"CEPAT BUANG WANITA INI KE LAUT ES!"
Seorang pria memprovokasi para warga untuk membuang Ayeza ke dalam lautan es yang membeku. Mereka telah memilih Ayeza untuk ditujukan persembahan agar es segera mencair.
Byur ...
Tubuh Ayeza yang tidak sadarkan diri dengan mudah jatuh ke dalam lautan es. Semakin lama semakin dingin dan gelap.
Pikiran Ayeza masih berjalan walaupun tidak dapat menggerakkan badan. "Kalau karena es aku mati, tidak bisakah es membalas ku?"
"TIDAK! AKU TIDAK MAU! AKU BELUM SIAP MATI!"
Mata Azeya terbuka, iris matanya cemerlang. Tubuhnya semakin lama pucat memutih, bahkan rambut dan iris matanya memutih. Dengan cepat Ayeza keluar dari permukaan lautan.
Ketika melihat warga berpesta dengan minuman. Ayeza menghembuskan napas sehingga butiran-butiran salju berubah menjadi kristal-kristal es yang tajam. Seperti tsunami, kristal itu menerjang para warga. Salju di desa terkena tumpahan darah. Ayeza pergi meninggalkan desanya.
Setelahnya, langit semakin lama gelap dan suhu dapat dirasakan dingin. Dingin yang mencekam. Yang menerjang hingga ke seluruh dunia. Semua orang bertanya-tanya apa yang terjadi?
Puluhan tahun berlalu, ekspedisi terus dilakukan untuk mencari penyebab salju tidak pernah mencair. Hingga akhirnya ditemukan di benua Ayeza sekarang tinggal setengah ratusan tahun lamanya berlalu.
Utopia yaitu seorang pria yang sendirian dengan gemetar berjalan di atas tanah bersalju. Dia bertemu Istana Ayeza.
Ayeza menatap pria itu dari balik jendela. Bibir pucat yang telah lama menutup seperti membeku akhirnya terbuka mengucapkan suara. "Seseorang datang. "
Utopia masuk ke dalam istana. Alangkah terkejutnya melihat betapa indahnya istana itu. Utopia semakin terkejut ketika bertemu Ayeza, seperti malaikat yang jatuh dari langit. Utopia bertanya kepada Ayeza, "bisakah sementara aku tinggal di sini?"
Berminggu-minggu berlalu, Utopia semakin mengenal Ayeza. Bagaimana latar belakang Ayeza, hidupnya yang abadi hingga penyebab es belum mencair dapat diketahui.
Ayeza pernah mengatakan pada Utopia, "Aku ingin kebebasan."
Utopia mencoba menggenggam tangan wanita itu yang pucat serta dingin, "aku akan menolong mu. "
Sejak saat itu, Utopia pergi meninggalkan Ayeza yang sendirian di istana. Ayeza tidak pernah mengharap apa pun dari Utopia.
Namun, Utopia kembali. Jantungnya berdetak tidak karuan saat Ayeza menyambutnya penuh senyuman di pintu istana.
"Walaupun dirinya sedingin es tapi senyumannya seperti matahari cerah." pikir Utopia
Utopia semakin mendekati Ayeza. Dan setelahnya...
Darah keluar dari perut Ayeza. Utopia telah menusuk perut Ayeza dengan sebilah pedang yang tajam. Dia menopang tubuh Ayeza agar tidak terjatuh ke lantai.
Utopia cemberut melihat Ayeza yang masih tersenyum di saat-saat terakhirnya. Utopia merapikan rambut putih Ayeza yang menutupi wajah cantik itu. "Semuanya sudah berakhir Ayeza."
Utopia melanjutkan. "Sebagai Pangeran Utopia telah membebaskan dunia dari dinginnya es dengan pedang suci. Sekarang dunia dapat kembali bersinar Ayeza."
Utopia mencium kening Ayeza, mata Ayeza telah tertutup rapat namun ada setetes air mata yang turun ke lantai hingga lantai es itu sedikit mencair.
"Semoga kita semua dapat bahagia, Ayeza." Ucap Utopia kepada tubuh dingin Ayeza.