"Mbak bi Ai nya ada?"
Seorang wanita datang pagi pagi ke rumah menanyakan Bi Ai yang bekerja di rumahku.
"Belum sampai mbak. Mungkin bentar lagi datang."
Aku mempersilahkan wanita itu duduk di teras. Bi Ai sudah 5 tahun bekerja di rumahku. Biasanya dia datang sekitar jam 6-7 pagi dan pulang jam 5 sore. Tapi sudah lewat jam 7 bisa Ai belum juga datang.
Tak lama bi Ai datang. Dia berasalan kalo tadi suaminya kurang sehat.
"Bi, ada yang cari?" Aku menunjuk wanita yang menunggu.
Bi Ai seketika pucat wajah. Wanita itu langsung berdiri
"Bi, kapan lunasi bonnya. Saya sudah tidak enak menagih terus."
"Maaf mbak. Anak saya belum titip uangnya. Nanti kalo dia kasih uangnya baru saya antar."
"Sudah 6 bulan Lo,bik."
"Maaaaf seribu maaf mbak. Saya belum ada uangnya."
"Makanya bi hidup sesuai kemampuan."
Si wanita pulang dengan wajah kesal. Tak lama setelah wanita itu pergi, si bibi langsung ke dalam. Jiwa kepo ku meronta.
"Ada apa bik?"
"Ini, Bu. Aku kredit hp o**o buat Nela."
"Loh, bukannya Nela sudah punya suami? Kenapa masih bibi yang belikan?"
"Mana cukup? gaji suaminya aja untuk makan udah Alhamdulillah."
"Ya, bilang sama Nela kalo hidup harus sesuai kebutuhan."
Si bibi melengos tanpa pamit dan kembali mengerjakan tugasnya. Aku cuma mau mengingatkan si bibi saja,sih. Aku kasihan sama bi Ai bertahun-tahun bekerja tapi duit selalu habis buat muasin kemauan Nela. Apalagi Nela jadi primadona karena parasnya yang cantik. Si bibi juga tidak suka kalo ada yang menyalahkan Nela.
**
Sorenya,bi Ai menemuiku sebelum pulang. Ternyata bi Ai mau minjam duit buat bayar utang hp nya Nela.
"Maaf,bi. Bukannya aku tidak mau kasih, tapi hutang bibi yang beberapa waktu yang lalu saja belum bibi lunasi."
"Potong gaji saya saja,Bu."
Aku tidak tega bila terus menerus memotong gajinya. Tapi aku juga kasihan lihat terus menerus terlilit hutang demi anaknya.
"Maaf, Bi. Tidak bisa."
Bi Ai pulang dengan lesu. Selalu begitu, walaupun aku nasihati juga besok dia begitu lagi. Walaupun dia ngemis dan selalu menyalahkan menantunya.
Siapa yang tidak kenal Nela. Kembang desa di tempat tinggalku, wajahnya cantik, tubuhnya tinggi semampai. Tapi sayang, kelakuannya tidak secantik wajahnya. Nela yang suka pulang malam, Nela yang suka memukul ayah ibunya yang sudah mulai sakit-sakitan.
Semua warga di gang sempit tahu bagaimana kelakuan Nela dan kehidupan keluarganya. Malah rumah mereka pernah di lempar oknum yang sakit hati, karena suaminya di pacari Nela.
Sampai suatu hari Nela pulang dari merantau membawa seorang pria. Ngakunya adalah suami Nela. Sosoknya baik dan rajin ke mesjid.
Semua warga heran kenapa pria ini mau sama Nela. Banyak juga yang berharap Nela bisa berubah. Tapi beda dengan bi Ai, dia tidak setuju dengan menantunya.
***
Pagi ini suami akan berangkat kembali ke kapal. Ya, suamiku bekerja di bagian pelayaran. Saat ini kami belum di karuniai seorang anak. Sudah lima tahun usia pernikahan kami. Kadang kadang bi Ai menginap dirumah.
"Sayang, tadi Bi Ai minjam duit 2 juta." Kata suamiku saat membereskan barangnya.
" Pinjam lagi?" Aku kaget karena semalam aku tolak saat bi Ai meminjam uang padaku.
"Iya. Kasihan dia banyak hutang buat belikan anaknya hp."
"Yah,mas. Jangan dikasih. Hutangnya dah banyak. Beberapa bulan yang lalu juga dia minjam sama aku 1 juta. Dia bilang di potong gaji."
"Ya, udah. Potong gajinya aja." Jawab suamiku.
"Sayang, kalo kita baik sama orang lain. Kebaikan itu akan berbalik ke kita."
"Jadi tadi kamu kasih duitnya,mas."
"Iya sekitar 5 juta."
"Loh,dia minta 2 juta kan. Kok berlebih uangnya."
"Untuk pengobatan suaminya. Aku juga menawarkan pekerjaan sama menantunya."
"Baik banget suamiku. Eh,ini nggak ada udang di balik bakwan kan."
"Mulai deh istriku. Tadi aku bilang apa?"
"Iya, maaf suamiku sayang."
Potong gaji terus. Jujur aku nggak tega. Dia bekerja pasti butuh gaji apalagi suaminya sudah tidak bekerja karena sakit-sakitan. Anak tunggalnya bukannya bantu ibunya, malah merongrong ibunya terus.
Suamiku pamit dan bilang 6 bulan lagi dia pulang sekalian mengajak pindah ke Sumatra. Aku senang karena pasti tidak akan jauh-jauhan lagi.
Tiga bulan kemudian
Bi Ai cerita kalo Nela sudah bercerai dengan suaminya. Saat ini Nela sudah menikah siri dengan pria lain dan mereka sekeluarga akan di boyong ke Sumatra.
"Wah, aku bakal kangen sama bibi."
Tak lama bi Ai dan suami berangkut untuk menyusul Nela dan suaminya. Bi Ai memang bagus kerjanya, entah aku bisa mendapatkan pembantu yang seperti bi Ai. Zaman sekarang cari yang tidak panjang tangan rasanya susah.
Sudah lewat dari 6 bulan suamiku tidak pulang. Saat ku coba hubungi no telponnya tidak aktif.
"Ah, mungkin masih di kapal." Ku tepis pikiran negatif.
Sampai telpon ku berdering. Telpon dari ibu mertuaku.
"RI, kamu nggak papa kan. Suamimu gimana kondisinya?"
"Aku kan di rumah Bu?"
"Loh,jadi kalian nggak jadi pindah?"
"Mas Aryo Belum ada kabar,Bu."
"Kamu buka tv, ya."
"Tv?"
"Iya buka tv dulu. Kamu harus kuat dan sabar."
Aku mencoba membuka TV. Ada berita kapal meledak dan tidak ada yang selamat. Yang bikin aku kaget ada namanya bi Ai (aida), pak Rahman (suami Bi Ai), Nela dan suaminya, Aryo.
Aryo? Ku teliti lagi namanya ada Aryo. Aryo suamiku?atau Aryo yang lain. Aku bingung.
Ku dapati chat dari Adit, mantan memantu bi Ai yang mengatakan mas Aryo termasuk korban ledakan kapal.
Kepalaku pusing dan semuanya .... Gelap!!!!
***
Tiga bulan setelah mas Aryo meninggal
Sudah tiga bulan lamanya mas Aryo meninggal. Aku pulang ke rumah kakakku di Jember. Awalnya mertuaku mengajakku tinggal bersama mereka. Tapi ku tolak, aku masih sakit hati dengan mas Aryo dan juga keluarganya. Kenapa keluarganya? bayangkan saat aku berduka, mereka tidak ada yang datang menengokku. Mereka malah mengadakan tahlilan tanpa mengabariku.
Flashback
Seminggu setelah kabar kematian bi Ai dan keluarganya.
"Bu, kita adakan tahlilan yuk di rumah Bu Ai." Ajakku
"Ogah, ah! Ngapain ngedoain si Nela." Kata Bu Ike
"Kita ngedoain bi Ai bukan Nela." Jawabku lagi.
Saat jasad bi Ai, Nela dan pak Rahman datang cuma sedikit warga yang datang. Termasuk Adit yang datang membantu proses pemakaman mantan istri dan mantan mertuanya. Ibu-ibu tidak ada satupun yang datang.
Memang banyak sakit hati dengan Nela. Tapi apa mereka lupa bahwa bi Ai adalah orang baik. Aku pun mencoba melayat kesana karena menghormati Bi Ai. Bagaimana dengan jenazah mas Aryo? Alhamdulillah jenazahnya sudah di urus keluarganya.
"RI, suamimu sudah sampai." Telpon ibu mertuaku
"Riri ke Dumai ya,Bu."
"Nggak usah,RI. Ibu minta maaf kalo Aryo ada salah selama hidupnya. Terimakasih ya, RI sudah jadi menantu ibu yang baik."
Cuma begitu? apakah aku tidak boleh melihat suamiku untuk yang terakhir kalinya? Apa seperti itu sikap seorang mertua ke menantunya?Bagaimana kalo para pelayat menanyakan dimana istrinya? Aku cuma bisa meratapi sendirian di rumah. Mas kamu jahat?apa karena kamu sudah punya istri baru,lalu aku dianggap orang lain sekarang.
"Ri?" Suara kakakku membuyarkan lamunanku.
"Iya, bang."
"Kamu kenapa? Akhir akhir ini melamun terus. Kamu rindu sama Aryo?"
"Nggak papa,bang."
Bang Edo memang tidak tahu masalah tentang perselingkuhan mas Aryo. Bang Edo tau nya mas Aryo meninggal saat bertugas. Sengaja tidak ku ceritakan karena takut bang Edo marah.
" Makanya, kasih anak sama suamimu. Sekarang udah meninggal baru mewek." Kata mbak Lela, istri bang Edo.
"Kamu kok ngomong gitu sih!" Omel bang Edo pada istrinya.
"Uda, mangkonyo mertuanya nggak mau nampung dia. Ntar jadi parasit. Sekarang jadi parasit di rumah Kito."
"Cukup!!!!!" Teriakku.
Braaaakkk!!!!
Aku membanting pintu dengan keras. Ya,aku ini parasit. Padahal aku juga kerja, nggak ongkang-ongkang di rumah Abang.
***
Pagi ini aku berangkat pulang ke rumah orangtuaku. Rumah dimana aku tinggal berdua dengan mas Aryo. Walaupun akhirnya aku harus kembali tinggal sendiri.
Sebelumnya aku pamit sama bang Edo, istrinya dan ketiga ponakanku.
"Bang,aku pulang ke rumah ibu." Pamitku
"Maafkan mbakmu, ya." Kata abangku
"Maaf soal apa, bang?"
"Kamu pasti tersinggung dengan omongan mbakmu, kan? Makanya kamu mendadak pamit."
"Nggak mendadak sih,bang. Ini udah rencana sebulan yang lalu."
"Abang akan kirim asisten buat kamu ya."
" Nggak usah,bang!"
"Nanti kalo ada apa apa lagi gimana? udahlah cari rumah dekat sini saja."
Kulihat Mbak Lela masih sinis. Padahal dulu dia ramah. Apakah karena aku sekarang seorang janda? Entahlah. Aku tidak mau suudzon.
**
Sampai di sana aku bertemu Adit. Adit sudah menikah lagi dengan salah seorang tetangga Nela. Dari Adit aku mendengar cerita kalo mas Aryo dan Nela sudah ada anak yang berusia 3 bulan.
Adit cerita saat mas Aryo menawarkan pekerjaan padanya, imbalannya Adit harus menceraikan Nela. Ternyata Nela duluan yang mau cerai. Dengan hasutan bi Ai, Nela mengusir Adit dari rumah. Yang Adit dengar, sebelum pulang ke rumah, mas Aryo lebih dulu menikahi Nela.
Sebelum kecelakaan mas Aryo menitipkan anaknya pada keluarganya. Mungkin itulah alasan keluarga mas Aryo tidak mengajakku pulang ke rumah mereka.
Entah kenapa aku tidak sedih mendengarnya. Mungkin karena rasaku sudah mati terhadap mas Aryo.
Aku harus bisa menatap masa depan tanpa harus jadi parasit siapapun. Toh,aku bukan pengangguran aku punya usaha yang aku tinggalkan semenjak mas Aryo meninggal.
SEMANGAT!!!!!
Tamat