Hari ini adalah jadwalku mengunjungi anak yatim di yayasan yang merupakan milikku sendiri.
Sebenarnya yayasan ini tidak hanya berisikan anak-anak yatim piatu, ada juga beberapa orang jompo dan homeless.
Aku menampung mereka, memberi mereka rumah yang layak, pakaian yang layak dan makanan yang enak.
Yayasanku sudah berdiri sejak 3 tahun yang lalu.
Namaku Delima, Ibu Delima. Umurku 45 tahun, umur yang cukup muda untuk memiliki kakayaan yang berlimpah.
Aku tidak terlahir sebagai orang kaya, aku bahkan terlahir tanpa ayah, tanpa ibu, aku dititipkan ke panti asuhan lalu dibesarkan di sana.
Setelah besar aku terus berusaha mengambil banyak peluang dan ternyata berhasil, dari berbagai bisnis yang aku geluti, aku memiliki pendapatan bersih sekitar tiga pulu lima milyar rupiah pertahun, jumlah yang fantastis untuk seorang anak yatim piatu sepertiku.
"Delima?!" seseorang memanggilku ketika aku turun dari mobil.
"Siapa ya?" Aku membuka kacamata hitamku.
"Gue Ana, masa lu lupa. temen SMP lu, dulu kita sering banget main, ngerjain PR bareng, makan di kantin bareng, oh ya, sama ikut ekstrakulikuler bareng, inget nggak dulu kita itu satu geng, namanya geng Manis ada 10 orang cewek-cewek gitu."
"Oh, Ana! apa kabar?" Aku memeluknya, dia menyambut pelukanku.
"Delima, kasian ya Jane sama Anis, mereka meninggal selang sebulan doang." Ana memberitahuku.
"Aku tahu, anak-anak mereka aku tampung di yayasanku, ini di sini." aku menunjuk bangunan megah yang merupakan yayasan anak yatim piatu milikku.
"Wah hebat ya, Si Delima anak panti sekarang udah kaya raya." Ana berkata.
"Ya, begitulah, rodakan berputar, bagaimana kehidupanmu?" Aku bertanya.
"Aku sedang dalam masa sulit, sekarang aku ke sini untuk nasi kotak dan amplop yang sering kau bagikan untuk kami, orang - orang yang sulit." Dia berbicara dengan kikuk, mungkin malu, karena seingatku dulu dia adalah anak dari seorang pejabat daerah yang kaya.
"Oh, ok, sebentar. Kau tidak perlu masuk mengantri untuk nasi kotak dan amplopnya, sebentar aku ambilkan di mobil."
Aku berjalan ke arah mobil mengambil nasi kotak dan amplop, kulebihkan uang di amplop, biasanya aku hanya menaruh uang 100 ribu tapi sekarang aku menambahnya menjadi 500 ribu di amplop itu.
"Ana, nih ambil, sama ini buat anak dan suamimu." Aku memberinya beberapa nasi kotak.
"Terima kasih ya, Delima, aku tidak menyangka, kau yang dulu miskin, dekil dan anak panti bisa sekaya ini sekarang."
Aku tersenyum dengan hangat kepadanya.
"Ada berapa anakmu, An?" Aku bertanya sebelum dia pamit pulang.
"Ada 3 orang, Delima. Dua laki-laki dan satu perempuan, kamu sudah menikah?"
"Oh, aku tidak menikah Ana."
"Ya, memang gitu sih, biasanya orang kalo di kasih Tuhan kaya, dia tidak beruntung untuk menikah dan punya anak." Ana lalu pamit setelah mengatakannya.
Ana masih seperti dulu, selalu blak-blakan, dia salah satu teman yang lumayan aku ingat.
...
"Selamat siang m, Bu Delima." Seketaris pribadi datang menemuiku, aku sedang di ruangan binatang perliharaanku, aku suka semua jenis binatang.
"Ada apa?" Aku bertanya.
"Ana di temukan meninggal di rumahnya, berdasarkan laporan forensik, dia dinyatakan meninggal akibat over dosis, karena ditemukan zat sejenis morfin pada jasadnya, hal ini sejalan dengan pekerjaannya sebagai pemandu karaoke yang terbiasa bersentuhan dengan alkohol dan obat terlarang." Dia memberikan laporan secara terinci, maklum dia mantan anggota BIN (Badan intelejen Negara), dia wanita yang sangat mengesankan dan sudah bekerja padaku selama 5 tahun terakhir, dia juga pemegang sabuk kuning, pada cabang pencak silat, kalau tidak salah pemegang sabuk kuning di pencak silat disebut pendekar.
"Bagaimana dengan suami dan anak-anaknya?" Aku bertanya.
"Suaminya menghilang dua hari yang lalu, sepertinya kabur meninggalkan anak-anaknya, kami sudah membawa anak-anak itu ke yayasan, Bu."
"Ok bagus, aku tidak mau mereka terlantar, pastikan mereka tetap sekolah di tempat yang sama sebelum ditinggalkan orang tuanya."
Setelah menerima perintah, lalu sekertarisku pergi.
Aku suka menghabiskan waktu di ruangan ini, bersama peliharaan-peliharaanku, binatang ini sungguh menggemaskan, aku menernakan mereka, secara hati-hati.
Hewan ini disebut Black Mamba, ular paling beracun di dunia, hanya butuh dua tetes untuk membunuh manusia, aku akan mengambil racun mereka untuk keperluan bisnis, racun ular ini sungguh sangat istimewa, selain racunnya dapat membunuh, ada fakta luar biasa yang aku temukan sebelum akhirnya memutuskan menernakan Ular Black Mamba ini.
Eric Lingueglia dari Institute of Molecular and Cellular Pharmacology di Sophia Antapolis, Perancis, mengatakan bahwa senyawa protein pada bisa ular Black Mamba yang malampaui morfin itu di sebut mambalgins, secara sederhananya, Bisa pada hewan peliharaanku memiliki senyawa yang sama dengan mofin walau tidak memiliki efek samping dari morfin.
Toh aku juga tidak butuh efek samping dari morfin, aku butuh sisi racunnya.
Jane, Anis, Ana dan 6 orang lainnya, adalah teman-temanku yang membentuk geng Manis di SMP dulu, aku bahagia bisa berteman dengan orang-orang keren seperti mereka, maklum aku dulu hanya anak panti asuhan, mereka sering memanggilku dengan sebutan Si Anak Panti.
Benar kata Ana dulu, mereka sering bermain denganku, walau kebanyakan aku yang menjadi tameng, kami sering makan di kanton bersama, aku selalu diberikan makanan sisa, makanan itu disatukan ke dalam satu piring, seperti nasi goreng Anis yang tidak habis, batagor Jane yang sisa dan soto Ana yang terkena batuk orang, mereka menyatukan makanan sisa itu dan manaruhnya di satu mangkuk lalu memberikannya padaku, mereka baik sekali bukan?
Ya, mereka sering mengajakku dan bahkan membayariku kegiatan ekstrakulikuler yang berbayar itu, aku dilibatkan dalam banyak hal, seperti membawa tas mereka semua, menjaga sepatu ketika mereka sedang latihan dan tentu saja merapihkan baju-baju kotor mereka.
"Ok, anak-anakku, ayo produksi bisa lebih banyak lagi, masih ada 6 orang yang harus menerima paket dari kalian, Mambinya Mami, anak hebat Mami, mari kita berpesta!"
Aku tertawa terbahak-bahak karena bahagia, ada tambahan tiga anak lagi yang berstatus Si Anak Panti, tenang saja Jane, Anis dan Ana, anak-anak kalian aman bersamaku, bahkan mereka bernasib sama denganku.
Setelah ini, aku harus mendaftarkan ketiga anak Ana untuk mendapatkan program subsidi dari pemerintah, karena yayasanku memang salah satu daftar penerima bantuan dana dari pemerintah, jadi semakin banyak anak, semakin banyak uang.
Uang, uang dan uang. Teman-temanku itu sungguh bisa menjadi ladang penghasilan baru untukku melalui anak-anak mereka.
Itulah hebatnya diriku, aku selalu bisa melihat peluang dan menjadikannya ladang bisnis, pesanan Bisa Anak-anak mami pun semakin hari semakin banyak.
Makanya aku bilang pada Ana beberapa hari yang lalu, aku tidak menikah, karena aku sudah memiliki anak-anak yang bahkan anak-anak ularku menghasilan uang sejak umur mereka masih belia.
_____________________________
Catatan penulis :
Aku pengen tau deh, menurut kalian kalau kejadian seperti diatas, siapa kira-kira yang menciptakan IBLIS DELIMA? Ayah ibunya yang pergi? teman-temannya? atau lingkungannya?
Coment di bawah ya.