tiba-tiba Zoya kena tegur hanya karena pergi ke outlet dengan karyawan laki-laki, tak masuk akal. Tapi sebagai karyawan Zoya dengan sabar meminta maaf dari pada di pecat, dia kan baru dua bulan kerja, ditambah untuk masuk ke perusahaan ini tak mudah.
“Mulai besok kalau ada pekerjaan lapangan pergi sama saya!”
“Tapi Pak biasanya direktur nggak ngurusin masalah di lapangan. Nanti saya sama Mba Rika lapor ke Bapak.” Ucap Zoya.
“Disini bosnya siapa?”
“Bapak.” Jawab Zoya.
“Ya sudah tinggal nurut aja, protes mulu.” Ucap Ridwan.
“Baik, Pak.”
“Sama satu lagi...”
“Apa Pak?” tanya Zoya.
“Jadi istri saya!”
“What?” teriak Zoya.
“Saya tidak menerima penolakan! Ayah dan ibu kamu di kampung juga sudah setuju, begitu juga dengan keluarga saya. Papi saya bahkan langsung setuju saat saya mengajukan kamu sebagai calon menantunya. Sekarang orang tua kamu sedang dalam perjalanan, besok kita nikah!”
“What?” Zoya makin mengerjapkan matanya bingung sekaligus tak percaya.
Keesokan harinya saat bangun pagi Zoya terkekeh sendiri di kamar kost nya dengan rambut yang acak kadul belum di sisir. Dia yakin betul jika bos nya itu tak serius soal pernikahan, buktinya sampai detik ini keluarganya dari kampung belum menampakan diri, bahakan nomor mereka pun tak bisa dihubungi.
“Dasar bos gila!” makinya kemudian beranjak ke kamar mandi. Namun belum sempat ia masuk ke kamar mandi ketukan pintu di depan membuatnya mengurungkan niat untuk menyegarkan diri.
“Pasti bu kost mau nagih nih.” Ucapnya lirih, dia mengambil dompet dan mengambil uang satu juta rupiah.
“Seperti biasa lancar bu, eh-“ Zoya tercengang melihat dua orang lelaki dan satu orang wanita berpakaian rapi berdiri di depan kamarnya.
Mereka membawa Zoya ke salon dan merubahnya secantik putri. Zoya begitu tercengang saat ketiga orang itu membawanya masuk ballroom hotel yang penuhi dengan hiasan bunga putih, terlihat sangat mewah. Semua anggota keluargnya ada di sana dengan seorang lelaki yang kian terlihat tampan dengan jas putih yang ia kenakan. Ridwan bos pemaksa yang hari ini benar-benar menikahinya.
“Selamat datang Nyonya Ridwan.” Ucap bos yang sudah sah menjadi suaminya.
Enam bulan berlalu setelah pernikahan mereka, Zoya sudah mengandung penerus direktur gila yang menikahinya. Gila? Ya gila karena lelaki yang pernah ia anggap akan bunuh diri karena bangkrut berhasil membuat hidupnya berubah seratus persen, mencintainya sepenuh hati dan menjadikan Zoya wanita paling istimewa di dunianya.
“Ridwan, lelaki rupawan yang menyandang nama malaikat penjaga pintu surga. Bos yang kini jadi suamiku. Lelaki hebat yang mendedikasikan hidupnya untuk membahagiakanku.”
.
.
.
Hai Salken dari aku.
Gimana-gimana pengen punya bos kayak Ridwan juga nggak?
Follow akun aku yuk! Cerpen ini bakal aku jadiin novel saat karyaku yang sekarang masih on going selesai.
Jangan lup abaca juga karya-karya aku yang lain.
JODOH DARI GC
RETROUVAILLES
POSSESSIVE LEADER
ALWAYS LOVING U
tinggalin jejak like sama komennya jangan lupa!!