NovelToon NovelToon

Kutukan 1000 Tahun

01

Happy Reading,

***

"Hacate, Desdemona Persephone. " Semua orang terdiam mendengar wanita yang baru saja melahirkan seorang bayi mungil nan menggemaskan itu sembari menatap sang putri penuh kebencian.

"Desdemona Persephone memiliki arti bernasib buruk dan kesengsaraan bagi si pemilik nama. Sedang Persephone, menghancurkan. " Kata-kata dingin suaminya sukses membuat semua orang yang berada di ruangan bersalin sang ratu pun semakin terdiam dengan suasana yang mulai mencekam.

"Untuk apa kau melahirkan nya jika dia yang akan menjadi sumber kehancuran? " Wanita nya terdiam, mengandung selama 15 bulan lebih dan mempertahankan si jabang bayi yang sudah orang-orang kira tak bernyawa pun kini mendongakkan kepalanya menatap suaminya yang enggan melihat bagaimana rupa bayi mereka.

"Apakah kau tak ingin menggendong nya? " Tanya nya pelan, bahkan hampir terdengar seperti bisikan.

"Untuk apa aku menyentuh bayi sialan seperti nya hah!? " Sebagai seorang ibu yang telah mengandung dan terus mengatakan jika si jabang bayi masihlah hidup dalam kandungannya terdiam selama beberapa saat.

"Setidaknya untuk sekali seumur hidupmu, " Kata nya lagi dengan pelan, ibu mana yang rela putrinya sendiri tak diterima begitu kelahiran nya?

"Jangan sampai kau menyesalinya suamiku, " Desis nya tak Terima, mau bagaimana pun juga bayi dalam pelukannya adalah darah dagingnya sendiri.

"Aku tidak akan menyesalinya! Bahkan aku tak sudi mengakuinya sebagai darah daging ku sendiri! " Kata-kata sarkas penuh emosi yang siap meledak itu ternyata sukses membuat sang istri tersenyum kecut.

"Lantas mengapa kau menamainya begitu? " Marietta tersenyum tipis begitu tangannya menyentuh pipi sang bayi dengan lembut, menggeliat dan merengek.

"Karena aku ingin putriku tumbuh menjadi seseorang yang akan merubah alam semesta, " Gumamnya menatap bagaimana mata abu kehijauan sang putri yang terbuka menatapnya dengan polosnya.

'Bahkan dia tak tahu dimana letak kesalahan nya suamiku, ' Batinnya berteriak tak Terima, mengapa putrinya harus lahir ketika malam terkutuk terjadi?

"YA! DIA SUKSES MEMBUAT HIDUPKU HANCUR DALAM SEMALAM! " Ucapan penuh kemurkaan itu bahkan terdengar hingga keluar istana yang tengah riuh akan kelahiran si putri yang ternyata terjadi dimalam terkutuk.

"Singkirkan bayi sialan itu dari pulau ini! " Titahnya pada beberapa pengawal yang dia perintahnya untuk menyingkirkan sang bayi tak bersalah.

"Kenapa kau terlalu tega padanya? " Pertanyaan sang istri sukses membuatnya mengalihkan tatapannya, menatap kedua bola mata Marietta berlinang air mata.

Enggan berpisah dengan si bayi walau pun dia harus menderita. Dia rela melakukan nya.

"Terserah kau saja! " Katanya mendesis dan berjalan meninggalkan area ruangan yang dipakai untuk melahirkan. Seorang tetua yang sedari tadi diam tak bersuara pun mendekat kearah sang ratu.

"Hanya seribu tahun? " Bisiknya merasa marah, mengapa putrinya harus menjadi satu-satunya bayi yang lahir dimalam terkutuk?

"Ya, dia hanya harus menunggu selama 1000 tahun untuk melepaskan kutukannya. " Jawabnya pelan, mengelus lembut surai blonde sang ratu.

"Lantas apa yang bisa aku lakukan? " Bisiknya, dia tak mungkin menyerah begitu saja.

"Sang putri harus membunuh pria yang mencintai nya, orang yang rela mati demi kehidupan nya, " Tuturnya memberitahu jika sang putri menginginkan kebebasan dari kutukan nya maka dia harus membunuh orang yang mencintainya dengan tulus.

"Apakah mungkin? " Marietta tahu jika itu tak mungkin terjadi, 1000 tahun? Putrinya akan tersiksa selama itu sedangkan dia tak tahu apa dia bisa menemaninya hingga menemukan cinta sejatinya atau dia lebih dulu meninggalkan nya.

"Semua bisa terjadi jika dia menginginkan kebebasan, " Karena hanya keinginan nya lah kelak yang akan menuntunnya pada kebebasan.

"Tapi jika dia memilih untuk tak melangkah lebih jauh, maka kehancuran menanti nya. "

***

02

Happy Reading,

***

"Barnett, bagaimana rasanya menikmati udara dingin? " Pertanyaan si gadis manis nan menggemaskan itu menatap sang paman dengan kedua matanya yang berbinar cerah melihat banyaknya salju mulai memenuhi halaman kastil.

"Maka kau akan mengigil kedinginan princess, " Barnett melihat bagaimana Hacate menopang dagu melihat banyaknya salju yang turun.

"Lalu bagaimana rasanya mempunyai orang tua? " Gadis kecil itu berbalik, tak lagi menatap ke arah luar jendela kastil.

"Aku juga tak tahu, " Barnett mengedikkan bahu nya tak tahu, karena dia memang betul-betul tak tahu bagaimana rasanya memiliki sosok kedua orang tua dalam hidupnya.

"Mengapa bisa begitu? " Siapapun akan menjerit jika melihat bagaimana rupa Hacate, si gadis cantik menggemaskan dengan pesona nya yang bahkan Barnett sendiri akui tak nampak nyata. Namun Barnett, bersyukur jika Hacate menjadi tanggungjawab nya.

"Karena takdir tak dapat mempertahankan, " Jawabnya tersenyum, tangannya sibuk merapikan beberapa pakaian Hacate yang akan gadis itu gunakan ketika mengasah kemampuan nya.

"Apa Dewa tak menyayangi kita berdua? Mengapa kita sama-sama tak memiliki orang tua? " Pertanyaan yang sebenarnya sulit untuk Barnett jelaskan pada si mungil, walau bagaimana pun juga akhirnya Hacate haruslah mengetahui kenyataan pahit dimana kelahiran nya tak diharapkan kedua orang tuanya sama sekali.

Mereka tak mau menanggung aib lebih lama lagi karena telah melahirkan bayi dimalam terkutuk, dimana orang-orang selalu meng elu-elukan jika ada seorang bayi terlahir dimalam tersebut maka si bayi haruslah dibinasakan.

Namun, beruntung Hacate dibawa pergi Barnett yang tak pernah tega. Karena dia pun sama-sama menanggung beban besar dipundaknya.

Bahkan sebelum dia membawa pergi Hacate. Barnett tak mau Hacate binasa begitu saja tanpa tau kesalahan nya.

'Kau memiliki nya princess, hanya saja kedua orang tuamu tak mau mempertahankan mu. Karena kau adalah gadis terkutuk, bukan. Kau bukan gadis terkutuk Hacate.' Batin nya merasa tercekat, mau bagaimana pun juga sang nona masihlah memiliki kedua sosok orang tuanya di luar pulau sana.

Namun, mereka sudah menganggap gadis terkutuk itu tak ada bahkan tak pernah hadir diantara mereka semua.

"Karena Dewa menyayangi kita maka dari itu dia menguji seberapa mampu kita menahan setiap ujiannya, " Ingin rasanya Barnett memperlihatkan sosoknya pada dunia jika, si gadis terkutuk itu terlihat bagai seorang Dewi.

"Tapi aku ingin merasakan nya Barnett, " Lirih nya sembari menunduk, menyembunyikan wajah menggemaskan nya karena tertutup helaian rambut.

"Kemarilah princess, " Pintanya, ia telah selesai mengepak barang-barang dan beberapa helai pakaian Hacate.

"Jika tak ada orangtua diantara kita, maka aku akan menjadi sosok ayah untukmu, " Hacate tersenyum cerah, gadis kecil itu memeluk Barnett dengan erat yang dibalas pria itu tak kalah eratnya.

"Terimakasih Barnett, " Ungkapan terimakasih yang sangat tulus itu terdengar menyedihkan ditelinga Barnett.

"Sama-sama princess, nah! " Gadis itu tersentak. "Apa? " Tanya nya dengan wajah cemberut nya, Barnett tahu jika Hacate pasti akan mencari seribu alasan untuk menghindari setiap latihan yang dia berikan. Tapi tak selalu begitu, karena Hacate menginginkan dirinya diakui.

"Sekarang belajar yang rajin, agar? "

"Agar aku cerdas! "

"Good girl. "

***

"Barnett bisakah ditunda terlebih dahulu latihannya? " gadis manis bertanya dengan dada yang naik turun, jantungnya bahkan berdebar kencang. Tolong salahkan Barnett jika terjadi sesuatu padanya, ok?

"Nona, ini sudah ke dua puluh sembilan kali nya anda mengeluh. " pria itu menatap datar Hacate yang mendelik tak suka mendengarnya, dikira dia tak capai begitu?

Andai Barnett sedikit menyisakan rasa kemanusiaan nya pada gadis manis seperti nya.

Sebentar,

Hacate manusia kan?

Atau, bukan?

"Barnett aku manusia? " hanya sekedar untuk memastikan saja.

"Anda terlihat seperti apa nona? " balas sang guardian, gadis itu terdiam cukup lama. Menimbang jawaban yang akan dia berikan pada Barnett jika dia seperti yang dirinya inginkan.

"Manusia."

"Kesimpulan nya? " jika saja ada kontes orang tersabar dimuka bumi ini, maka Barnett akan maju paling depan. Menjadi orang yang selalu sabar dengan segala tingkah aneh bin ajaib sang nona.

"Aku lapar, " cetus nya, cengengesan menatap sang paman atau bisa Hacate panggil papa. Dengan kata lain, dia ayah angkatnya. Itu jika Hacate sedang menginginkan nya saja, maka Barnett akan menjadi siapapun yang nona nya inginkan.

"Astaga nona, "

"Hehe, mari lupakan latihan hari ini Barnett. Aku ingin makan steak! " senyum itu, Barnett menatap sang nona yang terlebih dahulu berlalu tanpa diminta. Meninggalkan dia, dan latihannya yang menguras tenaga.

***

Sesuai apa yang sang nona inginkan, Barnett menghidangkan steak untuk makan malam kali ini. Sesuai apa yang Hacate minta sore tadi padanya.

Barnett bahkan sesekali menimpali semua celotehan Hacate tanpa lelah, akhirnya pun si gadis manis akan berhenti sendiri jika dirinya sudah merasa cukup.

"Kenapa rasanya sedikit berbeda, Barnett? " gadis itu mencecap rasa daging yang tidak familiar di lidahnya, sangat berbeda dari apa yang menjadi kesukaan nya.

Pria itu mendongak, menatap Hacate sebelum menjawab. "Itu daging kambing nona, stok daging rusa kita sudah sangat menipis. Jadi anda harus bisa menahannya, atau jika anda mau kita bisa berburu. " Hacate cemberut, pantas saja rasa daging yang menjadi makan malamnya sangat tidak senikmat biasanya. Ternyata memang bukan sesuai request an nya.

"Aku tidak suka berburu, melelahkan. " gumamnya, Barnett hanya bisa menggelengkan kepala, sudah sangat hapal dengan tingkah si nona muda yang tidak mau berburu.

"Kita hanya harus mengatakan nya Barnett, " cetus nya, memberi sedikit ide yang terlintas dikepala nya.

"Bukan kita, tapi anda. " sela nya, meralat perkataan Hacate yang salah.

Hacate mendengus tak suka, "akan sangat melelahkan jika aku yang melakukan nya Barnett. " protes si gadis, cemberut namun masih berusaha untuk melahap habis makan malamnya. Sebagai apresiasi ada Barnett yang sudah repot menyiapkan nya hidangan makan malam. Bahkan lengkap dengan pencuci mulutnya.

"Saatnya anda mempraktikkan apa yang sudah saya ajarkan nona, " masih belum putus asa untuk membuat Hacate berburu sendirian.

"Baiklah, tapi ada syaratnya, "

"Aku akan menangkap dua ekor rusa, namun libur latihan selama dua minggu. "

"Saya kira satu sudah cukup nona, " karena hanya Hacate lah yang menikmati hasilnya, Barnett tidak akan pernah ikut menikmati apa yang sudah Hacate usahakan.

Si gadis lagi-lagi mendelik, "itu cukup untuk satu bulan Barnett. " tahu apa si gadis kecil ini tentang stok makanan bulanan mereka.

"Anda yakin bisa menghabiskan nya? " Barnett memicingkan kedua matanya, dia tahu Hacate adalah makhluk paling rakus jika itu mengenai makanan kesukaan nya, namun dua ekor rusa untuk satu bulan?

"Kau kan ada, kenapa juga harus aku yang menghabiskan. " santai sekali bukan bocah satu ini kalau berkata.

"Karena itu anda yang menginginkan nya, toh saya tidak terlalu menyukai daging rusa. " paparnya, menyuarakan pendapat nya jika dia tak terlalu menyukai nya.

"Kalau begitu aku akan berburu rusa kecil saja, "

"Jangan anakan kau buru juga nona, " peringatnya, terakhir kali Barnett membiarkan si mungil berburu sendiri pulang dia membawa anakan rusa yang masih hidup. Untung saja saat itu Hacate masih terlalu polos, tidak dengan sekarang yang sudah hafal bagaimana cara berburu yang benar.

"Kau cerewet! " membungkam mulutnya, Barnett melanjutkan kegiatan nya, melahap sampai habis makan malamnya. Tanpa ocehan Hacate, lagi.

***

03

Happy Reading,

***

Kedua sudut bibir gadis berumur enam tahun itu melengkung kebawah, hasil buruannya ternyata tidak seperti bayangannya.

"Ini jantan nona, " Hacate tetap saja cemberut, Barnett menghela nafas lelah, beginilah jika sang nona terlalu banyak berpikir untuk hasil buruan. Itu kenapa selalu dia yang berburu, gadis itu akan selalu berpikir dua kali untuk membawa hasil buruannya ke rumah.

"Tapi kasihan, bagaimana jika anaknya mencari dia? " menunjuk ke arah rusa jantan yang sudah tewas, tergeletak tak bernyawa dan sedang Barnett bersihkan.

"Apa anda tidak kasihan pada rusa-rusa yang sudah melintasi perut anda? " mendongak sebentar, menatap si nona yang duduk di ayunan sedang dia mengeksekusi rusa hasil buruannya sendiri.

Tidak buruk memang, untuk ukuran bocah enam tahun, Hacate terlalu handal untuk urusan berburu, bahkan rusa yang gadis itu dapatkan ukurannya lebih besar dari tubuhnya sendiri.

"Nikmati saja hasil buruan anda nona, sebelum kita pergi dari tempat ini. " jelasnya, dari pada Hacate sibuk menyesali buruannya yang salah sasaran. Lebih baik menikmati nya sebelum benar-benar hengkang dari tempat yang sudah enam tahun mereka tinggali.

Lagi pula, harta sang nona terlalu banyak untuk dipupuk. Lebih baik memanfaatkan nya untuk gadis itu, dari pada didiamkan tanpa tujuan.

"Kita akan pergi? " Barnett berdehem, hingga si gadis mendengus. Padahal dia sudah nyaman berada di kastilnya. "Kenapa? "

"Tempat ini sudah tak aman untuk anda nona, " Hacate hanya mengangguk, mengerti.

Tidak harus Barnett jelaskan pun Hacate sudah tahu jika keberadaan nya sangat tidak diinginkan, lebih baik menjauh dari pada berakhir menyakitkan.

"Kita akan pergi kapan? "

"Besok malam. "

***

Kedua mata Hacate memicing menatap betapa megahnya kastil atau bisa dia sebut istana yang Barnett beli. Sedikit berdecak, merasa kagum atas kerja keras Barnett yang menghasilkan.

"Harta anda masih tersisa banyak nona, jadi jangan pernah khawatir kan soal materi. " Hacate hanya mengangguk saja, tak peduli, toh Barnett juga akhirnya yang menangani semuanya.

Jika kalian bertanya dari mana asal nya semua harta Hacate dapatkan, maka jawabannya karena dia sudah mendapatkan bagian dari sosok ibunya.

Iya, ibunya, yang memberinya nama misterius itu memberi setengah dari semua kekayaannya.

Hacate bersyukur wanita itu masih peduli padanya, walaupun dengan cara yang salah. Menurutnya. Tidak tahu jika menurut kalian.

Tidak ada yang perlu Hacate tangisi juga, karena untuk apa dia menangisi takdirnya yang memang harus seperti ini?

Yang bisa dia lakukan hanyalah menerima semua nya, benar-benar semuanya.

"Dimana kamarku? " tak mungkin juga bangunan semegah itu tak memiliki kamar, terlebih untuk pemiliknya sendiri. Maka jika hal itu benar-benar terjadi, Hacate ingin mengutuk Barnett detik itu juga.

Untuk apa membuang-buang uang sebanyak itu hanya untuk membeli kastil tanpa kamar.

"Ada di lantai lima, anda akan diantarkan oleh pelayan anda nona. " sedikit terkejut, namun tak apa.

Berarti Barnett tidak ingin mengurus sendiri bangunan megah itu sendirian, untuk apa pula nona nya memupuk harta bertahun-tahun tapi hanya untuk menghidupi dua nyawa.

"Ok, terimakasih Barnett. " tak lama kemudian, setelah Barnett memanggil salah satu pelayan untuk mengantarkan sang pemilik ke kamarnya. Barnett ikut masuk kedalam bangunan megah itu menuju ruangan nya.

Ada banyak sekali pekerjaan yang harus dia selesai kan, tidak termasuk mengurus semua berkas-berkas harta kepemilikan Hacate atas beberapa hektare tanah yang rencana nya akan dia dirikan bangunan, dan sisanya akan dia biarkan saja atau dijadikan lahan perkebunan.

Kembali pada si gadis kecil, Hacate nampak senang setelah melihat seberapa besar kamarnya kali ini. Itu berkali-kali lipat dari kamar terdahulunya. Dan juga pemandangan yang disuguhkan dari jendela kamarnya cukup membuatnya merasa nyaman.

"Apa anda membutuhkan sesuatu, nona? " Hacate tersentak kaget, lupa jika dia tidak sendirian diruangan itu.

Ada sang maid yang terlihat merapikan pakaian nya.

"Tidak, terima kasih. "

"Baiklah, jika begitu saya pamit. Jika anda membutuhkan sesuatu pangil saja saya, atau yang lain nona. " Hacate berdehem sembari membuka jendela kamarnya lebar-lebar.

"Ahhhh, segarnya. " begitu angin menerpa kulit lembutnya, Hacate tersenyum masam mengingat dia sangat tidak diinginkan oleh orang lain.

***

Enam tahun sudah kedua soulmate kita menghuni kastil yang sang pemiliknya beri nama ενδιάμεση στάση (endiámesi stási) , diartikan sebagai tempat singgah.

Pada mulanya Barnett kebingungan mengapa sang nona menamai kastilnya sebagai tempat singgah, seakan-akan mereka berdua tidak akan lama berada disana.

Namun lama kelamaan ternyata persepsi nya salah besar, bukan mereka berdua yang singgah. Namun para pelayan yang sebelum nya bekerja dengan mereka.

"Kau tahu, aku sebenarnya tidak ingin bekerja dibawah kaki kecil si manusia terkutuk itu. Tapi apa boleh buat, aku membutuhkan uang untuk bertahan hidup. "

"Jaga bicaramu Hanni, disini kau hanya bekerja, bukan untuk mengomentari kehidupan nona Hacate. " Akabi, selaku orang yang ditunjuk sebagai kepala maid kastil Hacate pun angkat bicara setelah diam beberapa waktu.

Sudah lama dia mendengar kabar tidak mengenakan tentang sang nona, namun dia hanya diam karena mungkin lama kelamaan akan tersapu angin juga.

Tapi ternyata dia salah, semakin dia biarkan, semakin menggonggong juga mereka ini. Salah satunya Hanni, perempuan berumur 20 tahun yang dia pekerjakan karena memohon untuk diberi pekerjaan malah membuat dirinya pusing.

Apa begitu caranya dia berterimakasih pada sang nona setelah dia begitu banyak menerima kebaikan Hacate?

Nona nya itu sangat murah hati, bahkan dia bisa merekrut beberapa maid dalam seminggu untuk dia tolong. Bahkan tak jarang pula nona nya itu membagikan sebagian penghasilan nya kepada para penduduk diluaran sana.

Dan Hanni lebih memilih untuk membicarakan hal sensitif seperti itu sedang sang nona saja masih bisa mendengar perkataan mereka tanpa berusaha lebih.

"Apa yang aku katakan itu benar bukan? Nyonya Akabi, jangan pernah menutup mata jika nona Hacate itu makhluk terkutuk. "

"Lantas apa yang harus saya lakukan? " Hanni terdiam, sedang yang lainnya hanya diam, tidak mau mengomentari atau ikut menjelekkan nama sang pemilik kastil.

"Bukan begitu apa Hanni, jangan menjadi orang tengik, siapa disini yang menyukai dirimu? " kalah telak, itu yang bisa mereka semua katakan dalam hati, Hanni tidak bisa berbuat banyak jika nyonya Akabi sudah berkata demikian, toh nyonya Akabi tidak salah dalam berucap tentangnya.

"Jika bukan karena bekerja disini, mana mungkin kau bisa membeli rumah dalam waktu 6 bulan Hanni. Kebaikan nona Hacate akan selalu saya perlihatkan pada semua orang, jika nona tidak seburuk apa yang kau dengar atau kau lihat. " nyonya Akabi pergi begitu saja, dia kesal.

Nona nya itu sudah dia anggap sebagai anak sendiri, dia bagaikan mutiara diantara lautan lumpur hitam, terang nan bercahaya.

Terserah orang lain mau mengatakan apa tentangnya, asalkan tidak dengan sang nona.

Dia tidak akan Terima dengan itu.

***

Download NovelToon APP on App Store and Google Play

novel PDF download
NovelToon
Step Into A Different WORLD!
Download NovelToon APP on App Store and Google Play