Siang itu Rido berjalan santai menuju rumahnya sepulang sekolah. Remaja berwajah menawan tersebut pulang dengan diantar oleh salah satu temannya. Namun karena ada urusan mendadak, hari itu Rido hanya diantar sampai perbatasan desa saja. Hingga akhirnya pemuda tersebut terpaksa melanjutkan perjalanannya dengan berjalan kaki.
Rido yang mulai memasuki usia remaja, cukup disukai oleh teman-teman sebayanya. Wajahnya yang manis serta tubuhnya yang atletis menjadi daya tarik tersendiri dari pemuda yang masih duduk di bangku SMA tersebut.
Di desanya sendiri, Rido dikenal sebagai anak yang baik, pendiam serta tidak suka neko-neko seperti kebanyakan remaja lainnya. Namun demikian, layaknya seorang remaja yang dalam masa-masa puber, Rido mulai tertarik dengan lawan jenis, termasuk dalam urusan di atas ranjang.
Di balik sifatnya yang pendiam, Rido memiliki keinginan kuat untuk merasakan kenikmatan bercinta seperti yang sering ia dengar dari cerita teman-teman sebayanya serta kakak-kakak seniornya.
Belakangan ini, Rido sering menonton film dewasa melalui ponselnya sambil membayangkan jika aktor pria dalam film yang ditontonnya adalah dirinya. Hingga semakin sering ia melakukan hal tersebut, pemuda tampan itu semakin merasa penasaran ingin merasakan langsung nikmatnya melakukan hubungan badan dengan seorang perempuan.
Semakin hari keinginannya itu semakin kuat, namun ia tidak tahu harus melakukannya dengan siapa. Terlebih saat ini Rido tidak memiliki pacar. Meski banyak remaja wanita yang menyukainya, Rido yang lebih tertarik kepada wanita yang lebih dewasa itu, seolah tidak bernafsu menjalin hubungan dengan wanita seusainya.
"Do... Rido... tunggu!..." Tiba-tiba seorang pria berusia sekitar tiga puluhan tahun memanggil Rido yang membuat remaja tampan itu menghentikan langkahnya.
"Iya Mang, ada apa?" Tanya Rido sambil menghampiri pria yang memanggilnya tersebut.
Pria itu adalah Dani yang merupakan adik kandung dari orang tua Rido. Tempat tinggal mereka hanya berjarak sekitar seratus meter.
"Ini Do, Mamang mau minta tolong sama kamu."
"Minta tolong apa Mang?" Tanya Rido sambil duduk di teras rumah pamannya tersebut.
"Kamu mau kan nolongin Mamang buat jemput Bi Nurul? soalnya mamang gak bisa jemput, kaki mamang keseleo di kamar mandi, tadi." Ujar Dani sambil menunjukkan kakinya yang tampak bengkak.
"Haduh... Gimana ini?" Rido membatin sembari menggaruk kepalanya.
Rido merasa dilema, Nurul yang merupakan istri dari pamannya itu beberapa kali membuat Rido merasa risi. Bagaimana tidak, wanita bertubuh aduhai itu sering kali memancing Rido untuk melakukan hal yang tidak semestinya dilakukan oleh seorang Bibi kepada keponakannya. Tapi di sisi lain, Rido juga tidak sampai hati menolak permintaan pamannya tersebut.
"Gimana Do, kamu mau kan bantu mamang?" Tanya Dani membuyarkan lamunan Rido.
"O... i... iya Mang nanti Rido yang jemput Bi Nurul. Memang Bibi lagi kemana?" Tanya Rendi penasaran.
"Bibimu itu lagi di rumah orang tuanya, lagi bantuin mertua Mamang panen kacang." Dani sedikit menjelaskan.
"Ya sudah kalau begitu... Tapi Rido mau pulang dulu ya Mang, mau nyimpen tas, Sekalian mau mandi dulu." Ucap Rido sambil beranjak hendak melangkahkan kakinya.
"Aaahhh... gak usah. Tas kamu simpen di sini aja dulu. Mamang takut nanti keburu hujan. Entar Bibi kamu marah-marah lagi kayak kemaren gara-gara mamang telat jemput." Sergap Dani yang membuat Rido tertawa renyah melihat ekspresi ketakutan dari mamangnya tersebut.
"Ni kunci motornya. Buruan sana, nanti mamang kasih uang deh, buat jajan, ok!" Ucap Dani tersenyum membujuk sambil menyerahkan kunci motor miliknya kepada pemuda tampan itu.
"Siap..." Jawab Rido sambil tersenyum renyah yang terpaksa membatalkan niatnya untuk pulang lebih dulu.
"Rido berangkat ya Mang." Pamit Rido saat sudah siap diatas motor metik berwarna putih milik Dani.
"Iya Do, kamu hati-hati ya, jalannya licin." Ucap Dani sambil menatap keponakannya itu yang perlahan mulai menjauh dari pandangannya.
Rumah orang tua Nurul terletak di desa tetangga dengan jarak yang tidak terlalu jauh. Namun berhubung jalan yang dilaluinya belum tersentuh aspal membuat waktu yang ditempuh untuk sampai ke tempat tersebut cukup lama dikarenakan Rido tidak bisa memacu motor yang dikendarainya dengan kecepatan tinggi.
Sepanjang perjalanan, Rido tersenyum kikuk membayangkan ia membonceng istri dari pamannya itu. Nurul yang yang memiliki buah dada berukuran cukup besar, selalu menempelkan gunung kembarnya itu saat Rendi memboncengnya. Karena hal itu pula, remaja tampan itu merasa risi saat terpaksa harus mengantar atau menjemput Bibinya tersebut. Meski di sisi lain, sebagai laki-laki normal, Rido terkadang lepas kontrol dan terpancing oleh sikap Nurul.
Nurul sendiri, wajahnya tidak terlalu cantik. Namun kulitnya yang putih mulus serta bentuk tubuhnya yang aduhai, terkadang membuat Rido terhanyut dalam khayalan-khalan nakalnya.
Tanpa diketahui oleh siapapun, di ponsel milik Rido, tersimpan beberapa poto Nurul yang ia ambil secara sembunyi-sembunyi. Photo-photo tersebut menjadi teman setia Rido saat ia terhanyut dalam khayalan indahnya.
Tanpa terasa, Rido pun sampai di pekarangan rumah orang tua Nurul. Di sana ia langsung disambut oleh Bibinya itu yang tampak sedang asik menggendong bayi mungil di teras rumahnya.
"Pasti Mamang kamu gak bisa jemput lagi kan?" Ucap Nurul menyambut kedatangan remaja berparas tampan itu.
"Iya Bi, Mamang kakinya bengkak, keseleo di kamar mandi." Jawab Rido menjelaskan alasan kenapa Dani tidak bisa menjemput istrinya tersebut.
"O gitu..." Jawab Nurul singkat sambil tampak asik menciumi bayi yang merupakan anak dari sodaranya tersebut.
"Ngomong-ngomong, pada kemana Bi? Kok sepi? Kata Mamang abis pada panen kacang?" Tanya Rido basa-basi.
"Emang kenapa kalau sepi? Kamu mau mencicipi kacang Bibi?" Goda nurul sambil tersenyum nakal serta mengedipkan sebelah matanya.
Glek.... Rido menelan ludahnya sendiri.
"Kali ini, aku harus mendapatkan kamu Rido." Nurul membatin sambil memperhatikan keponakannya itu yang saat ini tampak salah tingkah.
"Ayo, siapa takut? Sekalian Rido mau belajar sama Bibi...hehehe." Rido menjawab sekenanya membalas kejahilan Nurul.
Deg...
Kali ini Nurul yang kaget dengan jawaban dari remaja tampan tersebut.
"Kamu mau belajar apa sama Bibi?" Tanya Nurul dengan nada berbisik.
"Loh... Tadi Bibi nawarin apa sama Rido?" Ucap Rendi dengan tatapan tajam.
Nurul menjadi salah tingkah mendapati Rido menatap tubuhnya yang saat itu terbalut celana jeans serta kaos berwarna putih yang sangat ketat sehingga membuat dua gunung kembarya tampak membusung tegas.
"Bentar ya Do, Bibi mau balikin bayi ini kepada ibunya." Ucap Nurul seraya bangun dari duduknya. "Kalau kamu pengen lihat punya Bibi lebih jelas, masuk dan tunggu Bibi di ruang tamu." Nurul berbisik sambil menyenggolkan gunung kembarnya ke lengan Rido.
Rido tersentak kaget dengan apa yang baru saja ia dengar. Dengan mulut sedikit terbuka, remaja berparas tampan itu menatap Nurul yang berjalan menuju sebuah rumah yang terletak di sebelah rumah orang tua wanita bertubuh indah itu.
Tidak lama berselang, Nurul kembali dan langsung menghampiri Rido yang masih duduk di teras rumahnya.
"Kok kamu masih di sini?" Tanya nurul dengan napas sedikit tertahan berbisik kepada Rido.
"Ma... maksud Bibi apa?" Rido mengernyitkan keningnya menatap heran.
"Tadi kan Bibi nyuruh kamu masuk dan tunggu Bibi di ruang tamu." Jawab Nurul dengan ekspresi muka menahan rasa gemas. "Rido, Bibi tahu kok, selama ini diam-diam kamu menyimpan Photo Bibi kan?"
Deg...
Rido tersentak kaget dengan raut muka yang memerah karena malu. "Ma...maafkan Rido Bi. Bibi jangan bilang siap-siapa ya, terutama sama Mang Dani." Ucap Rido dengan kepala menunduk.
"Kenapa kamu harus minta maaf, Bibi suka kok kalau kamu jadikan photo Bibi sebagai bahan kamu saat....." Nurul menghentikan kata-katanya sambil tersenyum menggoda Rido yang membuat remaja tersebut semakin tertunduk malu.
"Bi...jadi Bibi tau kalau Rido suka....."
"Iya...sudah sejak lama malah. Kamu tahu Do, sebenarnya Bibi juga suka sama kamu." Ucap Nurul sambil meremas telapak tangan Rido.
"Ma... maksud Bibi?"
"Ngobrolnya lanjutin di dalam yuk," Seru nurul sambil berdiri dan berjalan pelan masuk ke ruang tamu. "Cepetan Do..." Nurul dengan nada tertahan berdiri di ambang pintu saat mendapati Rido masih duduk di teras.
Meski belum percaya sepenuhnya dengan kata-kata Nurul, Rido pun berdiri dan berjalan mengikuti Bibinya tersebut menuju ruang tamu.
Nurul yang sudah duduk di kursi, langsung menarik tangan Rido untuk duduk tepat di sebelahnya.
"Bi... Rido takut nanti ada orang." Ucap Rido saat nurul tiba-tiba tiduran di pahanya. Selain itu, Nurul juga menggenggam salah satu tangan Rido dan menciuminya layaknya sepasang kekasih yang sedang dilanda asmara.
"Kamu tenang aja Do, di sini tidak ada orang lain selain kita." Ucap Nurul sambil menaruh tangan Rido diatas dadanya. Namun dengan cepat Rido menarik tangannya tersebut meski pikirannya dipenuhi rasa ingin tahu bagaimana rasanya apa bila dia menyentuh bagian yang paling menonjol dari tubuh wanita itu.
Nurul tersenyum geli melihat Rido yang tampak salah tingkah serta berusaha keras untuk menahan hasrat lelakinya.
"Do, Bibi bisa merasakan kok kalau saat ini anu kamu tegang. Kamu terangsang kan? Kamu mau bercinta ya sama Bibi?" Ucap Nurul vulgar seraya bangun dan menyandarkan tubuhnya ke dada Rido.
"Bi... maaf Bi, gak enak nanti dilihat orang." Ucap Rido seraya menahan tubuh Nurul serta menggeser posisi duduknya sedikit merenggang dari wanita yang mulai tampak dikuasai nafsu itu.
Nurul terlihat sedikit kesal melihat sikap keponakan dari suaminya tersebut. "Do... Udah deh, kamu gak usah pura-pura. Kamu juga penasarankan ingin tahu bagaimana rasanya bercinta?" Ujar Nurul seraya merapatkan tubuhnya ke badan Rido.
"Ma... maksud Bibi...?" Rido pura-pura tidak mengerti sambil mencari cara untuk segera pergi membawa Bibinya pulang. Karena kalau dia pulang sendiri, Rido tidak tahu harus memberikan alasan apa kepada pamannya.
"Haduh Rido, kamu itu udah gede bukan anak kecil lagi. Buat apa kamu nyimpan photo-photo Bibi kalau bukan untuk ngekhayalin Bibi. Iya kan?" Sergap Nurul dengan napas yang mulai memburu.
"Bi... maaf kalau Rido udah lancang nyimpan photo-photo Bibi. Nanti Rido hapus deh kalau Bibi keberatan."
"Tdak usah Do, kamu boleh menyimpannya kalau kamu suka. Atau, kalau kamu mau nanti Bibi kirimin photo Bibi yang lebih seksi. Gimana?" Pancing Nurul sambil mengusap-usap paha Rido.
Rido tampak salah tingkah, di satu sisi dia tidak bisa menampik ketertarikannya kepada tubuh Nurul yang menjadi idaman kebanyakan para pria itu. Rido juga berpikir mungkin ini saatnya ia melepas keperjakaannya dan merasakan apa yang selama ini sering menjadi khayalannya.
Tapi di sisi lain, akal sehat Rido masih mampu mengontrol dirinya. "Iya, gue memang penasaran ingin merasakan kenikmatan bercinta, tapi masa iya gue ngelakuinnya sama Bibi gue sendiri?" Rido membatin sambil berusaha keras menjaga akal sehatnya.
"Bi... sebaiknya kita segera pulang, kasihan Mang Dani udah nungguin. Mana dia habis jatuh di kamar mandi lagi." Ucap Rido berusaha menetralkan suasana.
Sementara Nurul yang sudah dikuasai nafsu birahinya, tidak menyerah begitu saja. Dengan sikap serta kata-kata vulgar, wanita tersebut terus berusaha memancing hasrat lelaki Rido.
"Rido... kamu tenang saja, urusan mamang kamu mah serahin saja sama Bibi. Sekarang mending kita bersenang-senang, mungpung orang tua Bibi masih di kebun. Kapan lagi coba kita bisa berduaan kayak gini? Jarang lo kita mendapatkan kesempatan emas seperti sekarang ini." Ujar Nurul sambil berusaha mencium Rido yang saat itu tampak terdiam memikirkan sesuatu.
Untuk beberapa detik, Nurul berhasil menempelkan bibirnya ke bibir Rido, sampai akhirnya pemuda tampan itu tersadar dari lamunannya.
"Bi... Bi... maaf banget Bi, Rido gak bisa menuruti kemauan Bibi." Ucap Rido sambil menjauhkan wajahnya dari jangkauan Nurul. "nyebut Bi nyebut, Rido ini keponakan Bibi." Rido berusaha menyadarkan Nurul serta menjaga kesadaran dirinya juga.
Nurul tampak semakin kesal atas sikap Rido yang berusaha terus menghindarinya. Namun wanita yang sudah dikuasai oleh nafsu birahi tersebut, tidak menyerah begitu saja. Nurul yang sudah lama tertarik dengan keponakan dari suaminya itu, terus merayu Rido untuk melakukan apa yang diinginkannya saat itu.
Mengandalkan kemolekan tubuhnya, Nurul berusaha menggoda pemuda tampan itu dengan gerakan-gerakan sensual yang memancing gairah laki-laki.
"Bi... Maaf, Rido mau numpang ke kamar mandi dulu. Rido kebelet pipis." Ucap Rido seraya memegang pangkal pahanya.
Nurul tampak tersenyum misterius. "hmmm... Rupanya bocah ingusan ini mulai terpancing." Nurul membatin sambil melirik ke arah bawah perut Rido yang tampak agak menonjol.
"O... Ya udah kalau begitu. Jangan lama-lama ya." Ucap nurul mengedipkan sebelah matanya saat Rido beranjak dari tempat duduknya.
Rido pun bergegas melangkah cepat ke belakang, dia yang sudah beberapa kali berkunjung ke rumah orang tua Nurul, sudah hapal betul dimana letak kamar mandi berada.
Selama berada di dalam kamar mandi, Rido mencari ide bagaimana caranya agar ia bisa segera membawa istri pamannya tersebut pulang. selain itu, Rido juga tampak membasahi kepalanya untuk sekadar mendinginkan kepalanya yang mulai panas.
Selang beberapa menit kemudian, Rido kembali melangkah menuju ruang tamu sambil memainkan ponselnya.
Sesampainya di ruang tamu, kedua mata Rido terbelalak melihat penampilan Bibinya saat itu. Nurul yang sebelumnya mengenakan celana jeans serta kaos berwarna putih, kini telah menggantinya dengan tanktop berwarna hitam serta celana pendek yang batas ujungnya hanya beberapa centi saja dari pangkal paha. Sehingga sepasang paha nurul yang putih mulus nyaris tanpa cela, kini terpampang jelas di hadapan Rido.
Nurul tampak tersenyum penuh kemenangan saat melihat keponakannya itu tampak salah tingkah serta berkali-kali kedapatan mencuri-curi pandang ke arahnya. Hal tersebut membuat Nurul semakin bersemangat untuk kembali melancarkan aksinya.
Rido yang kini duduk di kursi yang berbeda, tampak kikuk melihat sikap serta penampilan istri dari pamannya tersebut. "Ya Tuhan ini perempuan rupanya belum nyerah juga. Gimana ini? masa gue kalah?" Rido membatin seraya menggelengkan kepalanya.
Dengan langkah yang gemulai, Nurul berjalan mendekati Rido disertai senyuman genit yang tersungging di bibirnya.
Namun, saat Nurul hendak melanjutkan apa yang tadi sempat tertunda, tiba-tiba muncul seorang wanita muda sambil menggendong bayi.
"Teh... Teh Nurul ada apa manggil Dewi?" Ucap wanita tersebut yang ternyata sodara Nurul yang juga merupakan ibu dari bayi yang tadi digendong oleh Nurul.
"Dewi...?" Nurul tersentak kaget sambil menoleh kearah sodaranya tersebut. "Teteh... Teteh... mau pinjem uang kamu dulu buat beli bensin. Kebetulan Teteh gak ada uang receh." Ujar Nurul sedikit terbata-bata mendapati adiknya yang muncul tiba-tiba.
"O gitu... Ya udah bentar Dewi ambil dulu." Ucap Dewi dengan tatapan heran melihat penampilan kakaknya tersebut. Dewi pun lantas pergi meninggalkan tempat itu dengan beribu pertanyaan di benaknya.
"selamat..... selamat..... Untung saja gue punya no WA-nya Teh Dewi, kalau nggak, bisa rontok deh keperjakaan gue." Gumam Rido menghela napas panjang seraya mengelus dada melihat sikap Nurul yang tampak kaku di hadapan Dewi.
"hmmm... Cerdik juga kamu rupanya." Rutuk Nurul mendengus geram dengan tatapan kesal ke arah Rido. "kali ini kamu bisa lolos, tapi lain kali jangan harap kamu bisa lari dari Bibi." Ucap Nurul dengan kedua tangan yang terlipat di dadanya.
Sementara Rido hanya menunduk memainkan pnselnya sambil berharap agar Dewi lekas datang dan mencairkan suasana yang saat itu terasa begitu tegang.
Dengan raut muka yang nampak sangat kesal, Nurul lantas pergi meninggalkan Rido di ruang tamu. Tidak lama berselang, samar-samar terdengar guyuran air dari kamar mandi.
"hhhhh..... Syukurlah.... akhirnya selamat juga Gue." Gumam Rido saat melihat kedua orang tua Nurul tiba di halaman rumahnya.