HAPPY READING!
(Mohon maaf jika Typo masih bertebaran)
🍰🍰🍰
TOK TOK!
Ketukan nyaring yang menggema dari balik pintu, agaknya mampu menganggu tidur nyenyak seorang gadis dari balik selimut tebal nan hangat. Mentari masih terlalu enggan menyambut dini hari begini, akan tetapi ketukan pintu yang semakin keras membuat si empunya unit terganggu dalam tidurnya.
TOK TOK?
"BANG GRAY, STOP IT?!" Teriaknya frustasi. Namun, bukannya bangun ia malah memilih melanjutkan aktivitasnya. Tidur kembali dibawah selimut tebal nan hangat miliknya.
"Ganggu ih." Ketus gadis cantik itu kemudian, saat bunyi nyaring itu kembali terdengar.
Gadis pemilik nama unik-Violeta Allea Latte itu, memilih beranjak dari tempatnya mengenyam mimpi. Matanya menyipit, ketika melihat suasana dibalik jendela unit apartemenya yang masih gelap gulita. Sedangkan suara suara nyaring yang menganggu hibernasi nyenyaknya masih terdengar.
"Bangun, Vio. Waktunya kerja bukan hibernasi?" Panggil suara dari balik pintu tersebut.
"Dih, ngapain lagi tuh tetangga anoyying?" Decak gadis berkaos oblong hitam polos tersebut. Sambil melangkah cepat kearah pintu. Tidurnya telah terganggu, siap-siap saja menerima amukannya.
BRAK
"Bang Gray, ngapain sih gangguin aku?! Ini masih subuh bang, matahari aja belum nongol?!" Semprot Violet murka, sambil berkacak pinggang dihadapan sosok jangkung si pembuat kerusuhan di pagi-pagi buta tersebut.
Sosok tampan berlesung pipi yang akan terlihat kian menawan ketika tersenyum. Pria tampan berpakaian rapih itu, nampak tersenyum tipis ketika menyambut semprotan maut Vio.
"Bagus, kamu sudah bangun. Ini, Tiramissu cake, buat kamu." Jawab si empunya nama, sambil tersenyum manis.
"Hah?"
"Ini. Tiramissu cake dengan topping baru. Kamu orang pertama yang akan mencobanya."
"Hah?"
"Hah, heh hoh terus. Ini, ambil." Pria tampan bermanik abu-abu yang tinggi menjulang itu menyerahkan sebuah tupperware dengan segera.
"Abang bangunin Vio subuh subuh gini, cuma karena Cake ini?"
"Iya." Jawabnya tanpa dosa.
"Karena sepotong cake yang gak berapa ini?"
"Iya. Ini resep baru. Hari ini launching." Jawab lelaki tersebut.
"Astaga naga, bang Gray yang guantengya tujuh tanjakan, tujuh turunan, tujuh tikungan tujuh kelokan. Ngasih cake ini kan bisa nanti, gak subuh subuh gini juga!"
Violeta menatap tetangga disebelah unitnya itu kesal. Bertetangga dengan pria 28 tahun itu bukan sekali dua kali ia lakoni. Semasa hidupnya ia sudah bertetangga dengan mahluk rupawan ini. Pria tampan bersurai hitam pemilik manik abu-abu yang hobby menganggu tidurnya di pagi pagi buta, demi menawarkan sebuah cake ataupun kudapan manis sejenisnya yang dia buat.
"Nanti keburu dingin."
"Ya Allah. Masih ada alasan lain gak, bang sebelum Vio ngamuk?"
Lelaki tampan itu menggeleng. "Saya cuma mau kamu yang pertama kali menikmati cake buatan saya."
"Hah? Gimana, masudnya? Vio loading nih." Ketus Violet.
"Ya, begitu." Ujar Gray, sambil mengedipkan bahunya acuh.
"Dih, aneh banget, sumpah!" Ketus Violet sambil menutup pintu unitnya keras, tanpa mempedulikan si tetangga gantengnya tersebut. Toh, lelaki itu sudah biasa ia perlakukan demikian. Suruh siapa dia selalu bertingkah menyebalkan kepadanya. Sampai membuat Violet jenggah setiap harinya. Sungguh ingin sekali rasanya Vio mengirimkan Gray ke planet Mars agar tak menganggunya lagi.
🍰🍰🍰
"Ini, buku buku baru itu ya Nil?"
"Iya. Chek deh, masih bagus bagus loh."
Senyum sumringah nampak menghiasi bibir gadis berkaos violet tersebut. Netranya nampak berbinar saat melihat buku-buku yang baru saja tiba. Violet memang bekerja di sebuah toko buku yang sekaligus beroperasi sebagai perpustakaan umum. Tempat yang dianggap surga bagi para pecinta sastra itu, akan ramai dikunjungi jika menjelang siang ataupun sore hari.
Para pengunjung bisanya datang untuk membaca buku fiksi yang tersedia, ataupun untuk membeli beberapa buku fiksi yang baru didistribusikan dari toko pusat. Tempat yang didominasi warna cream itu memang mengusum tema homey yang membuat siapapun akan betah untuk berlama-lama.
"Hm. Harum banget, bang Gray pasti lagi bikin cake nih." Pekik Nila, teman satu profesi dengan Violet. Nila Arumsari namanya.
"B ajah. Palingan juga lagi bikin tiramissu cake dia."
"Melimpir ah, kali aja dikasih icip icip." Violet memutar bola matanya jengah. Bertetangga dengan Gray, sudah membuatnya bosan mencicipi yang namanya tiramissu cake ataupun dissert manis beserta kawan-kawannya.
"Aku kesamping dulu ya. Laper nih, baunya enak banget sih. Bikin cacing-cacing diperut berdemonstraria."
"Terserah."
Sepeninggalan Nila, Violet kembali fokus pada pekerjaanya untuk membanahi buku buku ditiap katalognya. Caffe milik Gray memang berada disebelah toko buku tempat Violet bekerja. Saking dekatnya, tetangganya itu bahkan sengaja memasang connecting door untuk mempermudah jalan
antara caffe dan toko buku ini.
"Permisi?"
"Eh, iya. Kenapa?"
"Buku biografi musisi ada dibagian mana ya?" Violet menoleh, menatap lawan bicaranya.
"I-itu, b-iografinya ada disebelah pojok kiri."
"Oh, thanks."
"I-ya." Jawab Violet kikuk. Netra hazelnut Violet tak lepas dari pemandangan dihadapanya barang sedikitpun.
"Hayo, lihatin apa?"
"Astaga naga?!" Latah Violet. "Ish. Bang Gray, apa apaan sih? Ngagetin tahu gak?"
"Maaf, sengaja Vi."
"Tau ah, kesel." Ketus Violet.
"Gak usah marah. Nih, banana cake. Kamu belum sarapan 'kan?" Dengan ekor matanya, Violet melirik apa yang dibawa oleh Gray. Ah, lelaki itu memang tahu saja kesukaanya.
"Gak mau?" Tanya Gray. Lelaki tampan itu dengan segera berbalik dan membawa Banana cake buatannya.
"Eh, sini. Buat Vio juga?!" Cepat cepat gadis itu menggambil banana cake yang dibawa oleh Gray.
Dengan cepat, gadis itu duduk di kursi kebesaranya, untuk mulai menikmati banana cakenya sambil menatap lurus kedepan. Dimana sosok tinggi itu, tengah berdiri dihadapan katalog buku biografi. Sosok yang selalu menjadi pelanggan favorit bagi Violet. Blake Aryaguna namanya.
"Jangan suka."
"Uhuk, maksudnya?"
"Dia anak basket, biasanya banyak ceweknya."
"Eh, apa masalahnya?"
"Yang lain saja, jangan dia." Pungkas Gray, sambil berlalu pergi lewat connecting door penghubung antara caffenya dan toko buku ini.
"Dih, aneh?" Guman Violet, sambil mengedipkan bahunya acuh. Bagi Violet, Blake itu adalah sosok yang cocok sekali dijadikan pacar. Dia tampan, tinggi, famous, juga anaknya aktif dibeberapa bidang olahraga maupun seni. Bukan seperti Gray yang usil, suka menganggu kesenangan orang.
"Beda jauh, Blake sama Gray. Kayak langit dan bumi?!"
🍰🍰🍰
"Mau kemana kamu Vi?"
Gadis cantik berdress midi pas body berwarna hitam itu menoleh. "Party, kenapa?" Tanyanya dengan mata memincing.
"Sama siapa, Nila?" Tanya Gray.
"Bukan." Jawab Violet cepat.
"Terus, sama siapa?"
"Blake. Kenapa sih, kepo banget!" Ketus Violet yang tengah mengunci unit apartemenya tersebut.
"Gak usah pergi, apalagi pakai pakaian begitu?"
"Apaan sih, ngelarang ngelarang. Keluarga bukan, saudara bukan, pacar juga bukan?!" Sewot Vio.
"Saya tetangga kamu." Jawab Gray tak mau kalah.
"Cuma tetangga kan?" Ketus Violet.
Malam minggu, malam yang asik buat jalan. Apalagi jalan sama gebetan, atau pacar. Niatnya, Violet juga akan menghabiskan waktu bersama gebetanya. Sebelum tetangga resek-nya itu tiba tiba muncul, dan apesnya lagi, kini dia dihujani berbagai pertanyaan menyebalkan.
"Jangan pergi Vio, dia bukan cowok baik."
"Dia bukan cowok baik, terus yang kayak cowok baik itu siapa? Bang Gray gitu?! Abang kan cuma tetangga Vio, gak usah ìkut campur."
"Vio, kamu ingat kata Abah dan Umimu di-"
"Gak usah bawa bawa Abah sama Umi. Mereka ada di kampung, mereka gak akan tahu. Kalau mereka tahu, itu karena abang!"Ketus Violet, sambil berlalu pergi meninggalkan Gray begitu saja. Gadis berambut sebahu itu tetap kekeuh pergi walaupun Gray sudah mengingatkannya. Gray hannya bisa menghembuskan napasnya gusar. Toh, benar kata Vio tadi. Dia bukan siapa-siapa bagi gadis tersebut.
"Apa sebaiknya aku berhenti mengejar Vio?"
🍰🍰🍰
"Bang Gray kemana ya?" Gerutu gadis yang sedari tadi menunggu didepan pintu unit tetangganya tersebut.
Sedari tadi, ia mengetuk pintu tersebut tanpa lelah. Berharap si empunya akan segera membuka celah pintu tersebut.
"Bang Gray, abang ada didalam kan?" Tanyanya pada dirinya sendiri.
Penampilannya sudah tidak bisa dibilang rapih lagi. Heels yang dikenakannya tergeletak begitu saja disamping kakinya. Make upnya acak acakan, akibat air mata yang tadinya membanjiri kedua kelopak matanya. Dress midi pas bodynya nampak subek dibagian bahu sebelah kiri. Sungguh, Violet nampak tak baik-baik saja saat ini.
"Bang?" Panggilnya lirih.
Violet sudah lelah menangis. Air matanya telah terkuras oleh insiden puluhan menit yang lalu. Mungkin itu karma dari tuhan, karena ia telah mengabaikan ucapan seseorang yang selalu peduli kepadanya. Buktinya, karma begitu real menimpa dirinya malam ini.
"Mungkin, Sekarang bang Gray sudah tidur." Pikir Violet, menatap pintu unit tetangganya nanar.
Setelah sekian lama menunggu, akhirnya Violet menyerah. Ia memilih kembali ke unit miliknya sendiri. Mengistirahatkan jiwa dan pikirannya yang terus menerus dilanda kegundahan bertubi-tubi. Esok, ia akan kembali mencoba menemui lelaki itu lagi.
🍰🍰🍰
"Bang Gray?"
TOK TOK!
"Bang? abang ada didalam 'kan?"
Lelah menunggu, Violet menghembuskan nafasnya gusar. Sudah seminggu ini, si pemilik unit ini menghilang entah kemana. Meninggalkan rasa tak nyaman pada Violet. Gadis berambut sebahu itu merasa amat bersalah pasca insiden party kala itu.
"Maaf, aku udah keterlaluan sama bang Gray." Lirih Violet, sambil berbalik dan meninggalkan pintu unit Gray tersebut.
Cklakkk
Akan tetapi, bunyi pintu yang terbuka sontak membuatnya berbalik badan dengan cepat.
"Ada apa?"
"A--bang kemana aja?" Tanya Violet antusias.
"Saya pergi, dan tidak menganggu kamu. Sesuai keinginanmu." Ujar si empunya, datar.
"Eh, Itu, Vio mau minta maaf bang. Vio salah, Vio udah bohong dan nyakitin perasaan abang. Bener kata abang, Blake gak baik. D-ia cuma mau mainin Vio. Vio, Vio cuma dijadikan sebagai ajang taruhan." Tuturnya sambil menunduk. "Abang, Vio minta maaf. Abang maafin Vio 'kan?"
Pria tampan itu masih tidak bergeming.
"Bang, Vio tahu, kemarin Vio kelewatan. Tapi Vio beneran menyesal. Vio minta maaf." Ujarnya berkaca-kaca.
Sungguh, satu minggu ini cukup memberi Vio banyak waktu untuk merenungi kesalahannya. Terutama kepada Gray yang selalu ada disisinya setiap senang maupun sedih. Pria itu selalu menjaga dan memperhatikannya dengan baik. Ketika dia tidak ada dalam jangkauan netranya, terasa ada yang kurang dalam keseharian Vio.
"Abang maafin Vio kan?"
"Hm. Masuk yuk, abang barusan baru buat Verry sweetesh Cake. Mau coba gak?" Ujar pria tampan itu, buka suara.
"Tunggu, tunggu. Ini Vio dimaafin 'kan?"
"Hm. Tapi ada syaratnya."
"Eh, syarat. Apa syaratnya?" Tanya Vio penasaran.
"Kamu free 'kan? Bukan pacar siapapun?" Tanya Gray to the point.
"Eh, iya. Kenapa memangnya?" Bingung Vio.
"Mau jadi pacar abang gak, Vio? Abang suka kamu."
"Hah?!"
"Kamu mau jadi pacar abang, Vio?"
----The End----