🙋♂️ Kang Tape Uli 🙋
~•Happy Reading•~
Kami tinggal di perumahan yang cukup padat. Ada tiga puluh rumah di setiap gang. Jalan di depan rumah kami hanya bisa dilewati oleh satu mobil. Sehingga penghuninya tidak bisa memarkir mobil di depan rumah. Jadi kalau mau punya mobil, harus punya garasi.
Di perumahan seperti tempat kami, memiliki banyak cerita yang terjadi setiap hari. Ada yang sedih, gembira, bahkan lucu dan menggemaskan.
Ada banyak cerita di dalam rumah, ada juga dengan tetangga atau dengan orang yang datang dan pergi sebagai penyewa rumah di gang kami.
Tapi kali ini aku mau bercerita tentang pedagang keliling yang setiap hari lewat di depan rumah kami. Karena setiap hari mereka berkeliling di kompleks kami untuk menjajakan dagangan mereka.
Dari sebelum kami bangun tidur sampai sudah tidur, banyak pedagang yang melewati depan rumah untuk menarwarkan dagangan mereka.
Sehingga orang seperti kami yang tidak terlalu sering masak di rumah, sudah hapal. Mana nasi goreng yang enak, sate yang enak bahkan burger yang enak atau makanan lainnya yang enak.
Kami sudah hafal, jam berap tukang nasi goreng yang enak lewat. Jam berapa bubur ayam lewat, sampai gado-gado atau bakso yang enak lewat. Kami juga hapal bunyi ketokan nasi goreng, sate, bakso dan lainnya.
Saya tidak akan menceritakan tentang semua masakan tukang dagangan yang enak-enak itu. Tetapi saya akan menceritakan tentang 'Kang Tape Uli.'
Biasanya pagi menjelang siang sampai sore, Kang tape akan menawarkan dagangannya. Tetapi beberapa waktu belakangan ini, agak membingungkan karena Kang tape berjualan tidak pada waktu biasanya.
Dia berjualan pada malam hari, saat kami semua sudah pulang ke rumah. Yang menjadi perhatian kami, karena penjual tape memperdagangkan jualannya dengan berteriak menggoda pendengar .
Dia selalu berteriak, menyebut jualannya. Seperti tukang sayur, akan berteriak. Yuuurrr... yuuurrr... Kami sudah tau, itu tukang sayur.
Begitu juga dengan tukang tape, akan berteriak Peeee... tapeeee... Kami sudah tau, itu tukang tape yang lewat.
Kalau tukang tape yang sekarang berjualan pada malam hari, sangatlah kocak. Dari mulai masuk gang kami, dia akan berteriak: "Tapeee... uliiii... tapeee... ulliiii..."
Makin mendekati rumah kami (rumah kami berada dibagian tengah), orang tersebut akan berteriak lebih keras.
Tapeee... uliiii... tapeee... ulliiii... sudaaaa capeee... ngga ada yang beliii... Itu dilakulan berulangkali, tapi makin pelan sampai ke ujung gang.
Ketika besoknya terulang lagi, aku dan adikku jadi penasaran. Kami mengintip dari balik jendela, karena pingin tahu siapa orangnya yang sangat kocak berjualan tape di malam hari itu.
Tetapi kami tidak bisa melihat wajah tukang tapenya, karena agak tertutup topi yang dipakainya. Tetapi dari cara berjalan dan suaranya, menunjukan orangnya masih muda.
Adikku yang suka iseng, keesokan harinya sudah menunggunya lewat di depan rumah. Dia duduk di kursi dekat jendela ruang tamu sambil sesekali mengintip ke jalan.
Ketika terdengar sayup-sayup suara tukang tape, adikku menarik tanganku untuk duduk di dekatnya.
"Tapeee... uliiii... tapeee... ulliiii..." Sayup-sayup terdengar dari jauh.
"Tapeee... uliiii... tapeee... ulliiii... Sudaaaa capeee... ngga ada yang beliii..." Teriak tukang tape dengan suara yang makin keras, saat mendekati depan rumah kami.
"Yaaaa... sudaaaa... makan sendiriii..." Teriak adikku, membalas teriakan Kang tape.
"Ayooo... mari dibeliii..." Balas tukang tape dengan suara keras.
"Yaaaa... sudaaaa... mari siniiii..." Balas adikku, tidak kalah keras juga.
"Yaaaa... sudaaaa... harus pergiiii..." Balas tukang tape dan berjalan menjauh.
Adikku tertawa dan aku ikut tertawa, karena sudah menahan ketawa dari tadi. Kedua orang tua kami yang mengetahui apa yang kami lakukan, langsung memukul kami dengan bantal.
Diam-diam mereka mendengar teriakan adikku dengan Kang tape. Mereka memukul kami, tetapi juga ikut tertawa. "Kalian itu, bukan bantuin orangnya, tapi mala diledekin." Ucap Mamaku, setelah berhenti memukul kami dengan bantal.
"Yaaa, Mama. Tadi kalau orangnya datang, kami sudah siap membeli. Tapi orangnya tidak berhenti, mala menjauh." Jawab adikku, membela diri. Ternyata dia memang sudah menyiapkan uang, jika Kang tape berhenti.
Hal yang sama terulang setiap malam. Membuat tetangga rumahku ikut tertawa ketika bercerita keesokan paginya saat kami sedang menyapuh depan rumah.
Itu sudah menjadi kebiasaan bagi adikku untuk menunggu Kang tape untuk membuat drama seperempat babak setiap malam. Dia telah menyiapkan semua kemungkinan.
Seperti malam ini, dari jauh sudah terdengar suaranya sayup-sayup. Adikku sudah duduk di tempat biasanya, di dekat jendela. Dari jauh terdengar: Tapeeee... uliiii... tapeeee... ulliiiii..." Makin mendekati rumah kami, orangnya sepertinya sengaja.
"Tapeeee... uliiii... tapeee... ulliiiii... yang cape, diunyi-unyiiii..." Teriak Kang Tape.
"Yaaa... mari kemari, nyiiiilll..." Balas adikku, tidak mau kalah ketika Kang tape ganti topik.
"Ogaaa... sama suka sembunyiiii..." Balas Kang tape sambil berjalan, tetapi tidak mau kalah juga.
"Ini kami datang jangan lariiiiii..." Balas adikku dan hendak membuka pintu untuk keluar. Tetapi aku menarik tangannya, hingga jatuh terduduk di kursi lagi.
Kedua orang tuaku hanya bisa menggeleng kepalanya sambil tersenyum. Melihat apa yang kami lakukan.
Serelah malam itu, malam berikutnya Kang tape tidak terdengar suaranya menawarkan tape ulinya. Begitu pun dengan malam berikutnya juga tidak terdengar suaranya lagi. Adikku merasa heran dan berpikir, apakah Kang tape ulinya sakit atau tidak berjualan lagi.
Keesokan paginya adalah akhir pekan. Sehingga tugas kami untuk membersihkan depan rumah, teras, menyiram tanaman dan bunga-bunga Mama.
"Ade Tia, ngga kangen sama Kang tape uli?" Tanya tetangga sebelah rumah sambil tersenyum, melihat adikku lagi membersihkan teras.
"Hehehe... Tante bisa aja." Ucap Adikku sambil tertawa.
"Eeehh, Adik Tia sudah tau belum?" Tanya tetangga lagi sambil berjalan mendekati depan rumah kami.
"Tau tentang apa, Tante?" Adikku balik bertanya, dan sepertinya akan terjadi drama gosip tigaperempat babak.
"Itu Tia, dua malam yang lalu ada terjadi penangkapan di rumah ujung gang. Anaknya yang laki-laki ketangkap jualan shabu." Ucap tetangga, serius.
"Oooh... Benarkah? Tante tau dari mana?" Tanya adikku untuk meyakinkannya.
"Om yang bilang, karena diminta jadi saksi oleh Polisi waktu penangkapan. Om kan Rt di sini, jadi harus ikut." Cerita tetangga lagi.
"Waaah... ternyata gang kita yang kecil ini seperti rawit, ya. Pedaaasss..." Ucap adikku, menanggapi cerita tetangga.
"Ada lebih pedaaasss lagi dan adik Tia harus tau akhirnya." Ucap tetangga, bikin penasaran. Bukan saja adikku, tetapi aku juga yang diam-diam ikut menguping drama gosip mereka.
"Apa itu, Tante. Jangan bikin penasaran dong, kaya drakor saja." Ucap adikku yang suka nonton drakor.
"Ternyata Kang tape uli kesayangan Tia itu adalah Intel. Beliau ikut dalam aksi penangkapan itu." Ucap tetangga bersemangat, membuat kami terkejut dan melongo.
"Astagaaa... pantesan orangnya ngga niat jualan. Untung gue ngga diciduk, karena berbalas kata." Ucap adikku, lalu menutup mulut dengan kedua tangannya.
Inilah sepenggal kisah di antara hari-hari yang tidak membosankan hidup di suatu perumahan yang lumayan padat.
👉🏻Untuk Kang Tape Uli kesayangan adikku, selamat bertugas dimanapun berada. Mungkin di lain tempat akan menjadi Kang Bakso kesayangan. 🤭😍
♡•~Harap like, komen, ya. Makasih~•♡