Dibawah tatapan tajam seorang pria berperawakan tinggi tegap, Mariska dengan baju compang camping dan topi anyaman pandan menundukkan kepalanya dengan gugup. Jantungnya berdegup kencang memompa nadinya yang mendenyut menggelegak oleh tatapan intens pria itu.
Sebisa mungkin dirinya tidak membuat kesalahan dan mengenyahkan kemungkinan dirinya menarik perhatian dari pria tampan ini dan juga rekannya yang lain. Seingatnya semua instruksi sudah dilaksanakannya. Semua persyaratan dan material yang disuruh untuk dikenakan sudah lengkap melekat di tubuhnya. Tapi pria ini seperti membuntutinya seolah mencari setitik saja kesalahan Mariska untuk dijadikan bahan bakar hukuman.
Topi anyaman, baju putih, rambut kepang warna warni, tas karung, anting dari kulit jengkol, dan kalung dari aneka sayur mayur yang cocok di buat lalapan. Belum lagi wajah comeng yang dipulas make brand lokal -baca:kampusnya- oke, fix dia lebih mirip orang orangan sawah daripada Mahasiswa baru, semuanya sudah lengkap. Tapi pria ini masih saja berdiri di sekitarnya. Di balik wajahnya yang menunduk, Mariska masih bisa merasakan tatapannya yang tajam.
Sungguh Mariska was-was. Dia mau kegiatan ini berjalan lancar meskipun tidak tahu apa korelasinya acara ini dengan keberhasilan masa depannya. Mariska hanya takut berbeda dari temannya yang lain yang semuanya juga mengikuti kegiatan absurd ini.
____
"Heiii, cantik.. cantik.."
Seorang pria terlihat seperti terburu-buru mendekati Mariska. Panggilannya bukan menunjukkan pujian, tapi lebih kepada gumanan untuk dirinya sendiri karena terkejut dengan apa yang baru saja melintas dari hadapannya.
Sayangnya Mariska memahami bahwa kata cantik itu memang dikonotasikan untuk dirinya. Dia melangkah cepat, pura-pura tidak mendengar untuk menghindari pria gagah itu. Iya, Mariska tahu pria ini tampan. Tidak sengaja tadi Mariska meliriknya saat lewat.
Mariska tidak mau dirinya dikenali dan dijadikan idola pada acara ini seperti beberapa temannya yang saat ini berada di panggung untuk melakukan instruksi-instruksi konyol seniornya. Joget dangdut heboh, menyanyikan lagu Agnes Mo yang entah berapa oktaf, senam kesehatan ala senior, pura-pura mengungkapkan cinta pada senior. Hell no!! Mariska tidak mau dijadikan objek penderita.
Rupanya pria itu tidak menyerah. Dia melangkah cepat ke arah Mariska meninggalkan belasan junior dibawah komandonya. Dan pria itu sampai saat ini masih setia di sekitar Mariska dan menghadiahinya dengan tatapan elangnya.
Sepertinya dia telah mengalihkan komando kepada teman seangkatannya yang lain demi bisa mengawasi Mariska.
Sampai hari menjelang sore dan kegiatan akan segera berakhir, pria itu tetap di samping Mariska. Tidak mengucapkan sepatah katapun, tapi sepertinya memastikan Mariska kecukupan nutrisi Mariska dengan selalu tanggap menyodorkan air minum dan mengambilkan makan siang serta beberapa snack.
Mariska sendiri akhirnya bisa bernafas lega karena semuanya berakhir. Kuduknya selalu meremang disekitar pria itu. Aura dominan yang dikuarkan oleh tubuh pria tampan ini sungguh membuat Mariska sesak. Belum lagi suara baritonnya yang seksi. Uhhh, Mariska pusing seketika. Terlepas dari semua ke-awkward-an tadi, Mariska sedikit bersyukur dengan kehadirannya. Sedari tadi beberapa senior yang berusaha mendekatinya baik untuk tujuan dijadikan idola ospek maupun untuk mendekati secara personal, selalu dimentahkan oleh si pria tampan ini. Mariska jadi merasa punya pengawal pribadi..
___
"gimana ospek kemarin, kamu ga kenapa-napa kan?"
Edy menghempaskan tubuhnya ke sofa di sebelah Mariska. Edy sangat dekat dengan keluarga Mariska karena Edy sudah berteman dengan Ramlan-kakak Mariska- sedari kecil dan sudah dianggap seperti anak sendiri oleh orangtua Mariska.
"aman bang, lancar. Senin sudah mulai kuliah seperti biasa"
Edy ternyata satu jurusan dengan Mariska, karena Mariska mengikuti ujian jurusan Teknik Sipil dan lulus. Ramlan sendiri kuliah di jurusan seni sesuai dengan gayanya yang urakan. Lebih mirip rockstar ketimbang mahasiswa.
"Bagus deh, ngga ada yang coba ganggu kamu kan? Kemarin Abang ada kegiatan jadi ngga ikutan ngospek"
"Ngga ada bang, semua aman terkendali" kecuali hati Mariska yang tidak aman terkendali karena masih terbayang wajah tampan seniornya itu yang entah siapa namanya.
"Kalau kamu kesulitan karena tingkah senior yang usil, kamu bilang aja kalau kamu adik Abang"
Edy serius menawarkan kepada Mariska. Baginya Mariska sudah seperti adiknya sendiri. Begitupun setiap pria yang mendekati Mariska, harus lewat seleksi ketat darinya dan Ramlan. Mereka begitu menyayangi adik 'kecil' mereka ini.
Iya, mereka menganggap Mariska masih anak kecil yang harus dijaga.
"Ngga ahh, Mariska ntar di bilang anak titipan. Ogah.."
"Duhh, kamu ini..." Edy mendorong gemas pucuk kepala Mariska.
"Abang serius loh dek, kamu tahu sendiri itu jurusan teknik di isi pejantan yang penuh hormon testosteron. Mana bisa diam mereka lihat kamu cantik begitu"
Edy mendadak kembali ke syndom sister complex nya.
"Duhh, abangkuu.. makasih ya Mariska emang cantik. Udah deh santai.." Mariska terkekeh geli sambil menyahut acuh.
"Mariska?!" Oke si Abang sudah mulai marah. Mariska harus menghentikan ini sebelum Ramlan muncul dan Mariska semakin tak bisa bernafas karena dihujani aturan sana-sini. Sebenarnya ini anugrah atau kutukan dia punya dua pengawal tampan?
"iya bang..iya. Ntar Mariska memperkenalkan diri sebagai adik Abang."
Case closed. Mariska mau ini berhenti disini.
"Good" Edy berdiri sambil mengusap kepala Mariska. Mariska hanya bisa memutar bola matanya jengah.
___
Hari pertama memulai mata kuliah, Mariska begitu antusias. Dia mempersiapkan semua dengan baik. Hidungnya mengembang membayangkan dia bukan lagi bocah SMA. Sekarang dia mahasiswa. Status yang sedari dulu diimpikannya. Mahasiswa itu panggilan yang keren dan menaikkan level percaya dirinya.
Mariska sudah duduk di sebuah ruangan yang hampir mirip aula. Besar. Dia melirik ke sekitar, ternyata banyak wajah yang sepertinya sudah lebih tua darinya ada di ruangan ini. Mereka pasti senior yang mengulang. Mariska cuek saja sambil bermain handphone di balik meja menunggu dosen masuk.
Tetapi dia sedikit tersentak saat mengangkat kepalanya dan melihat pria itu, pria tampan yang membuatnya tidak bisa tidur nyenyak dua hari ini. Pandangan mereka bertemu dan seketika Mariska menjadi gugup.
Pria itu berjalan pelan ke arah Mariska tanpa memutuskan pandangannya. Kemudian berhenti tepat di sebelah Mariska. Mariska yang salah tingkah menundukkan pandangannya tetapi pria itu tetap menatapnya intens sambil menggeser tubuhnya dan duduk tepat di samping Mariska.
Mariska terhenyak tetapi tidak berani mengangkat wajahnya. Pria ini begitu dingin, tetapi juga begitu memikat. Tak lama dosen pengajar masuk ke ruangan.
"Satria. Namaku Satria" Pria itu memperkenalkan diri tetapi wajahnya menghadap ke depan. Mariska yang terkejut mengangkat wajahnya dan melihat ke arah pria itu. Jantungnya semakin berpacu. Darahnya memompa cepat di setiap pembuluh darahnya. Memberikan getaran hebat yang membuat Mariska kesulitan bernafas.
Tampilan pria ini begitu menawan dilihat dari jarak sedekat ini. Rahangnya yang tegas, hidung besar dan bibir tipis merupakan perpaduan yang sempurna yang membuat Mariska seketika membutuhkan air segar untuk menyejukkan tenggorokannya yang kering. Waktu itu Mariska tidak memperhatikannya sedetail ini karena Mariska sibuk menundukkan wajahnya. Tapi lihatlah sekarang...
Saat Mariska masih terpaku menatap wajah samping pria itu, tiba-tiba pria yang memperkenalkan diri sebagai Satria ini memalingkan wajah menghadap Mariska. Menatap Mariska tepat dimatanya dengan tajam dengan jarak yang begitu intens.
Seketika Mariska lupa caranya bernafas. Dan rasanya dia ingin pingsan saja.
__
Aksi Satria tidak berhenti sampai disitu. Dia seperti selalu muncul di sekitar Mariska, memastikan wanita itu berada tetap dalam jangkauannya. Meskipun tetap irit bicara.
Saat Mariska tiba di kantin untuk makan siang, Satria sudah langsung berdiri dihadapannya sambil mengangkat nampan berisi makanan.
"Ayo duduk disebelah sini. Aku sudah pesan dua porsi makanan" Satria mengedikkan dagunya untuk mengarahkan Mariska ke posisi yang di maksud.
"mmm.., oke" Mariska yang kikuk hanya bisa mengguman sebagai jawaban.
"Aku pesan bakso untuk kamu. Kamu keberatan atau perlu aku ganti?"
Sambil meletakkan mangkuk bakso, Satria memandang lurus ke arah Mariska. Dibawah tatapannya Mariska semakin kikuk.
"mm, oke aku mau bakso" Mariska berusaha mengendalikan dirinya dan untungnya berhasil.
Lalu Satria mengambil botol mineral yang masih tersegel, membukanya dan mengarahkan kepada Mariska.
"ini minum air putih dulu sedikit" Mariska hampir meleleh oleh perlakuan manis Satria.
Mariska meraih botol minuman itu dan meneguknya. Sementara Satria tetap menatap Mariska yang sedang minum. Namun tatapannya kali ini sangat hangat. Dari sudut botol, Mariska dapat melihat senyum tipis Satria yang rasanya membuat Mariska ingin membenamkan wajahnya demi menutup semburat merah yang menjalar di pipinya.
Meskipun sedikit canggung, akhirnya mereka menghabiskan makan siang dengan damai. Dan akhirnya melanjutkan aktivitas mereka yang masih padat.
__
Beberapa minggu berlalu Satria semakin gencar mendekati Mariska. Mariska pun bisa merasakan hatinya yang mendenyut bahagia bila ada di samping Satria. Mariska serasa berjalan di awan.
Hari ini Mariska hendak ke perpustakaan karena ada beberapa tugas yang membutuhkan jurnal-jurnal penelitian sebagai referensi. Saat hampir masuk, Mariska menangkap keberadaan Edy yang duduk bersama teman-temannya.
"Mariska..sini..." Ternyata Edy juga menangkap keberadaan Mariska. Mariska tersenyum dan berjalan menuju tempat Edy.
"Kenapa?" Mariska bertanya acuh.
"Mau ngapain kesana?" Edy menunjuk arah perpustakaan sambil bertanya.
"Ada tugas bang, lusa dikumpulin. Aku mau baca-baca jurnal.."
"ohh, bagus.. belajar yang benar ya" Edy mengusap kepala Mariska. Seketika Mariska memerah. Meskipun mereka sudah seperti saudara, tapi Edy melakukan itu di kampus dan di saksikan teman-teman Edy yang juga seniornya.
"Apaan sih bang Edy.., lagian Abang yang males tuh ga pernah kelihatan kampus" Mariska menepis tangan Edy pada kepalanya dengan geram.
"Lah kalau kami-kami ini memang ga perlu lagi berlama-lama di kampus. Palingan hanya ada satu dua mata kuliah perbaikan. Lagian udah mulai nyusun juga.." Edy menjawab sambil merangkul pundak Mariska.
Mariska menyisir pandangannya ke arah tempat yang di tunjuk Edy. Seketika dirinya tersentak kaget mendapati Satria berada diantara teman-teman Edy menatapnya dengan mata menyala dan rahang mengetat.
Mariska membulatkan matanya dan meneguk ludah. Melepaskan rangkulan Edy secara perlahan.
"mmm, begitu ya bang... yaudah Mariska masuk aja ya biar tugasnya cepat kelar"
Mariska buru-buru berbalik meninggalkan Edy tanpa menunggu jawaban.
__
Saat Mariska sedang santai di beranda rumahnya, Edy datang dan bergabung dengan Mariska.
"Kamu jadian sama Satria?" Edy melemparkan bom ke arah Mariska.
"mm, ngga kok bang" Mariska menjawab gugup.
"hmmm, Satria orang yang baik. Dia selalu bisa menjaga perasaan perempuan yang dicintainya. Kemarin dia nanya Abang tentang kamu. Abang cerita kalau kamu ya sudah Abang anggap adik sendiri dan keluarga kita memang dekat. Kelihatan sekali dia cemburu karena belum tahu bagaimana pertalian kita." Edy terkekeh geli membayangkan temannya itu.
"Dia begitu serius denganmu Mariska. Dia ngga pernah begitu sebelumnya."
Tiba-tiba wajah Edy berubah tegang,
"Lalu Abang tanya dia, apakah dia tahu kalau kalian berbeda? maksud Abang tentang keyakinan kalian.."
Seketika Mariska ikut menegang. Iya, selama ini mereka bersama tidak ada sedikitpun menyinggung soal itu. Mariska pikir mereka sama.
Edy berdiri menegakkan tubuhnya dan mengusap sayang kepala Mariska.
"Abang berdoa yang terbaik untukmu" lalu Edy berlalu meninggalkan Mariska.
__
Saat ini Mariska baru keluar dari ruangan sehabis mengikuti mata kuliahnya. Berjalan gontai melewati koridor. Masih mengingat pembicaraannya dengan Edy tempo hari.
Hatinya sakit tak bisa terucapkan. Setelah perasaan itu muncul, kenapa baru sekarang dilemparkan kenyataan pahit itu ke wajahnya.
Saat pikirannya berkelana, tiba-tiba pandangannya terhalang oleh seseorang yang menjungkirbalikkan hidupnya.
Pria itu disana berdiri menatapnya gamang.
Wajahnya sendu dengan lingkaran hitam menghiasai matanya.
Dia tampak begitu rapuh. Ingin sekali Mariska berlari kesana, mendekapnya erat dan menumpahkan kegundahan hatinya lalu mengatakan semuanya baik-baik saja.
Tapi kakinya terpaku seolah tak bisa bergerak. Mulutnya tak bisa mengeluarkan kata. Hanya pandangan yang saling menyahut seolah bisa menerjemahkan apa yang mereka rasakan. Tak terasa air mata jatuh menghiasi pipi Mariska.
--END--