Namaku Jaka, laki-laki tampan nan rupawan anak dari pasangan emak bernama Ibu Rukmini dan Bapak bernama Asmawi juragan empang di kampung rawa lumbu. Ketampananku sudah tersohor di penjuru kampung dan sering membuat para gadis tergila-gila padaku. Namun entah mengapa tak ada satupun yang cocok dan nyantol di hatiku.
"Jaka, dari pada kamu diam saja di rumah mending bantuin bapakmu sana ngurus empang. Kagak kasihan apa sama bapak mu yang semakin tua ngurus empang sendirian?" oceh emak pagi-pagi membuat selera ngopi ku menghilang.
"Ntar dulu ngapa, Mak. Jaka kan lagi ngopi ini. Lagian bapak kan udah ada Mang Ujang yang bantuin." jawabku sekenanya.
"Kamu ya, tiap kali emak ngomong selalu di bantah. Heran emak sama cewek-cewek di kampung ini, bisa-bisa nya mereka tegila-gila sama kamu yang malesnya kebangetan." cerocos emak seperti petasan renceng di acara kawinan.
"Etdah, Maaakkk ... Emak kagak lihat apa kalau Jaka gantengnya kebangetan ? Ya wajar kali kalau cewek pada klepek-klepek tiap liat Jaka." jawabku sambil.menyeruput kopi panas di gelas gagang besar.
Plettaaakkk ...
"Aaawww ... sakit, Mak." seketika Jaka berteriak memegang kepalanya saat centong kayu mendarat tepat sasaran.
"Rasain, makanya kalau emak ngomong gak usah di bantah." emak sepertinya sudah mulai emosi.
"Iya, iya, Mak. Jaka ke empang sekarang." akhirnya Jaka ngeloyor pergi.
~~~~~~~~~~~
Sambil bersiul bersenandung ria Jaka pergi menuju empang untuk menemui Bapak Asmawi, bapaknya Jaka.
"Pak." panggil Jaka pada bapak-bapak tua yang sedang asyik nyedot cerutu di mulutnya sambil tangan satunya memilin kumis yang tebal dan mulai memutih.
"Ngapain kesini?" tanya Pak Asmawi pada Jaka.
"Lah, tadi emak yang nyuruh Jaka bantuin bapak disini." jawab Jaka pada bapaknya.
"Lagian apa yang bisa kamu bantu, Jaka? Emang kamu bisa bantuin bapak?" tanya bapak kepada Jaka.
"Hehehehehe ... ya enggak sih. Yang penting Jaka kesini dulu aja, Pak. Timbang dirumah kena omel mulu sama emak." jawab Jaka sambil mengelus-elus kepalanya yang sedikit benjol.
"Ngomong-ngomong itu kenapa kepala? Roman-romannya kok gede sebelah?" tanya Pak Asmawi sambil memencet kepala Jaka.
"Aawww ... sakit, Pak. Ini kena jurus emak." jawab Jaka sambil nyengir.
Jaka menikmati angin pagi bersama Pak Asmawi dan Mang Ujang di gubug yang di buat tak jauh dari empang. Biasanya gubug itu digunakan oleh Mang Ujang untuk berjaga-jaga siang malam saat musim panen ikan sebentar lagi. Karena di khawatirkan ada pencuri yang memanen ikan-ikan tersebut tanpa sepengetahuan pemilik empang.
"Kapan panen, Pak?" tanya Jaka pada bapaknya.
"Dua minggu lagi. Mau apa nanya-nanya?" tanya pak Asmawi.
"Nanya doang, Pak. Kali aja kecipratan rejeki." jawab Jaka nyengir.
Plettaaakkk ... lagi-lagi kepala Jaka kena jurus, kali ini dari Bapaknya.
"Sakit, Pak. Kenapa sih Bapak sama emak hobi banget mukulin kepala Jaka? Pantas saja Jaka kagak bisa jadi anak pintar." jawab Jaka sambil mengelus-elus kepalanya yang masih benjol.
~~~~~~~~~~~~~
Sore hari Jaka lebih memilih jalan memutar untuk pulang kerumah. Ia memilih jalan yang lebih jauh untuk mencari udara segar. Sekalian cuci mata pikirnya. Jaka merasa sangat bosan setiap hari di rumah hanya bersama emak bapaknya saja.
"Mau kemana, Mas?" tiba-tiba terdengar suara seseorang memanggil. Jaka menghentikan langkahnya.
"Waaahh ... suara cewek tuh. Roman-romannya cewek cakep nih. Dari suaranya aja udah ketahuan merdu banget." batin Jaka. Tak lama Jaka menoleh mencari asal suara tersebut.
"Eh, neng cantik. Kok sendirian aja?" tanya Jaka berbasa basi sambil menata rambut jambulnya.
"Ikh, abang. Ditanyain malah balik nanya." si cewek langsung pasang tampang cemberut.
"Ih si eneng, kalau cemberut makin cantik deh." rayu si Jaka sambil menoel pipi mulus cewek yang baru ia temui.
"Kok dingin, neng? Jangan-jangan kamu masuk angin?" ucap Jaka sesaat setelah menyentuh pipi gadis tadi.
Si gadis yang di rayu Jaka tersipu malu dan menundukan wajah menahan malu.
"Abang anter eneng pulang mau?" tanya Jaka menawarkan bantuan. Si gadis hanya mengangguk malu-malu.
"Dimana rumahnya?" tanya Jaka lagi. Sambil berlenggak lenggok si gadis cantik menunjuk ke arah depan dengan telunjuknya.
"Neng, jangan nunjuk. Disana kan makam. Pamali kata orang jaman dulu kalau nunjuk-nunjuk arah kuburan." ucap Jaka sambil menarik tangan si gadis.
"Namanya siapa?" tanya Jaka lembut.
"Ilana, bang." jawab gadis itu singkat. Keduanya berjalan beriringan perlahan. Suasana sore hari menjelang maghrib yang syahdu tak menyurutkan langkah Jaka untuk menemani Ilana menuju rumahnya. Berbagai rayuan maut Jaka kerahkan untuk mendapat perhatian Ilana, gadis ayu yang baru saja ia temui dan entah dari mana asalnya. Soalnya seingat Jaka saat tadi berjalan melewati tiang listrik tempat Ilana berdiri Jaka tak melihat satu orang pun berdiri disana.
"Ah, mungkin tadi mataku lagi buram." pikir si Jaka yang terus melangkah bersama Ilana.
"Mana rumahnya, Neng?" tanya Jaka setelah dirasa mereka sudah berjalan terlalu jauh.
"Disana, Bang." Ilana menunjuk ke sebuah rumah kecil mungil di bawah pohon bambu.
"Perasaan dulu aku sering lewat sini tapi gak pernah lihat ada rumah disitu." pikir Jaka sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Kenapa, bang?" tanya Ilana melihat Jaka yang seperti kebingungan.
"Ah enggak apa-apa, neng. Sejak kapan kamu tinggal disitu?" tanya Jaka kebingungan.
"Belum lama, bang. Baru seminggu yang lalu." jawab Ilana sambil bergaya lenggak lenggok.
"Sendirian?" tanya Jaka. Ilana mengangguk.
"Mampir, bang." tawar Ilana. Jaka merasa senang dengan tawaran Ilana. Dengan semangat kakinya melangkah kearah rumah Ilana. Di dalam rumah Ilana ternyata tak seperti yang terlihat dari luar. Di luar rumah Ilana tampak kecil dan sederhana, namun setelah Jaka masuk di dalamnya terlihat cukup luas dan bagus. Semua barang-barangnya tertata apik. Sepertinya Ilana gadis yang rajin. Setelah dirasa cukup Jaka berada di rumah Ilana, ia pun pamit untuk pulang.
"Hati-hati di jalan ya, Bang. Jangan menoleh kebelakang kalau pulang. Jangan hiraukan walau ada yang memanggil." pesan Ilana pada Jaka.
"Memangnya kenapa?" Jaka merasa heran. Ilana tersenyum dan menggeleng.
"Ikuti saja pesanku, bang." jawab Ilana sambil melambaikan tangan.
Seperti permintaan Ilana, gadis cantik yang akhirnya berhasil mencuri hati Jaka. Pria tampan yang ketampanannya sudah tersohor namun tak satupun gadis yang berhasil merebut hatinya. Namun berbeda dengan Ilana, gadis yang baru ia temui mampu membuat hatinya bergetar.
"Jaka ... bang Jaka ... " terdengar namanya di panggil oleh seseorang. Jaka menghentikan langkahnya. Baru saja ia ingin menoleh, tiba-tiba ia teringat dengan pesan Ilana "jangan menoleh kebelakang walaupun ada yang memanggil." Jaka memilih tak menghiraukan panggilan tersebut dan terus berjalan tanpa menoleh kebelakang.
Angin malam berhembus menembus rongga kulit Jaka membuat tengkuk merasa merinding. Jaka mempercepat langkah kakinya. Ia merasakan sesuatu yang aneh di sekitar tempat ini. Tadi sewaktu berjalan bersama Ilana jalan masuk kerumah Ilana tak sejauh jalan keluar yang sekarang Jaka lalui sendiri.
"Bang ... abang sombong ih." terdengar kembali suara memanggil namanya. Namun kali ini membuat Jaka ketakutan. Karena setelah di pikir-pikir siapa gadis malam-malam begini berkeliaran di tempat sepi seperti ini. Akhirnya Jaka mengambil langkah seribu. Setelah cukup jauh berlari akhirnya Jaka berhasil kembali ke rumahnya.
"Dari mana aja sih kamu, Jaka?" teriak Bu Rusmini di depan pintu sambil berkacak pinggang dan memegang centong kayu yang tadi pagi ia gunakan untuk melempar kepala Jaka.
"Ada jurig, Mak." jawab Jaka ngos-ngosan.
"Jurig apaan? Dimana?" tanya Bu Rukmini pada anaknya yang terlihat pucat.
"Itu disana." jawab Jaka sambil menunjuk-nunjuk arah belakang.
"Memangnya kamu dari mana?" tanya Bu Rukmini sebal.
"Tadi Jaka ketemu cewek, Mak. Cakep, putih, namanya Ilana." cerita Jaka pada emaknya sambil duduk di bangku teras.
"Ilana siapa?" tanya Bu Rukmini.
"Jaka juga kagak tahu, Mak. Katanya sih anak baru. Baru seminggu tinggal disana. Rumahnya di bawah pohon bambu." cerita Jaka bersemangat sambil tangannya mencomot pisang goreng di meja. Bapaknya hanya diam saja mendengar cerita anaknya Jaka. Dia lebih sibuk memilin kumis tebalnya dan menghisap cerutunya.
"Ngaco kamu, Ka. Mana ada rumah di bawah pohon bambu. Itu kan kuburan." kata emak dengan serius mendengarkan cerita anaknya yang semakin ngawur.
"Emak yang ngaco. Pokoknya Jaka mau kawin sama Ilana. Dia cantik, putih, seksi banget, mak. Body nya uuuhhh ... " Jaka mempraktekan badan Ilana yang sepertu gitar spanyol. Seketika melihat gaya Jaka bercerita membuat Pak Asmawi berdehem.
"Coba kenalkan dulu kesini. Jangan main asal minta kawin. Nanti kalau ternyata dia bini orang gimana ?" ucap Pak Asmawi.
"Enggak, Pak. Tadi Jaka main kerumahnya gk ada siapa-siapa disana." ucap Jaka mengelak.
"Kamu ya, baru kenal aja udah berani main kesana. Nanti apa kata orang?" ucap Bu Rukmini bersiap-siap memukul kembali kepala Jaka. Jaka dengan sigap bersembunyi di belakang badan bapaknya.
"Sudah-sudah. Besok bawa dia kesini. Kenalin sama emak dan bapak." kata Pak Asmawi.
"Siap, Pak." jawab Jaka bersemangat.
"Apa gak terlalu cepat, Pak. Baru juga kenal." ujar Bu Rusmini khawatir dengan anaknya.
"Kenalan dulu saja, dik." jawab Pak Asmawi pada istrinya.
~~~~~~~~~~~~~
Sore itu Jaka berniat mengunjungi rumah Ilana. Ia ingin menepati janjinya pada bapaknya untuk membawa Ilana kerumah. Tak sabar Jaka ingin memperkenalkan Ilana pada orang rumah.
"Neng, neng Ilana." Jaka berusaha memanggil nama Ilana sambil mengetuk pintu rumahnya yang terlihat sepi.
Bulu kuduk Jaka berdiri, seperti ada hawa dingin menelusup kedalam tengkuk lehernya. Jaka mengamati sekitar rumah Ilana yang nampak sepi dan suasana mencekam mampu membuat bulu kuduk Jaka berdiri.
"Cari apa, bang?" tiba-tiba suara yang sangat ia rindukan terdengar dadi belakang. Secepat kilat Jaka memutar tubuh untuk melihat sosok yang ia cari dari tadi.
"Eh, neng Ilana. Dari mana maghrib-maghrib begini? Pamali atuh neng jam segini keluar rumah." ucap Jaka dengan gaya ganjennya.
"Dari luar sana, bang. Abis Ilana bosan dirumah terus seharian." jawab Ilana dengan gaya berlenggak lenggok membuat gemas Jaka yang melihatnya.
"Oh kasian, coba panggil abang. Pasti abang temenin." ucap Jaka sambil menoel pipi Ilana yang tetap terasa dingin dan memiliki wajah putih pucat tersebut.
"Abang ngapain kesini?" tanya Ilana.
"Anu, neng. Itu, abang pengen ajak neng kerumah abang malam ini." jawab Jaka tanpa ragu-ragu.
"Kerumah abang? Ngapain, bang?" tanya Ilana datar.
"Abang pengen kenalin neng Ilana sama Bapak dan emak. Neng Ilana mau kan jadi istri abang?" tanya Jaka dengan mata berbinar-binar.
Ilana yang mendengar ucapan Jaka langsung menunduk hingga seluruh wajahnya tertutup poni yang memang di biarkan memanjang.
"Gimana, neng? Kok diem aja?" tanya Jaka sambil memegang pundak Ilana.
"Aneh, manusia kok bisa dingin banget begini sih badannya. Apa neng Ilana sakit ya?" gumam Jaka saat menyentuh tubuh Ilana.
"Eeemmm ... emangnya abang Jaka udah yakin mau nikah sama Ilana?" tanya Ilana malu-malu kucing.
"Yakin banget, neng. Abang yakin kalau neng Ilana jodoh abang." Jaka mencoba meyakinkan Ilana.
"Hihihihi ... baiklah, bang kalau begitu. Ayok kita kerumah abang." ajak Ilana bersemangat. Sejenak Jaka tertegun mendengar suara tawa Ilana. Bulu kuduk Jaka meremang. Namun tak di hiraukannya. Mungkin memang neng Ilana memang ciri khas tawanya seperti itu. Walaupun membuat ciut nyali siapa saja yang mendengarnya, namun bagi Jaka yang sedang kasmaran suara tawa Ilana terdengar merdu.
"Neng." panggil Jaka saat mereka berjalan perlahan menyusuri setapak di bawah pohon bambu.
"Apa, bang?" jawab Ilana mesra.
"Emang neng Ilana kagak takut apa tinggal dirumah itu sendirian? Emang orang tua Neng Ilana kemana?" tanya Jaka mencoba mencari tahu.
"Takut? Enggak sih, bang. Dulu suka takut kalau lewat situ. Tapi karena sekarang orang tua membuatkan Ilana rumah disitu, akhirnya Ilana gak takut lagi." jawab Ilana sambil mengikuti langkah Jaka.
"Orang tua neng Ilana masih ada?" tanya Jaka.
"Heeh." jawab Ilana singkat.
"Dimana? Kok abang gak dikenalin?" tanya Jaka sambil mengerutkan dahi.
"Ada dirumah lah, bang. Masa iya ikut Ilana." jawab Ilana.
"Memangnya kenapa kok gak ikut neng Ilana saja?" tanya Jaka masih penasaran.
"Belum saatnya, bang." jawab Ilana sambil tersenyum mengembang membuat Jaka sedikit merinding di buatnya.
"Maksudnya apa, neng?" Jaka semakin tak mengerti dibuatnya.
"Hihihihihi ... nanti abang juga tahu." ucap Ilana nyengir.
"Neng, nama panjang neng Ilana siapa sih? Namanya cantik bener." puji Jaka untuk menetralisir rasa takutnya.
" Ah abang. Dulu nama neng bukan Ilana. Tapi Susi, sekarang aja diganti jadi Ilana." jawab Ilana dengan tatapan genit.
"Kenapa ganti? Susi juga bagus loh, neng." ucap Jaka.
"Abang mau tahu kenapa sekarang jadi Ilana?" tanya Ilana.
"Heeh." Jawab Jaka bersemangat.
Tiba-tiba saja Ilana melesat cepat keatas pohon bambu.
"Neng ... " Jaka terperanjat melihat Ilana melesat keatas.
"Jangan takut bang. Ayo kita nikah, bang. Hihihihi ... " Ilana tertawa keras.
"Si ... siapa kamu sebenarnya?" tanya Jaka ketakutan.
"Saya Ilana, bang. Kunt"ilana"k ... " suara Ilana melengking membuat Jaka yang ingin berlari menjadi tak mampu. Kaki terasa lemas tak bertulang.
"Maaaakkk ... Paaaakkkk ... Jaka gak jadi nikaaaaahhh ... " Jaka berteriak sambil berlari kencang. Tak ia pedulikan lagi panggilan Ilana yang terus menyebut-nyebut nama Jaka untuk mengajaknya nikah. Kapok Jaka kebelet nikah dengan gadis yang baru ia temui.