"Selama ini aku selalu menjadi bayangan dihidupmu. Bagaimana caranya agar kamu bisa memandangku?" ucap Erik lirih.
"Kak Erik, apa yang kakak lakukan disana? Cepatlah!" seru Rika, melambaikan tangan pada Erik.
"Ya! Aku datang!" jawab Erik berjalan mendekat pada Rika.
Mereka pun berjalan bersama menyusuri deretan toko baju di mall itu. Rika tampak antusias menghampiri toko-toko yang terlihat cantik.
"Kak, ayo kesana. Kelihatannya bagus-bagus." ucap Rika menarik tangan Erik untuk memasuki salah satu toko sepatu. Tanpa perlawanan Erik mengikuti langkah Rika.
"Pelan-pelan" ucap Erik.
"Wah, mereka semua cantik-cantik. Kak, aku pilih yang mana ya?" tanya Rika menatap jejeran sepatu yang terlihat cantik.
Erik mengedarkan pandangannya pada sepatu-sepatu di toko itu. Kemudian, matanya terpaku oleh salah satu sepatu cantik berwarna silver disana. Ia pun mengambilnya.
"Cobalah ini" ucap Erik, ia menarik tangan Rika agar duduk di salah satu bangku. Kemudian ia berlutut di depan Rika dan memakaikan sepatu pilihannya di kaki Rika.
"Cantik" ucap Erik, menatap Rika.
"Wah, pilihan kak Erik memang tiada tandingannya. Aku akan memakai ini di pesta kak Toni besok. Aku pasti akan menjadi seperti Cinderella, ya kan kak?" tanya Rika antusias.
"Tentu. Kamu pasti akan jadi yang paling cantik." ucap Erik sambil tersenyum lembut memperhatikan Rika yang sedang bercermin.
.
.
"Kak Erik!" panggil Rika, ia berlari ke arah Erik yang sedang duduk seorang diri di taman sekolah.
"Jangan lari-lari nanti jatuh." seru Erik cemas. Baru selesai ia mengatakan itu Rika tanpa sengaja tersandung dan jatuh.
"Aww!!" pekik Rika kesakitan. Erik pun segera berlari mendekati Rika.
"Kan aku sudah bilang. Jangan lari-lari." omel Erik.
"Maaf" ucap Rika menunduk sedih.
Erik hanya bisa menghela nafas panjang. Ia melihat lutut Rika berdarah.
"Apakah sakit?" tanya Erik lembut melihat luka itu. Rika pun mengangguk dengan tatapan sedih.
"Naiklah" ucap Erik berlutut membelakangi Rika.
"Hm?"
Rika tak mengerti apa maksud Erik. Ia hanya menatap punggung Erik dengan bingung.
"Naiklah. Kakimu berdarah, apa kamu bisa jalan?" omel Erik menatap Rika.
"Baiklah" ucap Rika pelan, dengan perlahan ia memeluk Erik.
Erik segera mengangkat tubuh mungil Rika dipunggungnya dan berjalan perlahan menuju UKS.
"Kak aku pasti berat kan?" tanya Rika malu.
"Tentu saja, baru tau kamu?" ejek Erik.
"Kalau gitu, cepat turunkan aku. Aku bisa jalan sendiri" ucap Rika kesal, ia meronta dan memukuli bahu Erik.
"Aw, itu sakit. Berhentilah bergerak jika tidak kamu akan jatuh" ucap Erik kesal.
"Katanya aku berat?" cibir Rika.
"Seberat apapun kamu, aku tak akan membiarkan kamu berjalan sendiri ketika terluka." ucap Erik lembut.
Rika tersenyum mendengar itu. Ia pun semakin mengeratkan tangannya ditubuh Erik. Dilain sisi, Erik pun juga tersenyum senang.
Sesampainya di UKS, Erik segera mencari kotak obat untuk mengobati luka dilutut Rika. Kebetulan, waktu itu UKS sedang kosong dan tak ada yang menjaga.
Setelah menemukan kotak obat yang dicarinya, ia segera berlutut di depan Rika dan dengan perlahan mengobati luka dilututnya.
"Aww" pekik Rika, ia meringis kesakitan.
"Kalau tau sakit kenapa masih saja bandel lari-lari?" omel Erik lagi.
"Ya kan aku gatau kalau aku bakalan jatuh." cicit Rika pelan. Mendengar itu Erik menghela nafas panjang.
"Setelah ini jangan lagi diulangi." perintah Erik.
"Yaa" jawab Rika pelan.
"Ngomong-ngomong ada apa kamu mencariku sambil berlari seperti itu?" tanya Erik sambil beralih duduk disebelah Rika.
"Aku mau menunjukkan sesuatu pada kakak" ucap Rika antusias, ia segera mengambil ponselnya dan mencari sesuatu.
"Lihalah ini" seru Rika.
Erik pun melihat apa yang ditunjukkan Rika dengan antusias seperti itu. Ternyata itu adalah foto Toni si pangeran sekolah sekaligus orang yang disukai oleh Rika.
"Kamu berlari padaku hanya untuk menunjukkan ini?" tanya Erik tak percaya.
"Ya! Bukankah kak Toni sangat tampan? Ya kan? Aku mendapatkan ini dengan susah payah loh saat kak Toni bermain basket tadi ..."
"Hentikan!" seru Erik memotong ucapan Rika, suaranya cukup keras hingga membuat Rika terkejut.
"Maaf. Tapi, bisakah kamu lebih berhati-hati menjaga dirimu sendiri. Jangan terluka karna orang lain" ucap Erik menatap Rika penuh harap.
"Tapi ..."
"Sudahlah, aku akan mengantarkanmu ke kelas. Sebentar lagi bel masuk akan berbunyi" ucap Erik, lagi-lagi memotong ucapan Rika.
Kemudian, dengan perlahan ia memapah Rika untuk kembali ke kelasnya.
"Aku pergi dulu. Pulang sekolah nanti tetaplah di kelas, aku akan menjemputmu." ucap Erik lembut. Rika pun mengangguk dengan senyum manis.
.
.
"Kamu tak ada niat untuk menyampaikan perasaanmu pada Rika?" tanya Ardi sahabat Erik.
"Bagaimana bisa aku mengatakannya? Dimatanya hanya ada Toni. Aku hanyalah bayangan." jawab Erik lesu.
"Bukankah kamu harus lebih agresif lagi? Mungkin dengan clue yang menunjukkan kamu menyukainya. Buat dia Peka." saran Ardi.
"Kamu pikir, sudah berapa banyak aku mencoba memberinya clue bahwa aku menyukainya. Tapi, dia sama sekali tak menyadarinya."
"Haish. Malang sekali nasibmu, semoga si doi cepet peka ya. Padahal, disisinya ada lelaki tampan yang sangat mencintainya seperti ini, kenapa dia bisa tidak tahu." ucap Ardi tak habis pikir. Erik hanya tersenyum kecut.
.
.
Sepulang sekolah sesuai perkataannya Erik segera menuju kelas Rika untuk menjemputnya.
"Yuk, pulang." ajak Erik saat melihat Rika masih duduk dibangkunya. Namun, Rika tak kunjung bergerak.
"Kenapa? Kakimu masih sakit?" tanya Erik mendekati Rika.
"Tidak. Aku sudah bisa jalan sendiri, ini kan tidak parah." jawab Rika pelan.
"Lalu kenapa tak segera berdiri. Aku akan mengantarmu pulang"
"Hm, kak. Aku boleh minta tolong tidak?" tanya Rika ragu-ragu. Erik menatap Rika curiga.
"Apa? Katakanlah" perintah Erik.
"Hm. Itu. Anu. Hm.."
"Kamu mau bilang apa sih? Susah sekali. Aku akan mendengarnya." ucap Erik kesal.
"Begini kak. Hm, ada kemungkinan bukan kalau kak Toni akan menerima pernyataan cintaku besok. Hm, lalu biasanya setelah itu ada ... Hm, itu loh kak yang biasa dilakukan oleh pasangan. Hmm." ucap Rika malu sambil menyatukan kedua tangannya.
"Ap-Apa maksudmu?" seru Erik gugup.
"Ish, kakak gak peka deh. Ciuman kak! C-I-U-M-A-N!!" seru Rika dengan suara lantang.
Erik cukup terkejut mendengar itu. Walaupun, sebenarnya ia sudah tau maksud dari Rika sebelumnya. Tapi, mendengar Rika mengatakan itu secara langsung justru semakin membuatnya gugup.
"Lalu hubungannya denganku?" tanya Erik, berusaha bersikap cuek.
"Hm, begini. Kak Toni kan cinta pertama ku. Aku tak memiliki pengalaman berkencan sebelumnya, termasuk pengalaman hal itu"
"Ya, lalu?" tanya Erik semakin bingung arah perkataan Rika.
"Hm, Bi-Bisakah kakak mengajariku caranya Ciuman?" ucap Rika menatap Erik yakin.
"Kamu sudah gila ya? Bagaimana aku bisa mengajarimu?!" seru Erik tak percaya dengan apa yang didengarnya, ia berdiri membelakangi Rika.
"Ya, kakak hanya tinggal ajari aku kan? Gak sampe ciuman. Tapi, hal apa yang biasanya dilakukan sebelum itu, maksudku tanda-tanda kalau kak Toni mau cium aku. Supaya aku tak terkejut." jelas Rika.
"Kamu anggep aku ini apa sih? Kenapa kamu bisa menyuruhku mengajari hal seperti itu?" tanya Erik menatap tajam Rika.
"Kalau bukan kakak siapa lagi? Tak ada laki-laki sebaik kakak yang pernah aku kenal. Aku sangat mempercayai kakak." ucap Rika menunduk sedih.
Hening beberapa saat. Erik terus menatap Rika dalam. Dengan perlahan ia mendekati Rika. Rika yang melihat Erik berjalan mendekat kearahnya dengan terus menatapnya pun jadi bingung. Reflek ia bergerak mundur.
Namun dengan cepat Erik meraih tubuh Rika ke dalam dekapannya. Ia merapikan poni Rika dengan lembut. Kemudian dengan perlahan ia mendekatkan wajahnya pada wajah Rika.
"Aku mencintaimu" ucap Erik dengan sangat lembut.
Ia semakin mendekatkan wajahnya pada Rika. Sedangkan Rika merasa tubuhnya terkunci. Melihat Erik yang semakin mendekat, ia pun menutup matanya. Dapat ia rasakan hembusan nafas Erik semakin mendekatinya.
"Itu tanda-tandaya. Ingat dengan baik. Sekarang kita pulang" ucap Erik berjalan keluar dari kelas.
Rika pun membuka matanya dan seakan baru tersadar kalau yang dilakukan Erik barusan hanyalah acting.
"Kak Erik hanya acting untuk membantuku. Tapi, kenapa jantungku berdebar sangat cepat? Huh! Kak Erik jahat sekali bisa-bisanya dia tak mengatakan dulu padaku kalau dia sudah memulai actingnya. Aku pasti sangat terkejut." gumam Rika.
"Aku sudah gila!" umpat Erik setelah keluar kelas. Ia menyesali tindakannya yang terlalu impulsif. Jika, ia tak sadar tepat waktu dia pasti sudah akan mencium Rika.
.
.
Hari Pesta
"Kak, aku sangat gugup." rengek Rika pada Erik.
"Kamu sudah berdandan sangat cantik, mengenakan sepatu yang cantik juga. Bahkan, kamu juga sudah berlatih dengan keras. Percaya dirilah." ucap Erik lembut.
"Apakah aku bisa?" tanya Rika.
"Tentu saja. Aku akan mendukungmu dari sini. Sekarang majulah." ucap Erik, mendorong lembut punggung Rika agar mulai melangkah mendekati Toni.
Akhirnya, dengan perlahan Rika berjalan mendekati Toni yang sedang mengobrol dengan beberapa temannya.
"Hm, permisi kak. Anu, bolehkah aku mengobrol dengan kak Toni? Ada hal yang ingin aku sampaikan." ucap Rika pelan.
Akhirnya, teman-teman Toni pun meninggalkan Toni bersama Rika. Dan kini tinggal Rika dan Toni yang tersisa.
"Kamu mau mengatakan apa?" tanya Toni bingung.
"Hm, hai kak Toni. Aku Rika, anu ... Dulu kakak pernah menolongku untuk ke UKS saat aku pingsan terkena bola basket ..."
"Oh, sepertinya begitu. Aku sudah tak mengingatnya" ucap Toni dingin memotong ucapan Rika.
"Ya. Kejadiannya sudah cukup lama, jadi wajar kalau kakak lupa. Hm, jadi aku mau mengucapan terima kasih ..."
"Ok, sama-sama. Sudah kan? Aku mau menyapa temanku yang lain." potong Toni lagi dan hendak melangkah pergi.
"Tunggu kak!" panggil Rika sambil memegang tangan Toni. Toni yang melihat tangannya dipegang sembarangan pun terlihat tak nyaman.
"Ada lagi?" tanya Toni dingin.
"Anu, aku juga ingin bilang. Kalau ... Kalau, sebenarnya ... Sebenarnya aku ... Aku menyukai kak Toni. Kak Toni mau pacaran sama aku?" tanya Rika gugup, ia menundukkan kepalanya malu.
"Kamu bukan tipeku! Maaf" jawab Toni cepat, kemudian ia meninggalkan Rika yang masih terpaku disana.
Saat Rika tersadar bahwa dia sudah ditolak pun, perasaannya menjadi kacau dan ia segera pergi dari pesta itu. Ia berlari keluar gedung dengan menangis.
Di depan gedung ia berpapasan dengan Erik yang akan kembali masuk ke gedung. Erik cukup terkejut melihat Rika yang menangis. Ia bisa menebak apa yang terjadi.
"A-Aku ditolak" ucap Rika lirih didepan Erik, ia masih menangis.
Erik tak tahan melihat Rika yang menangis, ia pun segera membawa Rika kedalam pelukannya.
"Sudah ku katakan sebelumnya. Jangan terluka karna orang lain. Aku tak menyukainya." ucap Erik kesal.
Rika melepaskan pelukan Erik dan menatap Erik bingung.
"Tidak bisakah kamu melihatku? Selama ini aku sangat menyukaimu. Tidak!! Aku sangat mencintaimu. Dimataku hanya ada kamu. Hanya kamu." ucap Erik lembut.
Rika tak menjawab ia masih mencerna apa yang dikatakan Erik. Namun, sepertinya tubuhnya jauh lebih jujur. Jantungnya saat ini berdebar sangat cepat.
"Bisakah aku melakukan itu?" tanya Rika.
"Tentu. Coba buka hatimu untuk ku juga. Dan coba lihat aku." pinta Erik.
Rika sangat tersentuh dengan pengakuan Erik. Dia buta selama ini karna tak pernah melihat Erik. Ia selalu mengabaikan dan hanya menganggap Erik seperti bayangan. Padahal, tanpa ia sadari sebenarnya hatinya juga sudah jatuh pada Erik.
"Ya, aku akan berusaha melihat kakak mulai sekarang. Hanya kakak." ucap Rika lembut.
Erik pun tersenyum mendengarnya. Dengan lembut ia menyeka air mata di kedua pipi Rika.
"Aku mencintaimu" ucap Erik lembut.
"Aku juga" ucap Rika tak kalah lembut.
Kemudian, dengan perlahan Erik mendekatkan wajahnya ke wajah Rika. Rika tersenyum melihatnya, ia teringat saat latihan adegan ini bersama Erik sebelumnya.
Ia pun menutup mata dan merasakan hembusan nafas Erik yang semikan mendekat ke arahnya. Dan kemudian, dapat ia rasakan sesuatu yang lembut mendarat dibibirnya.
Erik merasakan bibir kecil dengan aroma ceri menyentuh bibirnya. Dengan lembut ia mulai mengelumnya. Beberapa menit kemudian, ia melepaskan ciumannya dan menatap Rika dengan lembut.
"Mulai saat ini aku akan terus melihatmu dan kamu juga hanya boleh melihatku." ucap Erik lembut yang diangguki oleh Rika.
Kemudian Erik mengecup lembut kening Rika dan kembali memeluk Rika erat.
~End~
Note : Coba hargai seseorang yang berada didekat kita. Seseorang yang rela melihat kita tersenyum sedangkan dirinya terluka. Jangan abaikan orang seperti itu, mereka sangat layak untuk dipertahankan..