Setiap hari sepulang dari sekolah aku selalu membantu bapak jualan cilok. Ya karna aku berasal dari keluarga yang bisa dibilang sederhana dan sangat sederhana, karna uang yang kami dapat tidak perna tersisa dan selalu habis hari itu jaga, namun bagi kami itu semua adalah rizki dan kenikmatan yang telah diberikan pada tuhan untuk keluarga kami. Karena walau begitu kami sekeluarga selalu merasa cukup.
"Assalamu'alaikum bu" sapaku pada ibuku yang sibuk menyiapkan bakal dagangan yang akan aku bawah keliling nanti
"Iya nak waalaikumsalam. Ibu sudah menyiapkan semuanya, sebaiknya kamu mandi dulu, makan sebelum berangkat menjajakan cilok ini" jawab ibuku dari arah dapur.
Seperti yang disuruh ibuku, aku pun pergi mandi, solat dan makan. Setelah itu aku mulai berangkat mendorong gerobak cilok berkeliling di kampung dan berhenti di pinggir jalan deket kampus yang tak jauh dari arah rumah ku.
Ku amati anak-anak yang keluar masuk kampus itu, karna mereka masuk sore sampai malam. Rasanya hatiku nyeri karna aku pasti tidak bisa menginjakkan kakiku di kampus itu sebagai seorang pelajar karna kendala keuangan.
"Gema. Kamu ingin kuliah juga? Karena setiap di sini aku lihat kamu seperti ingin menangis" tegur pak Pramono pada ku.
Beliau adalah pedagang asongan yang selalu menemaniku jualan, entah kenapa dia selalu saja duduk di tempatku mangkal jualan cilok. Kadang kami bercanda dan saling menghayal. Sudah sebulan lebih beliau menemani ku di sini.
Aku hanya bisa tersenyum mendengar perkataan dari pak Pramono yang menanyaiku prihal keinginan ku untuk lanjut belajar sampai bangku perkuliahan.
"Wah Gema, apa kamu gak lihat pemuda yang pakek baju merah itu tadi, dia sudah makan cilok kamu 10 biji. Tapi dia bilang cuma 5 dan membayar dengan 5 biji saja" tegas pak pramono pada ku yang mulai duduk disampingnya
"Tidak papa pak biarkan saja, saya tidak mau ribut hanya persoalan itu. Saya mencari uang yang penting cukup buat makan besok" jawabku santai karena aku emang tak pernah mempermasalahkan itu semua
"Wah. Kalau seperti itu kamu bisa rugi Gema" tukas pak pramono padaku lagi
"Rugi bagaimana pak? jawabku seadanya
"Ya tentu saja rugi, kamu jualan pakek modal kan bisa - bisa gak balik modal kamu" jawabnya dengan nada kesal pada ku
"Hahaha... Ya kalau dilihat dengan kaca mata dunia emang benar kata bapak, saya rugi dengan ulah mereka. Tapi kalau di lihat dengan mata agama, sesuai dengan ayat yang sudah ditentukannya saya justru untung pak" jawabku dengan sok bijak
"Keluarga saya emang bisa dibilang kurang mampu pak, tapi orang tua kami selalu mengajari kami tentang berbuat baik pada orang yang membutuhkan. Ya seperti pemudah tadi, anggap saja dia membutuhkan pak. Dan saya anggap itu sebagai amal saya, kan enak tuh pak beramal tapi tidak mengantarkan melainkan diambil sendiri sama yang membutuhkan" kelasku lagi dengan sok agamis
"Jadi maksudmu bagaimana Gema" pak Pramono menatapku dengan bingung
"Ya, saya tidak bisa dibilang merugi juga pak. Karena sesuai agama kalau kita memberi 1 akan dapat balasan 10. Berartikan saya untung" penjelasanku pada pak Pramono. Dan ku lihat beliau manggut - manggut tanda mengerti
Setelah seminggu pak Pramono tak menemaniku jualan, sore ini ku lihat dia datang lagi. Dan ku sambut dengan senyuman yang sangat indah menurutku.
"Gema berapa usiamu dan apa kamu punya cita cita?" tanya nya setelah dia duduk di sebelah ku
"Saya baru 18 tahun pak, dan saya punya cita cita ingin mengembangkan usaha bapak saya ini jadi lebih baik dan bagus lagi. Ya mungkin jadi usaha yang tidak hanya bisa di jajakan keliling tapi bisa di pasarkan ke tempat yang lebih bagus lagi" jawabku sambil ketawa
"Ternyata kau masih mudah sekali ya Gema" pak Pramono
"Iya pak orang saya masih SMU kelas 3" Gema
"Setelah lulus kamu mau kemana?"
pak Pramono
"Ya, inginnya saya kuliah pak. Tapi sepertinya itu tidak bisa, karena tidak ada cukup uang. Saya akan membantu orang tua saya saja untuk mencari uang biar bisa melanjutkan sekolah adik saya yang masih SMP" Gema
"Emangnya kalau kuliah kamu ingin sambil jurusan apa?" pak Pramono
"Saya ingin sambil jurusan management bisnis pak" lagi lagi aku menjawab dengan tertawa
Setelah pertemuan dan percakapan itu, pak Pramono tak lagi terlihat dan datang ke tempatku jualan. Bahkan lebih dari 2 bulan lamanya.
"Permisi, selamat sore apa saya berbicara dengan saudara Gema" sapa seseorang yang memakai pakaian rapi, berjas dan berdasi
"Iya benar pak saya sendiri" jawabku agak takut, karena aku takut mungkin aku telah melakukan kesalahan yang tidak ku sadari selama aku jualan di tempat ini.
"Iya, saya datang ingin menyampaikan ini" menyerahkan sebuah map kepadaku
"Maaf ini apa ya pak?" jawabku bingung
"Itu adalah berkas. Bos saya bilang, beliau bisa mewujudkan keinginan dan cita cita saudara Gema dengan 1 syarat. Jika saudara Gema setuju dengan syaratnya makan bos saya akan melakukan segalanya untuk anda mencapai cita cita anda, termasuk kuliah di kampus ternama yang anda inginkan." orang berjas
"Memang syaratnya apa ya pak?" Gema
"Anda harus bersedia menikahi putri tunggal bos saya" orang berjas
Mendengar pernyataan itu aku terdiam tak punya jawaban, karena aku bingung dengan apa yang aku dengar saat ini.
"Jika anda setuju tanda tangani berkas itu dan hubungi saya di nomor ini. Saya tunggu selama 3 hari, dan saya harap anda bisa mengambil keputusan secara baik dan bijak sana. Saya permisi" orang berjas
Sesampainya di rumah aku langsung menceritakan kepada orang tuaku mengenai apa yang aku alami tadi sore dan meminta pendapat mereka.
"Buk, pak, tadi saat jualan Gema didatangi seseorang yang sangat rapi dan dia bilang bosnya mau membiayai Gema kuliah dan mencapai cita cita Gema tapi dengan syarat Gema harus menikahi putri tunggalnya" Gema
"Itu maksudnya apa nak?" Tanya ibuku yang tidak tau
"Tapi mas ini ada foto dan sepertinya dia cacat, karena dia duduk di kursi roda" celetuk adikku yang menemukan 1 foto dalam berkas itu
Ku lihat dalam foto itu ada seorang gadis bercadar yang duduk di atas kursi roda, dan mungkin karena itulah orang tuanya mencarikan jodoh. Pikirku saat memandangi foto itu dan ku baca nama di belakang foto itu 'Karen'
"Kalau bapak si terserah kamu saja nak, tapi pinta bapak kamu jangan ambil keputusan yang gegabah dan salah. Jika kamu memang ingin mengambil kesempatan itu ya kamu harus memperlakukan gadis itu dengan baik" nasehat bapak ku
Akhirnya aku mengambil keputusan untuk menerima kebaikan orang itu, karena aku pikir mungkin ini jawaban dari do'aku selama ini dan aku akan menerima Karen sebagai bayaran yang harus aku lakukan.
3 hari pun berlalu, aku menanda tangani berkas itu dan menghubungi orang yang menyerahkan berkas itu pada ku.
6 bulan berlalu dan sekarang aku sudah lulus dan mulai mendaftar di kampus yang aku inginkan, dengan uang yang terus ditransfer ke rekening ku yang diberikan oleh orang berjas itu saat dia datang untuk mengambil berkas yang sudah aku tanda tangani.
Kehidupanku di kampusku pun dimulai, aku sangat bersyukur dengan semua uang yang aku terima, dan aku berjanji akan melakukan yang terbaik dengan uang yang diberikan boleh pak Baglawr kepadaku.
Uda hampir lulus aku dalam perkuliahan ini, dan anehnya selama aku mengenal kakak tingkatku Anisa aku jadi jatuh hati padanya, dan tak bisa dipungkiri aku menyukai kakak tingkat itu
Setiap di rumah aku selalu mengingatkan akan tunanganku Karen yang namanya terukir di cincin yang ku pakai dari hari menandatangani berkas persetujuan itu.
"Gema, ada apa nak? Ibu perhatikan akhir akhir ini kamu jadi sering melamun" ibu Gema
"Gema bingung bu, gema menyukai kakak tingkat Gema di kampus" Gema
"Loh alah Le jangan aneh aneh kamu. Ingat laki laki itu yang dipercaya adalah ucapannya" ucap bapak ku yang baru saja datang dari jualan cilok
"Iya pak, Gema juga tidak akan berbuat hal yang aneh kok pak. Gema akan berusaha melupakan kak Anisa dan akan berusaha menerima Karen" jawabku dengan nada sendu.
Cinta pertamaku yang baru aku rasakan terpaksa harus aku telan kembali, karena aku gak mau membuat hati seorang wanita lain yang sedang menungguku walau aku belum tau siapa dia dan bagaimana dia.
Hanpon ku tiba tiba berbunyi saat aku berada di kampus pagi itu.
"Halo, dengan saudara gema. Saya bawahan pak Pramudya mau menyampaikan kalau sebulan lagi tepat di hari kelulusan anda, anda diminta untuk datang ke tempat yang nanti di infokan, karena hari dan persiapan pernikahan akan disiapkan hari itu juga" suara dari sebrang yang aku dengar.
Jantungku berdebar sangat kencang, ada rasa sakit di dadaku mengingat kalau aku akan menikah dengan orang yang sudah aku pilih dari awal demi masa depanku dan melupakan cinta pertamaku yang belum sempat ku utarakan.
"Kenapa Gem? Kok kamu kelihatan lesu gitu setelah menerima telepon" Aldo
"Tidak apa kok Do, dalam sebulan lagi aku harus menikah" Gema
"Mau menikah kok malah jadi lesu begitu sih Gem" goda kak Anisa pada ku
"Gak papa kak" ku lirik kak Anisa yang mengembangkan senyumnya terlihat sangat senang, entah ada apa gerangan dengannya.
"Wah wah yang sudah mau nikah aja, dan menyembunyikan jati diri sang permaisuri" goda Nurul pada ku, dia kekasihnya Aldo teman seangkatan ku dan Nurul adalah sahabat dari kak Anisa orang yang aku cinta selama 3 tahun terakhir ini.
Ya aku mulai menyadari perasaanku pada kak Anisa sejak kami semakin akrab, dan aku rasa kak Anisa juga memiliki perasaan pada ku. Namun aku tak berani mengungkapkan rasaku atau bertanya karena aku sudah bertunangan dengan Karen putri tunggal pak Baglawr.
Hari yang ditentukan pun telah tiba, aku mendatangi masjid yang di bilang pak Dafid bawahan pak Baglawr. Aku datang bersama semua keluarga ku, bapak, ibu dan juga adikku.
Saat memasuki masjid pikiranku kacau, rasa dalam dadaku sangat terasa menyakitkan dan nyeri. Begitu juga saat semua orang mulai datang dan penghulu mulai mengumandangkan bacaan bacaan ayat suci alqur'an, pikiranku tambah campur aduk gak karuan, ku lihat gadis yang ada di dalam layar hp yang sedang duduk di kursi roda dengan cadarnya, rasa di dadaku semakin nyeri.
Tak terasa teriakan kata SAH dari para saksi dan hadirin yang hadir di acara pernikahanku itu membuyarkan lamunanku.
"Masya Allah aku telah jadi suami dari seorang gadis yang bahkan aku lupa siapa nama lengkapnya tadi" gerutuku dalam hati
Ya aku mengatakan ijab kabul tanpa berfikir panjang, isi pikiranku seolah kosong dan aku tak tau harus melakukan apa. Karena aku merasa kalau aku bukanlah diriku saat itu.
"Selamat mas Gema. Kamu telah sah jadi seorang suami sekarang" kata adikku yang tak tau rasa hatiku bergelut dengan keinginan dan tanggung jawabku
"Maaf mas Gema, untuk sementara non Karen masih belum bisa menemui mas Gema, karna dia sedang menjalankan terapi di luar Negeri" begitulah kata kata pak Dafid padaku dan keluargaku
Aku memutuskan mengambil magister dan mengembangkan usahaku. Dan selama 2 tahun akhirnya aku bisa mengangkat kehidupan keluarga ku. Orang tuaku tak lagi berjalan keliling karena kami sudah punya pegawai dan adikku juga bisa melanjutkan kuliah di jurusan sastra sesuai dengan keinginannya.
Ya semua memang membutuhkan uang untuk melakukan dan merubah nasib. Hidupku dan keluargaku pun sudah bisa dibilang berkecukupan, dan aku juga mendirikan tempat penampungan para anak anak jalanan dan ku ajari untuk membuat berbagai keterampilan agar bisa dijadikan sebuah bisnis
Selama 3 tahun semua usahaku membuahkan hasil dan kami sekeluarga tidak lagi kekurangan uang. Dan sekejap aku melupakan sesuatu yang sangat penting dalam hidupku, karena terlalu fokus dalam bekerja dan meraih segala mimpi ku selama ini. Yaitu istriku yang telah ku tinggalkan selam 3 tahun lamanya dalam aku menempuh pendidikanku dan usahaku.
"Halo Gema, ini saya mertua kamu. Aku mau 3 bulan lagi kamu mengadakan resepsi untuk putriku, karena ku lihat kamu sudah sukses dan sudah saatnya tanggung jawab putriku ku serahkan padamu" begitulah suara dari sebrang yang ku dengarkan
Tepat 3 bulan aku mengadakan acara resepsi pernikahanku dengan istriku. Dalam alunan musik ku lihat seorang gadis berjalan memasuki ruang resepsi yang di balut gaun yang sangat indah dan bercadar ditemani oleh 2 bridesmaid. 2 jam berlalu dan acara pun berakhir.
"Karen maafkan aku, aku harus meninggalkan mu untuk melihat bisnisku yang diluar kota. Aku akan kembali dalam waktu seminggu gak papa kan?" ku lihat istriku itu menganggukkan kepalanya, itu tandanya dia mengerti dengan ucapanku.
Tepat sehari setelah acara pesta aku pergi meninggalkan istriku, ku lihat dia baik - baik saja dan dia mengantarku sampai depan pintu saat aku mau berangkat, dia menarik tangan ku untuk diciumnya. Walau aku tak melihat wajahnya tapi aku tau kalau diwajahnya itu ada senyuman seorang istri.
"Aku pergi dulu, kamu baik - baik di rumah ya." salamku pada Karen dan dia mengangguk.
Seminggu sudah aku meninggalkan istriku di rumah hanya ditemani oleh beberapa pembantu yang sengaja aku atur untuk menemani dia dan membantunya dalam segala hal. Dan hari ini saatnya aku kembali ke rumah untuk bertemu dengan dia dan mengakui sesuatu pada dirinya.
"Karen, apa yang harus ku lakukan padamu, walau aku sudah berusaha untuk menerima mu dan merenungkan semuanya seminggu ini. Aku masih saja tak bisa membohongi diriku, bahwa aku mencintai orang lain" gerutuku dalam hati dan aku merasa kesal pada diriku sendiri
Dalam perjalanan pulang aku melewati butik yang bertuliskan Butik Karena Glawr, aku pun mulai membayangkan andai istriku adalah pemilik butik ternama itu. Aku tersenyum miris karena kenyataan tak akan bisa sama dengan angan - angan kita.
Tuhan akan selalu memberikan apa yang kita butuhkan, bukan apa yang kita mau. Aku menghibur hatiku agar tak terlalu sakit menghadapi kenyataan. Dan aku mulai membulatkan hati untuk berkata jujur pada istriku tentang isi hatiku, karna aku tak mau lagi membohongi diriku sendiri dan juga istriku yang tak berdosa.
Sesampainya di rumah tak ku dapati istriku, bahkan para pembantu juga tak ada ditempat. Ku masuki kamar tidurku dan ku dengar ada suara air dari kamar mandi. "Itu pasti Karen" pikirku dan aku menunggunya
Aku duduk di tepi tempat tidur.
"Ren maafkan aku, aku ingin mengatakan sesuatu padamu. Sebelumnya aku minta maaf yang sebesar besarnya, aku ingin jujur padamu" ku beranikan diri berkata begitu saat ku dengar pintu kamar mandi dibuka dan ku lirik ada langkah kaki keluar
Hening, ku lirik dia berdiri tepat di depan ku. Aku tak berani mengangkat kepalaku karna aku merasa bersalah. "Maafkan aku, Karen sebenarnya pernikahan kita ini bukan ku lakukan karna cinta. Tapi aku melakukannya demi balas budi ku pada orang tuamu yang telah membantuku dalam mencapai keinginan dan harapanku. Sejujurnya aku mencintai orang lain, tapi aku tak berani mengatakan perasaanku padanya. Aku mencintai kakak tingkatku namanya Anisa. Tapi kamu tak perlu khawatir, aku akan berusaha untuk melupakan perasaanku itu dan mencoba mencintaimu, namu bersabarlah untuk semua itu aku butuh pengertianmu, aku janji tak akan mengkhianati pernikahan kita" penjelasan ku panjang lebar namun tak dapat response dari istriku
Suasana kamar begitu hening, sampai aku bisa mendengar suara tarikan nafasku sendiri. Ku lirik istriku berjalan dan duduk di sebelahku dengan diam. Dadaku terasa penuh dan jantungku berdebar kencang.
"Maafkan aku, aku hanya ingin jujur dan tak ingin ada kebohongan dalam hubungan kita" jelas ku lagi dan lagi - lagi tak ada jawaban dari istriku yang membuatku semakin bersalah.
"Terima kasih atas kejujuranmu dan terima kasih atas janjimu untuk tak mengkhianati pernikahan kita" ucap istriku yang membuat hatiku semakin bersalah padanya
"Namun ku minta agar mas Gema jangan menutup hati untuk cinta dan jangan melupakan cinta mas Gema" sambungnya lagi, dan itu membuatku semakin menundukkan kepalaku. Betapa bedebah nya aku yang menyakiti hati istri yang begitu murni
"Mas Gema Pratama, terima kasih atas pernyataan cinta mas Gema, dan aku akan menyambut cinta mas gema dengan senang hati"
Aku sangat terkejud mendengar kalimat itu, seketika ku angkat kepalaku dan ku pandang wajah istriku. Dia mengulurkan tangannya padaku "Mas Gema, apa mas tak ingat dengan nama wanita yang mas ucapkan saat mengikrarkan janji pernikahan? Karena Anisa Maharani Baglawr, aku sekarang telah jadi istri sah dari Gema Pratama" katanya sambil mengembangkan senyumnya yang sangat manis
Air mataku tak lagi bisa ku bedung. "Ya Allah ... Ya Rabb, keberuntungan macam apa yang telah kau berikan pada hambamu ini. Ternyata Cinta pertamaku adalah gadis yang telah ku nikahi dan menjadi istri sah ku sekarang" gumamku tak habis - habisnya berkata syukur atas kenikmatan dan kebahagian yang begitu besar yang telah diberikan oleh Tuhan kepadaku
Ku tarik dan ku peluk erat tubuh istriku, ku tumpahkan air mataku. Rasanya aku mendapatkan keberuntungan yang berlipat lipat dan tak bisa ku bayangkan. Dadaku sesak bukan karena sedih, namun karena kebahagiaan memenuhinya.
Dan satu persatu rahasia mulai menyeruak kepermukaan, ternyata Pak Peramudia Baglawr adalah Pak Pramono yang dulu selalu menemaniku jualan cilok.
Dan lagi lagi keberuntungan itu datang padaku, pemilik butik di Bandung dengan nama Karena Glawr adalah milik istriku tercinta. Gadis cantik keturunan India yang telah ku nikahi secara sah dan juga cinta pertamaku yang telah ku simpan selama bertahun tahun lamanya.
Gadis bercadar kesayanganku 'Karena Anisa Maharani Baglawr'. Seorang wanita cantik dan istri yang telah dikirimkan oleh tuhan kepadaku.
~TAMAT~