Siapakah cinta pertama mu? Cinta pertamaku teman semasa sekolah dasar dulu, konyol memang kedengarannya tapi begitulah adanya. Kami satu kelas, dari kelas satu sampai kelas enam selalu sekelas. Perasaan tumbuh bermula karena di jodoh-jodohkan teman sekelas, postur tubuh yang sama-sama tinggi, prestasi akademik yang hampir sama, membuat teman-teman memjodohkan kami.
Dimata ku Dia sosok yang humble, pembawaannya lebih dewasa dari teman-teman sekelas, tak heran guru selalu memilihnya jadi ketua kelas selama masa kami belajar enam tahun.
Pada jaman Aku sekolah dulu, perasaan suka sama lawan jenis itu malu jika sampai ketahuan sama yang lain, meskipun sama orang terdekat, Aku tak pernah bilang tentang perasaanku ini. Kami sama-sama malu, meminimalkan interaksi karena jika kami ketahuan ngobrol, pasti jadi bahan ledekan teman satu kelas.
Tapi beberapa kali guru malah memasangkan kami dalam tugas kelompok, saat itu senang bisa satu kelompok, tapi merasa malu juga.
Pernah waktu kelas enam, dia berniat memberi coklat melalui temannya, dasar saking groginya malah saya tolak pemberiannya, bilang kalau saya ga suka coklat, padahal semua teman kelas tahu saya penggemar coklat. Menyesal kemudian.
Masa belajar enam tahun selesai, kami pun berpisah, karena kami meneruskan di sekolah yang berbeda, tapi perasaan untuknya masih tetap sama.
Tak pernah terdengar lagi kabar tentangnya. Suatu hari saat bermain di rumah sahabatku, yang kebetulan rumahnya dekat dengan sekolah dia, terlihat dia melintas, hanya melihat saja sudah bikin jantung deg-degan, rasa itu masih ada.
Tahun berganti, tak pernah ada sekalipun komunikasi dengannya, jaman dulu komunikasi belum secanggih saat ini, paling keren saling berbalas surat, kan malu jika harus mengirim surat duluan.
Saat itu belum tahu bagaimana perasaannya terhadapku, Aku selalu berpikir jika ini hanya cinta bertepuk sebelah tangan, cinta sepihak, jadi jika menyatakan duluan malu, apalagi kalau sampai di tolak.
Saat itu kelas 1 SMA, tak sengaja, Aku satu angkot dengannya, mungkin dia tak menyadari karena posisiku d belakang, keadaan angkot penuh, dia duduk d kursi cadangan belakang supir, Aku yang melihatnya tak karuan, senyum-senyum sendiri merasa senang bertemu, tapi ga berani nyapa, karena angkot penuh sesak.
Rasa itu masih ada, debaran itu masih ada. Entah mengapa sejak pertemuan tak sengaja itu, semangat belajarku meningkat, sampai rangking kelas pun naik.
Tahun berganti, setelah lulus SMA, ku melanjutkan sekolah di kota Bandung, meskipun tak pernah bertemu, tak ada komunikasi, Aku masih mengingatnya. Pernah kabar mampir tentang nya, jika dia pun meneruskan sekolahnya di Bandung, tapi takdir memang tak berpihak pada kami, tak pernah sekalipun kami bertemu.
Pernah kepikiran, jika saat pulang Aku bertemu dengannya, Aku akan menyatakan perasaanku padanya. Harapanku terkabul, saat mampir untuk shalat dzuhur d mesjid agung, tak sengaja mata melihat dia tengah duduk bersama teman-temannya, mungkin kah ini jawaban atas do'a-do'a ku?
Tapi nyatanya rasa malu masih mendominasi, tak berani untuk menyatakan perasaan. Aku pun berlalu, tanpa menyapa dirinya.
Kami sepertinya memang tak berjodoh, setelahnya Aku bertekad melupakan rasa ini untuknya, apalagi ada seorang laki-laki serius yang berniat meminangku, Aku memang selalu ingin menikah muda.
Usia 21 tahun aku menikah, baru seminggu menikah, masuk email darinya, entah dari mana dia mendapat alamat emailku, dia kaget ternyata aku sudah menikah.
Bolehkah aku geer jika dia pun memiliki rasa yang sama, dan menghubungi karena ada maksud baik, tapi sayang nya semua sudah terlambat.
Suatu hari ada undangan grup alumni darinya, karena ada rencana kami akan mengadakan reuni. Dari sana Aku baru tahu ternyata dia memiliki rasa yang sama denganku sejak dulu, tapi tak memiliki keberanian juga untuk menyatakan, saat keberanian itu ada, semuanya sudah terlambat.
Saat Aku melahirkan anak kedua, dia menikah, dia mengundang agar aku bisa hadir, tapi dengan alasan tak bisa meninggalkan anakku yang masih bayi, aku memilih tak hadir.
Sekarang insya Alloh kami sudah bahagia dengan pasangan kami masing-masing. Rasa ini kami kubur dan semoga tak bisa dibangkitkan lagi.