"Tidak. Ini tidak mungkin. Bagaimana bisa aku merasakan jantungku berdebar saat bersamanya?" Alex bergumam sambil menepuk-nepuk kedua pipinya.
"Kakak demam? wajah kakak sepertinya memerah" ucap Dila yang datang menghampirinya dengan sepiring cake di tangannya.
Gadis itu mendudukkan dirinya di samping Alex. Lalu meletakkan punggung tangannya di dahi pria itu.
"Biasa aja, nggak panas. Tapi kok wajah kakak merah seperti orang yang demam" ucapnya dengan tatapan bingung.
"Ehhemm, kamu salah lihat. Kakak baik-baik aja" ucap Alex datar.
"Syukur deh, kalau Kakak nggak sakit. Ini!! aaaaa..." Dila menyodorkan satu sendok penuh cake ke mulut Alex.
Alex melahap habis setiap suapan yang di berikan Dila, adiknya. Sesekali gadis itu juga memasukkan suapan untuk dirinya sendiri. Setelah satu piring cake habis, Dila pamit ke kamarnya.
Alex yang masih terduduk di ruangan itu mengusap kasar wajahnya. Selalu seperti ini. Debaran jantungnya seolah berpacu saat ia bersama Dila.
Sudah enam tahun sejak kedua orang tua mereka meninggal karena kecelakaan. Alex hanya tinggal berdua dengan Dila, adiknya.
Alex yang saat itu masih duduk di kelas 3 SMA, harus mengurus segala keperluan dirinya dan juga Dila. Meskipun ada anggota keluarga lainya juga pelayan di rumah mereka, Dila tetap bergantung pada Alex.
----------------
"Bi, Dila sudah bangun?" tanya Alex pada Bi Irah, asisten rumah tangganya.
"Belum, Den. Non Dila selalu susah kalau harus bangun pagi" sahut Bi Irah dengan senyuman tipis di wajahnya.
"Ya udah, biar saya bangunkan."
Alex berjalan menaiki anak tangga menuju kamar Dila yang berada di lantai dua rumah mereka.
Tok... Tok... Tok...
Karena tidak ada jawaban, Alex pun masuk karena pintu kamar tidak di kunci. Sesaat di tatapnya wajah pulas adiknya itu. Kulit putih yang bersih terlihat mulus tanpa noda sedikitpun.
Cantik, sangat cantik. Wajah itu mengingatkannya pada almarhumah bundanya.
Bunda.....
"Sial, lagi-lagi perasaan ini" batinnya.
"Dil, Dila,,, ayo bangun! kakak nggak mau telat ke kantor gara-gara kamu" Alex menyingkap selimbut yang menutupi setengah dari tubuh Dila.
Dila menggeliat, gerakannya sontak membuat Alex terpana. Bagaimana tidak, saat menggeliat bagian perut Dila yang terbuka terlihat jelas oleh Alex.
"Dila, setengah jam lagi kakak berangkat. Kalau kamu selalu seperti ini, kakak akan biarkan Tante Erni yang mengurus kamu" ancam Alex.
"Dila bangun, Kak. Janji ini akan jadi yang terakhir" ucap Dila sambil berlari ke kamar mandi.
Alex menghela nafas dalam. Ia tidak pernah tahu kenapa adiknya itu sangat takut pada Tantenya.
"Bi, hari ini tante Erni akan datang. Bibi tolong bersihkan dua kamar yang di atas ya!" pinta Alex pada bi Irah.
"Baik, Den."
"Hmmm... Harus disini ya?" tanya Dila pelan.
"Memangnya kenapa sih? kan kalau ada tante sama Ajeng kamu jadi tidak kesepian" ucap Alex.
Dila terlihat memajukan bibirnya.
Ya, hari ini Erni akan datang bersama putrinya yang bernama Ajeng. Ajeng seusia dengan Dila. Dia juga akan kuliah di kampus yang sama dengan Dila.
Awalnya, Alex akan mengambil alih perusahaan yang di pegang kakeknya di Surabaya. Dan meninggalkan Dila bersama tantenya. Namun entah mengapa, Dila bersikeras menentang. Mungkin karena ia tidak terbiasa jauh dari Alex.
------------------
Sore hari...
"Assalamu'alaikum..." seru Dila.
"Wa'alaikum salam, Non" sahut bi Irah dengan senyumnya.
"Bibi masak apa? harum banget" ucap Dila.
"Tante yang masak, bukan bibi" seru Erni, tantenya.
"Eh, tante. Apa kabar, Tan? Ajeng mana?" tanya Dila sambil menyalami tantenya.
"Tante baik, Ajeng ada di atas" sahut Erni.
"Dila ke kamar dulu, ya. Sekalian mau ketemu Ajeng."
Suara mobil terdengar memasuki halaman rumah.
"Alex sudah pulang? Dila, suruh Ajeng turun ya!" ucap Erni.
"Iya, Tante."
Alex memasuki rumah, disambut oleh Erni dan juga Ajeng.
Hari-haripun berlalu. Alex dengan kesibukan kantornya. Ajeng dan Dila dengan urusan kampusnya. Dan Erni dengan kegiatannya di rumah.
------------
"Kamu harus ingat tujuan kita tinggal disini, Ajeng" ucap Erni pada Ajeng saat mereka berada di kamar Ajeng.
"Iya, Mih. Ajeng ingat."
"Besok malam kamu jadi pergi ke party nya Hendra kan? jangan lupa mengajak Dila!"
"Jadi, Mah. Kalau Dila, itu juga kalau di izinkan sama Kak Alex."
"Hmmmm mamah nggak mau tahu, pokoknya kamu harus membawa serta Dila.
----------
Pagi hari saat sarapan.
"Apa? party? nggak boleh!" seru Alex saat Dila meminta izin pergi ke pesta salah satu temannya di sebuah club.
"Tapi, Kak.. Dila perginya sama Ajeng. Boleh ya, please!" pinta Dila.
"Dila, sayang. Kamu itu...."
"Biarkan saja Lex. Mereka kan perginya berdua, Hendra itu juga anaknya teman tante. Jadi kamu nggak usah khawatir" tante Erni memotong ucapan Alex.
Setelah beberapa perdebatan kecil, akhirnya Alex mengizinkan.
-----------
Suara dentuman musik terdengar menggema memekakan telinga. Dila dengan langkah ragu mengikuti Ajeng dan tantenya dari belakang.
Ini pertama kalinya ia manapakkan kaki di sebuah club malam. Itu pun karena undangan salah satu teman kampusnya. Dan terlebih ada Ajeng yang bersamanya. Juga Erni yang katanya akan menemui temannya yang merupakan ayah dari si pemilik pesta.
"Jadi gadis itu orangnya?" tanya seorang pria. Matanya menatap lekat pada seorang gadis yang di tunjukkan oleh temannya.
"Sepertinya dia gadis baik-baik" ucapnya lagi.
"Lakukan peranmu dengan baik. Aku yang urus sisanya" seorang wanita menimpali.
"Baiklah, bila itu maumu" seringainya.
Riuh suara yang dihasilkan dari lautan manusia yang berpesta seolah berpadu dengan hentakan musik serta gemerlap lampu yang menyala.
Liukkan tubuh para penikmat irama seolah menjadi bumbu penyedap di lantai dansa. Ditambah aroma alkohol yang menyengat menghadirkan gairah tersendiri bagi mereka yang ingin mengecap nikmat sesaat.
"Jeng, pulang yuk!" ajak Dila pada Ajeng.
"Hah, pulang? Ini belum apa-apa Dila. Jangan malu-maluin deh."
"Ya udah, aku akan cari tante Erni. Biar dia yang akan seret kamu keluar dari sini" Dila mulai kesal.
Tidak ada jawaban dari Ajeng, gadis itu hanya terkekeh dengan aroma alkohol tercium dari mulutnya.
Sedari tadi, Dila sudah merasa risih dengan keadaan di sekitarnya. Teman-temannya sudah mulai mabuk, begitu juga dengan Ajeng.
"Anda mau jus, Nona?" tawar seorang pelayan pada Dila.
"Boleh juga, terima kasih" ucap Dila.
Diteguknya jus itu sampai habis. Menyiram tenggorokannya yang sudah dibiarkan lama mengering, karena menolak tawaran minuman beralkohol dari teman-temannya.
Dila memutuskan pergi ke toilet, berharap ia bisa melihat Erni, tantenya. Ia ingin segera meninggalkan tempat ini.
Sepanjang langkahnya, Dila memutar pandangan mencari Erni. Namun nihil, terlalu banyak orang di tempat ini.
"Ahh, kenapa kok rasanya panas sekali ya?" Dila mulai merasa gelisah. Tubuhnya terasa tidak nyaman.
"Apa aku harus telepon Kak Alex ya, biar di jemput" gumamnya.
Ddrrttt....
"Panjang umur, kak Alex nelepon."
Di jawabnya panggilan dari Alex.
"Hallo, Kak. Aaahhh.."
"Kamu kenapa, Dila? Kamu dimana? Kakak disini nyariin kamu" tanya Alex, yang merasa khawatir dengan suara Dila.
"Aahh, Dila di toilet, Kak. Panassss"
"Kamu tunggu disitu, ya!"
Alex menutup panggilannya.
Dila semakin merasa gelisah, rasa panas yang dirasanya menghadirkan gejolak rasa yang sulit untuk di tahannya.
"Ada apa dengan ku?" ucapnya lirih.
"Dila, kamu sedang apa?"
"Tante. Nggak tahu, Tan. Badan Dila rasanya gimana gitu."
"Ya udah, ayo kita cari tempat yang nyaman."
Erni membawa Dila ke sebuah kamar yang berada di salah satu lantai bagunan club itu.
"Istirahatlah dulu disini. Tante akan mencari Ajeng dulu" ucap Erni meninggalkan Dila seorang diri.
Setelah tantenya pergi, Dila melepas baju atasan yang dikenakannya karena panas yang dirasanya.
"Wah, tubuh yang indah" ucapan seorang pria yang membuka pintu sontak membuat Dila terkejut.
"Anda siapa? keluar dari sini!" Dila semakin gelisah, tubuhnya menggeliat merasakan sensasi yang dirasakannya.
"Kamu menyuruhku pergi atau sedang menggodaku, heh?"
Pria itu mendekat pada Dila, semakin dekat. Dila merasakan keinginan yang aneh. Ingin rasanya dia menarik pria di hadapannya itu ke dalam pelukannya.
"Tidak. Apa yang terjadi dengan tubuh ku? kak Alex, kakak dimana?" gumam Dila dalam hati. Sebisa mungkin ia menahan dorongan dalam hatinya.
"Ada apa sayang? Kau ingin bersenang-senang sekarang?" pria itu mulai melepas satu persatu kancing kemejanya.
"Saya tidak mengenal anda, tolong menjauh dari saya" pinta Dila dengan langkah mundur menjauhi pria di depannya.
Pria asing itu seolah menulikan pendengarannya. Ia semakin mendekat kepada Dila. Yang terlihat seperti sedang menggodanya.
"Jangan! pergiii!" pekik Dila saat pria tadi mencoba menariknya.
"Lepaskan!!" ucap Dila sambil terisak saat pria yang berhasil menariknya itu berusaha menciumya. Sebisa mungkin ia menghindar.
Brakk...
"Ingin bersenang-senang? lain kali anda jangan lupa mengunci pintu" ucap seorang pria dengan sorot mata merah karena marah.
Buggh..
Buggh...
"Kak Alex! berhenti Kak!" pekik Dila saat melihat pria yang membuka pintu tadi tak lain adalah Alex, kakaknya.
"Dia bisa mati, Kak" Dila berusaha menarik Alex yang dengan 'membabi buta' memukuli pria asing tadi.
"Sialan, loe. Berani ganggu adik gue, HAAH?" dengan sisa emosinya Alex mengambil paksa identitas pria tadi.
"Halo, Win. Cepat kesini dengan beberapa orang anak buah kamu, sekarang. Club xx lantai tiga nomer seratus tujuh."
Alex menatap tajam pada pria tadi.
"Loe akan rasakan akibatnya" ancam Alex sambil melempar kembali kartu itu ke arah wajah yang sudah di penuhi luka sobekan ka ujung bibir dan juga pelipisnya.
Pria itu meringis menahan rasa sakit disekujur tubuhnya sambil menatap Alex yang membawa keluar wanita yang di ganggunya tadi.
"Sial" umpatnya.
--------------
Alex membawa Dila kesebuah hotel yang berada tak jauh dari club. Melihat Dila yang semakin gelisah membuatnya semakin bingung apa yang harus di lakukannya.
"Bagaimana ini, sepertinya ada orang yang mencampurkan obat perangsang dalam minumannya."
"Aaah, panas Kak...."
Tiba-tiba gadis itu menarik Alex kedalam pelukannya. Bibirnya mencium Alex dengan rakusnya. Membuat Alex serba salah di buatnya.
Jantung Alex semakin berdebar kencang. Tanpa pikir panjang, di balasnya ciuman Dila tidak kalah rakusnya.
Mendapat sambutan dari Alex, Dila semakin berani. Dia mulai menanggalkan satu persatu pakaian yang di ke akannya. Hingga tersisa pakaian dalamnya saja.
Dengan susah payah Alex menelan salivanya melihat kemolekan tubuh Dila. Sisi baik dan buruknya kini tengah bertikai.
Membuatnya harus segera mengambil keputusan.
Disaat Alex masih terdiam memikirkan tindakan yang akan di ambilnya, Dila sudah menariknya kembali serta menghujaninya dengan ciuman di seluruh wajahnya.
"Dil, Dila, sadar Dil. Ini kakak." Alex mencoba menahan tangan Dila yang akan membuka kancing bajunya.
"Kak, Dila ingin... Dila nggak kuat" ucapnya, seraya memaksa untuk membuka baju yang di kenakan Alex.
Alex hanya diam. Tak lama di angkatnya tubuh Dila ala bridal, di bawa masuk ke kamar mandi.
"Kak,, mau apa disini?" tanya Dila heran saat tubuhnya diturunkan Alex di dalam bathub.
"Dingin Kak...." pekiknya.
"Maafin kakak, Dila. Seandainya saja kamu bukan adik kakak..." ucap Alex yang memutar kran air dingin.
Alex masuk ke dalam bathub, karena Dila berusaha untuk keluar. Dipeluknya adiknya itu dari belakang, supaya diam. Mau tidak mau, Dila menyerah juga. Dengan tubuh menggigil, Dila menyandarkan tubuhnya pada Alex.
-------------
"Lepaskan!!!!" pekik Erni mencoba memberontak dari cengkraman dua orang pria yang memeganginya.
"Raka?" pekiknya lagi. Melihat sosok pria yang terduduk lemas di kursi yang berada tidak jauh darinya.
Pria itu terlihat sangat mengenaskan. Tubuhnya di ikat dengan luka di sekujur tubuhnya. Darah segar terlihat mengucur diantara beberapa luka yang menganga.
"Bagaimana, Tante? Ingin seperti itu juga?" tanya Alex dengan seringainya.
"Alex, apa maksud kamu?"
"Tante pasti mengerti maksud Alex kan?" tatapan Alex berubah menajam. Pria itu seolah dalam mode on untuk menerkam.
Seolah sudah mengerti akan situasi yang dihadapinya, Erni memohon pada Alex.
"Lex, ini tante kamu. Adik papa kamu. Kamu nggak mungkin memperlakukan tante sekejam itu kan Lex?"
"Kalau tante saja bisa berbuat seperti itu pada Dila, kenapa Alex tidak bisa? adik papa? Apa tante pikir Alex tidak tahu kalau tante itu hanya adik angkat papa?"
Erni terkejut mendengarnya.
"Akui kesalahan tente di hadapan Dila. Dan minta maaflah padanya" ucap Alex.
"Baiklah, tante akan meminta maaf pada Dila." Erni akhirnya mengalah, ia tahu Alex bisa saja menyiksanya bila tidak menyanggupi keinginannya.
----------
"Mama...." pekik Ajeng.
"Tante? kenapa, Tan?" tanya Dila yang langsung menghampiri Erni dan Ajeng.
Ada beberapa lebam di sekitar tangan Erni, akibat seretan dua pria tadi.
"Menjauh darinya, Dila" ucap Alex tegas.
"Kenapa Kak? Ada apa dengan tante?" tanya Dila pada Alex yang berjalan ke arah mereka.
Melihat Alex yang mulai mendekat, dengan cepat Erni bersimpuh di kaki Dila.
"Tante?" seru Dila heran.
"Maafkan tante, Dila. Tante sudah berbuat salah sama kamu. Tante sudah berniat jahat sama kamu" Erni terisak.
"A,, apa yang tante lakukan?"
"Tante sudah mencampur jus yang kamu minum saat di club dengan obat perangsang. Tante juga yang menyuruh Raka untuk mengganggumu di kamar itu."
"Mama?" pekik Ajeng tidak percaya.
Dila seolah memutar kembali memorinya di malam itu.
"Kenapa tante? kenapa tante tidak pernah suka pada Dila? kenapa tante punya niat sejahat itu sama Dila? Kenapa, Tan?" Dila menjauhkan dirinya dari Erni sambil terisak.
"Karena,,, karena kamu yang akan mewarisi semua kekayaan papa. Kekayaan mas Pras, kamu yang akan mewarisi semua kekayaan keluarga ini" tutur nya.
"Mama! jadi karena itu juga mama minta Ajeng menggoda kak Alex?" tanya Ajeng.
"Apa?" ucap Alex dan Dila hampir bersamaan.
"Tan, kenapa tante bisa berpikir seperti itu? ada Kak Alex yang sudah bekerja keras menjalankan perusahaan kakek dan almarhum ayah."
"Tapi kamu yang akan mewarisinya."
"Dila?"
"Ya. Karena seperti halnya tante yang hanya anak angkat. Alex juga hanya anak angkat mas Pras."
Dila dan Alex terkejut mengetahui kenyataan yang di utarakan Erni.
"Tante bohong!" pekik Dila, ia mencoba melepaskan diri dari Alex yang berusaha menenangkannya.
"Itulah kenyataannya. Memangnya untuk apa selama ini tante membencimu. Karena ada kamu, setelah kepergian mas Pras aku tidak mendapatkan apapun dari papa."
Ajeng menangis mengetahui niat jahat mamanya. Memohon pengampunan Dila atas kesalahan mamanya.
Dila tertunduk lesu.
"Sudahlah tante, lupakan saja. Beruntung tidak terjadi hal buruk pada Dila" ucap Dila.
"Kamu memaafkan mamaku kan, Dil?"
Dila mengangguk.
"Besok, kemasi barang kalian. Akan ku bantu mencarikan apartemen untuk kalian. Dan jangan sampai kakek tahu permasalahan ini."
"Maafkan tante, Dila. Tante menyesal" Erni berucap sambil tertunduk.
"Iya, Tante. Dila maafkan."
"Terima kasih, Dila. Terima kasih." Ajeng segera membopong mamanya berjalan ke kamarnya.
Alex masih terdiam mendengar pernyataan Erni. Jadi dia hanya anak angkat? Jadi Dila bukan adiknya?
Dengan perasaan haru, Alex memeluk Dila dengan eratnya.