“Ada apa dengan Claretta sebenarnya? Kok gue merasa ada sesuatu yang aneh darinya? Apa dia benar-benar nggak berhasrat sama gue?” Glenn hanya bisa menerka-nerka.
Pada saat itu mereka pergi ke sebuah hotel di bilangan Jakarta Selatan. Suara pintu kamar sebuah hotel berbintang terdengar cukup keras ketika kaki pria bertubuh atletis itu mendorongnya.Ia sebenarnya bisa menutup dengan tangannya, tapi kedua tangannya sedang melingkar di pinggang ramping seorang wanita cantik yang sudah satu tahun menjadi kekasihnya.
Ia masih menahan tubuh wanita itu yang menempel di tubuhnya, tangan wanita itu melingkar di leher kokohnya. Dengan posisi tubuh yang masih menempel, pria itu masih terus mencumbuhi bibir ranum kekasihnya. Namun, tidak ada perlawanan dari sang kekasih.
Sesampainya di tempat tidur, ia menurunkan tubuh wanita hingga tubuh indah itu terlihat begitu menggodanya. Pria itu bernama Glenn Arsenio, ia mendekati kekasihnya lalu melancarkan satu kecupan lembut di leher wanita itu.
Wangi khas perempuan modern dengan semprotan parfum mahal itu menambah gairah Glenn untuk membuat wanita bernama Claretta itu sama-sama menikmati permainannya. Sayangnya, wanita itu masih bergeming seakan tidak berselera.
“Apa dia nggak tertarik sama gue?” gumam Glenn dalam hati sambil menatap sang kekasih yang sejak tadi bersikap dingin, sebuah sikap yang membuatnya sedikit geram dan semakin penasaran.
Pengalaman Glenn yang cukup banyak dalam memuaskan lawan jenisnya, tidak membuatnya menyerah begitu saja menghadapi sikap dingin sang kekasih. Glenn yang sudah menanggalkan pakaiannya, terlihat otot perutnya yang atletis, kekar dan tentu mengundang hasrat bagi wanita manapun yang melihatnya. Kini hanya tersisa celana boxer berwarna hitam yang masih menempel di tubuhnya.
“Kali ini lo akan menikmatinya sayang,” gumam Glenn dalam hati.Ia menindih tubuh Claretta yang tak lagi berbusana, ia memulai pemanasannya dari bagian leher, bibir itu mencoba membasahi seluruh bagian leher itu, tapi tak respon apapun dari Claretta, hal itu semakin menumbuhkan rasa penasaran Glenn kepada kekasihnya.
Seakan tidak mau menyerah,Glenn terus berusaha untuk membuat kekasihnya merasakan indahnya bercinta, wanita itu tidak menolak sedikit pun yang dilakukan Glenn untuk memuaskannya. Kepala Glenn kini beralih ke bagian dada.
Glenn melancarkan aksi terbaiknya pada dada indah Claretta, karena pikirnya, tidak pernah ada wanita yang tidak merasakan nikmat ketika Glenn melakukannya. Tapi, sialnya, wanita itu sama sekali tidak berselera untuk bercumbu dengannya.
“Ada apa dengan Claretta malam ini, permainanku sudah di level terbaiknya, lalu kenapa dia hanya diam?” tanya Glenn pada dirinya sendiri.
Glenn masih belum menyerah, kali ini ia benar-benar berharap wanita itu berhasil mendapatkan kenikmatannya. Kepalanya mulai turun ke daerah perut dengan bibirnya masih mengecup setiap inchi bagian itu.
Terdengar pelan desahan dari bibir Claretta, pria itu berpikir jika dia sudah berhasil membuat sang kekasih takluk, namun ternyata tidak. Permainan yang dirasakan Glenn terasa hambar, hanya dialah yang bergairah sejak tadi tanpa ada balasan.
Gleen semakin kesal, tidak biasanya dia bercinta dengan lawan jenis seperti ini. Ia belum memahami penyebab dari sikap dingin Claretta ini. Glenn tidakingin membiarkan hasratnya tersiksa terlalu lama, ia mulai menyentuh inti dari bagian terlarang milik Claretta.
Namun ternyata harapan itu gagal, Claretta sama sekali tidak bergairah mendapat sentuhan itu. Melihat keadaan itu, Glenn lalu mendesakkan dirinya ke dalam tubuh Claretta, secara perlahan ia terus memainkannya dengan gerakan yang lembut.
Setelah itu, ia mencoba memberikan jeda pada dorongannya, lalu perlahan menerjang lebih dalam lagi hingga menenggelamkan tubuhnya dalam-dalam ke dasar balutan sutera panas milik Claretta.
“Sakit!” Hanya itu kalimat yang terdengar dari bibir Claretta. Glenn tidak peduli dengan hal itu, hasratnya sudah benar-benar memuncak, ia mendorong lebih dalam dan menggerakannya lebih hebat, sembari bibirnya terus melumat bibir Claretta, teriakan wanita itu pun terdengar samar tidak seperti wanita normal lainnya.
Setelah hentakan terakhir, keringat pun membasahi tubuh mereka berdua. Namun, Glenn masih tidak menikmati permainan itu karena hanya dia yang berjuang.
Keesokan harinya, Glenn datang ke rumah sahabatnya. Baru saja sahabatnya akan menyeruput kopinya yang masih panas, tapi ia sudah lebih dulu merebutnya.
“Bagi dong,” ucapnya meraih kopi itu dan menyeruputnya.
“Kebiasaan lo tau nggak,” kesal sahabatnya.
“Biasa aja kali, gue lagi stress nih,” ungkap Glenn.
Pria itu sudah bisa menebak apa yang membuat Glenn stress. Penyebabnya tidak lain karena kekasihnya Claretta.
Tidak ada topik utama yang Glenn ceritakan selain Claretta Jasmeen, seorang sekretaris di sebuah perusahaan Real Estate ternama di Jakarta.
“Ada apa lagi dengan Claretta? Berantem lagi?” tanya Pria itu kepada Glenn sembari coba menebaknya.
“Bukan berantem, tapi ....”
“Tapi apa? Ngomong aja ribet lo, semalem lo di hotel berdua kan?” tanya pria itu tanpa basa basi.
Glenn pun langsung menatap sahabatnya itu, ia juga merasa malu jika harus menceritakan hal itu, tapi tidak ada orang lain lagi yang mendengar ceritanya selain sahabatnya itu.
“Semalem gue main sama Claretta, tapi gue merasa aneh aja tiap kali gue sentuh dan memberikan ********, ia bersikap biasa aja, nggak ada respon apa-apa selayaknya wanita normal yang dulu pernah tidur sama gue, gue pikir dia punya kekasih lain, menurutmu?” tanya Glenn kepada sahabatnya.
“Lo serius? Dia sama sekali nggak ngerespon permainan lo? Kok bisa ya?” tanya bapik pria itu dan membuat Glenn bingung.
“Iya, gue serius banget. Apa dia selingkuh ya? Gue takut tanyain ke dia, tapi satu sisi gue curiga hal lain sama dia, ” tutur Glenn.
Sahabatnya terkejut dengan kalimat terakhir yang Glenn katakan, tapi sangat tidak masuk akal jika sampai wanita sepolos Claretta itu bisa melakukan perselingkuhan, ia sedikit tidak setuju dengan tuduhan Glenn.
“Curiga? Emang lo curiga apa lagi sama dia?”
“Gue curiga kalo dia lesbian, soalnya dia sama sekali nggak punya hasrat sedikit pun berhubungan sama gue, dia terlihat biasa aja. Malah yang bikin gue yakin banget, saat gue mengecup bibirnya, dia ngerespon biasa aja tanpa gairah sama sekali, menurut lo?” tanya Glenn meminta pendapat sahabatnya.
“Udah deh, lo nggak usah mikir aneh-aneh deh, gue sama sekali nggak percaya sama dugaan lo. Lagi pula gue perhatiin, dia wanita yang normal,” jelas sahabatnya.
“Tapi Bro, kenapa dia sedingin itu?”
“Lo aja yang nggak pake perasaan, pokoknya gue nggak percaya sama tuduhan lo, kalo lo tetap bersikeras dengan dugaan lo, lo pasang aja CCTV di rumahnya, bila perlu di kamarnya, supaya lo tau apa aja yang dia lakuin di rumahnya, biar otak lo jernih lagi,” saran sahabatnya.
“Oke, gue akan lakuin saran lo.”
Mengikuti saran sahabatnya, siangnya Glenn langsung memasang CCTV di rumah Claretta, itu pun dia lakukan tanpa sepengetahuan kekasihnya. Kebetulan ia memiliki akses keluar masuk di rumah Claretta dengan bebas.
Ketika malam tiba, Glenn sudah berada di depan laptopnya. “Lihat! Ada seseorang menemuinya,” sahut Glenn sambil menunjuk video yang ada di laptopnya. Ia sudah menyambungkan CCTV itu dengan laptopnya.
“Dia siapa ya? Seperti wanita kantoran, wajahnya cukup dewasa. Kita lihat dulu apa tujuannya menemui Claretta malam-malam begini,” pinta sahabatnya.
Mereka terus memperhatikan videonya, Claretta dan wanita itu melangkah menuju ke kamar. Glenn semakin penasaran, matanya sama sekali tidak berkedip.
“Mereka masuk kamar, penasaran gue,” ungkap Glenn.
“Iya gue juga liat, lo santai aja dulu,” anjur sahabatnya.
Sontak Glenn terkejut dengan apa yang terlihat di dalam video itu. Wanita dewasa itu perlahan menanggalkan blezzernya, lalu kemejanya menyusul kemudian.
Claretta kemudian mendekati wanita itu dan terlihat seolah ia begitu agresif, ia memegang anting wanita itu yang sempat tersangkut di rambutnya.
“Sial! Claretta!” kesal Glenn ketika ia melihat di dalam video itu Claretta seolah mengecup wanita itu.
Glenn tidak ingin melihat lebih banyak lagi, ia langsung mematikan videonya dan menutup laptopnya dengan penuh kekecewaan. Ia pun berlari keluar menuju rumah Claretta yang hanya berjalarak 500 meter dari rumah sahabatnya.
Sesampainya di rumah Claretta, Glenn langsung melangkah menuju ke kamar kekasihnya itu. Ia semakin geram ketika mendapati Claretta sedang melepas bra milik wanita dewasa itu.
“Cla! Apa yang kalian lakukan?”
***
“Kita Putus!” seru Glenn dengan lantang ketika memergoki kekasihnya bersama perempuan lain di kamar itu.
Ia merasa dugaannya benar jika ternyata kekasihnya seorang lesbian. Ia benar-benar kecewa melihat pemandangan memalukan itu.
“Glenn, gue bisa jelasin, tolong dengerin gue dulu,” pinta Claretta. Ia benar-benar tidak terima dengan tuduhan kekasihnya itu.
Glenn tidak menggubrisnya, ia langsung pergi dari tempat itu dengan luapan emosi yang membuncah. Panggilan Claretta berkali-kali pun tidak mengurungkan niatnya untuk meninggalkan rumah itu.
Glenn sudah kembali ke rumah sahabatnya lagi, pikirannya kacau serta emosinya yang sudah tidak terkontrol lagi. Ia juga memberi tahu sahabatnay jika hubungan mereka sudah berakhir.
“Lo nggak ingin berubah pikiran, sebelum ini semua benar-benar berakhir?” tanya sahabatnya sekali lagi memastikan perasaan Glenn.
“Nggak ada yang perlu dipikirin lagi, gue udah lihat dengan mata kepala gue sendiri, dugaan gue ternyata benar, itulah alasan dia dingin sekali tiap kali berhubungan dengan gue,” jawab Glenn tetap dengan pendiriannya.
“Iya udah, jika itu mau lo, gue harap lo akan segera menemukan pengganti Claretta,” harap sahabatnya memberinya motivasi.
Tidak lama berselang, ia mendapat sebuah panggilan dari nomor baru. Glenn sudah paham dan langsung menerima panggilan itu. Ia bangkit dan sedikit menjauhkan diri dari sahabatnya.
“Oke, jam dua belas malam di kamar nomor 1209 ya.”
Glenn menutup teleponnya lalu kembali ke sofa menemui sahabatnya. Ia baru saja mendapat telepon dari seorang wanita yang berstatus single parent, kebetulan dua hari yang lalu mereka berkenalan di sebuah tempat permainan billiar.
Setelah itu, Glenn pun memilih untuk pulang lebih dulu untuk bersiap-siap menemui wanita yang ingin berkencan dengannya.
Ia tidak akan melewatkan malam ini begitu saja, setidaknya ia menemukan cara untuk melampiaskan kekecewaannya kepada Claretta. Ia kini sudah berada di depan kamar 1209.
“Malam ini akan menjadi malam yang luar biasa,” gumamnya sambil menekan bel yang tersedia di dekat pintu.
Tidak menunggu lama, pintunya terbuka, senyum ramah dan mengairahkan terpampang di wajah wanita yang usianya lebih tua beberapa tahun darinya.
“Selamat datang sayang,” sambut wanita itu dengan tatapan yang sangat memancing hasratnya untuk segera memberinya kehangatan.
“Kamu merindukanku?” tanya Glenn sambil memeluk wanita itu dari belakang sebelum ia sampai di tempat tidur.
“Tentu saja sayang, bahkan aku sudah tidak tahan lagi untuk mendapatkan sentuhan mesra darimu,” ungkap wanita itu dengan nada yang membangkitkan gairah.
Berbeda ketika dia berhubungan dengan kekasihnya, wanita di pelukannya ini jauh lebih menggairahkan dari pada Claretta.
Dress pendek berbahan tipis yang dikenakan wanita itu membuat tubuh itu memperlihatkan bentuknya yang indah. Tentu hal itu bukan hal baru bagi Glenn, terlalu sering ia melihat kecantikan tubuh wanita yang dia tiduri selama ini.
“Kita mulai?” tanya Glenn. Wanita itu tidak menjawab pertanyaan Glenn, tapi ia langsung membalikan tubuhnya dan menunjukan keagresifannya seperti wanita yang haus akan sentuhan hangat seorang pria.
Tidak lama berselang, wanita itu ternyata masih belum ingin berhenti bermain. Ia pun berniat untuk melanjutkan di ronde kedua, tapi hal itu tertunda karena ponsel Gelnn bergetar. Ia langsung menerima panggilan itu.
“Iya Bro, kenapa lo?”
“Claretta nungguin lo di rumah.”
“Udalah Bro, bilang aja gue sama dia udah end, gue nggak ingin berhubungan lagi sama dia, bye.”
Sejak tadi wanita itu terus mengganggu Glenn yang sedang menelepon. Glenn pun menutup teleponnya dan melayani hasrat wanita liar itu, ia pun menunjukan keperkasaannya sebagai pria yang luar biasa bagi wanita itu.
Akhirnya permainan pun selesai, keduanya sudah bercucuran keringat dan terbaring di tempat tidur, lelah yang mereka rasakan membuat keduanya pun terlelap dalam keadaan tidak berbusana sama sekali.
***
Glenn akhirnya lulus kuliah, meskipun dia harus menjalaninya hingga semester empat belas. Kini ia sudah bekerja sebuah perusahaan media.
Hari itu, Glenn mendapat kabar kalau ayahnya mengalami kecelakaan. Ia yang tengah sibuk bekerja, terlihat panik dan langsung meminta izin kepada Bosnya untuk pulang lebih awal.
Tiga puluh menit menyusuri jalan kota Jakarta menuju rumah sakit tempat ayahnya dirawat, sesampainya di sana, dokter pun memintan Glenn bertemu di ruangannya.
“Apa yang terjadi dengan ayah saya Dok?” tanya Glenn lirih.
“Kecelakaan tabrak lari itu telah membuat kedua kaki ayah anda patah tulang, ia pun harus segera dioperasi untuk menghindari kelumpuhan total,” jelas Dokter itu.
“Berapa biaya yang harus dibutuhkan untuk operasi itu?”
“Kurang lebih lima puluh juta,” jawab Dokteritu.
Mendengar jumlah nominal yang disebutkan oleh Dokter itu membuat pikirannya sedikit pening, ia bingung harus mendapatkan uang sebanyak itu dimana. Ia hanya menatap Dokternya dengan senyum datar tersaji di wajahnya.
“Baiklah Dok, saya akan segera membayar administrasinya,” kata Glenn dengan lirih.
Ia kemudian pergi meninggalkan ruangan itu, ia kemudian mengambil ponselnya dan menghubungi sahabatnya. Ia berharap pria itu bisa membantunya mengatasi masalah darurat ini.
“Bro, gue pinjem uang lo 50 juta ada nggak?”
“Buset! Banyak bener, mana gue punya Glenn, buat apa sih lo?”
“Bokap gue kecelakaan, dia harus operasi sesegera mungkin, gue pusing harus nyari dimana uang sebanyak itu,” lirihnya.
“Sebentar, lo coba hubungi Claretta, kali aja dia ada.”
“Oke, terima kasih.”
Mau tidak mau, Glenn menghubungi Claretta meski sebenarnya dia tidak sudi untuk berhubungan lagi dengan wanita itu. Tapi apa boleh buat, mungkin saja kali ini wanita itu akan membantu keluar dari kesulitan yang sedang dihadapinya, pikir Glen pasrah.
Seperti biasanya, Claretta sedang sibuk di kantornya, ia pun meminta Glenn untuk bertemu sore hari di sebuah cafe terdekat dengan rumah sakit itu. Glenn kemudian menyetujuinya.
Dua jam berlalu, Claretta pun muncul dengan ekspresi sedih dengan segala yang terjadi pada ayah Glenn. Ia ikut prihatin dengan masalah yang sedang Glenn alami saat ini. Ia memang tidak memiliki uang sebanyak yang Glenn minta, tapi ia memiliki satu solusi untuk menyelesaikan masalah Glenn.
“Hei Glenn, maaf lama,” sapa Claretta.
“Iya nggak apa-apa. Gimana? Ada nggak?” tanya Glenn tanpa basa-basi. Claretta menggeleng penuh penyesalan. Glenn sedikit kecewa dengan jawaban itu, tapi ia pun harus menghargai hal itu.
“Sayang banget Glenn gue gak punya uang sebanyak itu, tapi gue punya satu solusi jitu supaya masalah lo bisa kelar, gue harap lo bisa menerimanya, cuma itu satu-satunya cara yang bisa gue lakuin untuk bantuin Om Arsen,” ungkap Claretta dengan wajah meyakinkan.
Glenn pun terlihat tenang ketika Claretta bicara dengan begitu meyakinkan. Lelaki itu merasa kalau dia akan menemukan jalan keluar dari masalahnya ini. Meskipun ia belum tahu solusi apa yang akan sebenarnya Claretta berikan.
Ia sudah tidak peduli dengan cara apapun, ia hanya tahu cara cepat untuk bisa mendapatkan uang sebanyak itu dan segera melakukan operasi untuk ayahnya.
“Apa solusi yang lo tawarin ke gue?” tanya Glenn.
“Jadi suami bayaran. Gimana?”
***
JANGAN LUPA LIKE YA GAES!👌
“Apa? Suami bayaran? Apa ada wanita yang menginginkan hal itu?” Glenn benar-benar ragu dengan ide Claretta. Ia pun hanya menunggu penjelasan Claretta mengenai hal itu.
Claretta tersenyum mendengar jawaban Glenn, tentu saja Claretta merasa yakin dengan tawarannya karena wanita itu adalah orang yang sangat dia kenal.
“Intinya lo bersedia atau nggak?” tanya Claretta memastikan untuk kedua kalinya.
“Lo nggak berniat mempermainkan gue kan? Gue lagi butuh uang Cla, jika gue nggak mendapatkan uang sebanyak itu, gue akan benar-benar menyesal karena melihat bokap gue lumpuh seumur hidupnya,” tutur Glenn.
“Jadi jawaban lo?”
“Iya, gue bersedia jadi suami bayaran wanita itu, dimana gue bisa ketemu dia?” tanya Glenn penasaran.
“Iya, gue kenal banget sama dia, namanya Helena Jensen, dia bos gue di kantor, dia wanita yang tidak percaya dengan pernikahan, tapi nyokapnya sudah memaksanya untuk menikah, makanya dia mau mencari pria yang mau menjadi suami bayarannya,” tutur Claretta.
Mendengar hal itu, Glenn menjadi penasaran dengan sosok wanita bernama Helena itu. Ia pun sudah membayangkan kehidupan yang menyenangkan bersamanya. Pasti hidupnya akan berubah derastis, itulah salah satu impian Glenn menjadi orang kaya.
“Baiklah, gue sepakat, gue terima tawaran itu. Kapan pernikahan akan di langsungkan?”
“Gue akan hubungin lo secepatnya mengenai jadwal pernikahan kalian, lebih cepat lebih baik, gue juga akan sampaikan masalah lo ke Helena, supaya dia langsung mengurus biaya operasi bokap lo,” ujar Claretta.
“Terima kasih ya Cla. Gua merasa ini sebuah keajaiban, sekalipun harus menjadi suami palsu untuk Helena,” kata Glenn.
Setelah itu, Claretta pun berpamitan dan meninggalkan Glenn sendirian di cafe itu. Ia berada di antara dua rasa yang membuatnya bimbang, antara bahagia atau sedih. Tapi ia bertekad untuk melaksanakan tugasnya dengan baik demi kesembuhan sang ayah. Ia juga akan merahasiakan hal ini kepada ayahnya, ia tidak ingin ayahnya sedih karena ia melakukan ini.
“Seperti apa ya wanita itu? Apa dia cantik? Apa buruk rupa? Sudahlah, gue nggak peduli sama hal itu, gue hanya butuh uang untuk biaya bokap gue, itu yang penting,” gumamnya pelan. Ia sedikit bisa bernafas lega karena sudah menemukan solusi dari masalahnya.
Ia pun kembali ke rumah sakit menemui ayahnya. Wajahnya sudah tidak lesu lagi seperti sebelumnya, meskipun hatinya sedih ketika melihat kondisi ayahnya yang menyedihkan.
***
Keesokan harinya, Claretta pun menghubungi Glenn untuk mempersiapkan diri, pernikahan mereka akan dilaksanakan tiga jam lagi di rumah Helena. Tentu saja keluarga besar Helena akan hadir di acara itu.
“Claretta!!! Kenapa sih dadakan begini, mana gue belum mandi lagi,” keluh Glenn lalu bersiap-siap.
Ia akhirnya tiba di kediaman keluarga Jensen. Rumah yang besar sekali bak istana yang megah, mobil dengan berbeda merek berjejer rapi di garasi rumahnya. Glenn cukup tercengang melihat kekayaan keluaga Jensen itu.
“Luar biasa, ini benar-benar durian runtuh. Gue nggak lagi mimpi kan?” Glenn memastikan hal itu dengan cara menampar dirinya sendiri dengan pelan.
Glenn kemudian masuk ke dalam rumah itu, seluruh keluarga besar Helena sudah berkumpul. Ia masih penasaran dengan sosok Helena yang akan menjadi istrinya nanti.
“Glenn, ayok!” ajak Claretta yang sudah berada di tempat itu lebih dulu. Wanita itu pun memperkenalkan Glenn kepada semua anggota keluarga Jensen. Mereka semua hanya penasaran dengan pernikahan yang terjadi secara mendadak ini.
Claretta pun memperkenalkan Helena kepada Glenn, calon istri palsunya nanti. Tentu saja Glenn terkejut ketika melihat wanita cantik yang tersenyum di depannya itu.
Glenn pun berpura-pura sudah mengenal Helena sejak lama, ia ingin rencana mereka berjalan lancar tanpa kecurigaan dari keluarga Jensen.
Ia baru menyadari jika wanita itulah yang datang ke rumah Claretta saat itu. Ternyata dugaannya salah, ternyata Claretta bukan lesbian seperti yang dia pikirkan selama ini.
Setelah ijab kabul diucapkan, maka resmilah Helena dan Glenn menjadi sepasang suami istri di mata keluarga Jensen dan masyarakat kompleks yang ikut menghadiri pernikahan mereka.
“Sah! Sah! Sah!” ucap para saksi pernikahan.
Setelah acara itu selesai, tentu saja semua tamu undangan bergegas pulang, begitu juga dengan semua anggota keluarga Jensen berpamitan satu persatu. Hanya tinggal Claretta yang masih tersisa di rumah itu.
Ketiganya berbincang, Helena ingin menyampaikan sesuatu kepada Glenn di depan Claretta sebagai saksi dari hubungan sandiwara mereka itu.
“Glenn, gue punya satu syarat yang lo harus penuhi dalam sandiwara ini,” ucap Helena pelan, ia tidak ingin ibunya mengetahui sandiwara mereka.
“Apa itu?”
“Lo nggak boleh menyentuh gue. Lo harus ingat, ini pernikahan palsu, jadi lo bukan suami sah gue, jadi gue harap lo menyetujui syarat itu dan bisa bekerja sama dengan baik,” pinta Helena.
Sekalipun terdengar bodoh, tapi Glenn harus memenuhi syarat itu. Ia juga sangat menyadari jika dia hanya seorang suami bayaran, jadi apapun permintaan Helena harus dia turuti.
Setelah itu, Claretta pun berpamitan dengan Helena dan Glenn. Tidak lama berselang, Helena mengajak suaminya ke kamar pengantin mereka. Tentu saja itu juga bagian dari sandiwaranya di depan kedua orang tuanya.
“Glenn, lo boleh tidur di tempat tidur ini, tapi gue peringatin lo, jangan pernah nyentuh gue jika lo nggak mau semua perjanjian kita batal,” tegas Helena.
“Oke, gue akan melakukan semua syarat-syarat lo,” kata Glenn.
Setelah cuku lama bersama di kamar itu, Helena bangkit dan beranjak dari kamarnya meninggalkan Glenn sendirian di hari pertama pernikahan mereka.
“Apa-apaan ini, kenapa gue nggak bisa menyentuhnya, dia kan istri gue. Lagian aneh banget sama dia, wanita di luar sana menginginkan sentuhan gue, kehangatan gue, tapi kenapa lo malah menolak hal itu, ada apa dengan dia?” keluhnya.
Glenn mengakui bahwa Helena memang wanita yang cantik dan menggairahkan, hanya saja semua itu hanya terdapat dalam angan-angan Glenn. Ia tidak mungkin memiliki kesempatan untuk merasakan kehangatan tubuh Helena yang membuatnya penasaran.
Berkali-kali Helena selalu meninggalkannya sendirian di rumah, bahkan mereka sangat jarang bersama seperti halnya pasangan baru lainnya, ia yang merasa bosan di kamar lalu pergi ke sebuah bar untuk menghilangkan rasa frustasinya.
Sesampainya di bar, ia selalu minum alkohol, setiap hari selalu seperti itu untuk membuatnya tenang ketika pulang ke rumahnya. Ia merasa sedikit frustasi dengan sandiwara yang sedang dia jalani.
Ia pun harus kembali ke rumahnya, ia melirik jam di tangannya sudah menunjukan pukul 4 dini hari. Ia tidak terlalu memperdulikannya. Sesampainya di rumah, ibu mertuanya pun keluar dari kamarnya dan mendapati Glenn baru pulang ke rumah.
“Glenn, kamu dari mana jam segini baru pulang?” tanya Amira dengan tatapan penuh kecurigaan.
“Nyari angin Ma di luar,” jawab Glenn seadanya.
“Ya ampun Glenn, berhari-hari saya liat kamu selalu pulang jam segini, apa kamu tidak kasihan dengan istrimu, setiap malam harus tidur sendirian, bagaimana kalian akan mendapatkan keturunan kalau begitu, apa jangan-jangan kalian belum melakukannya?” tanya Amira penasaran.
Glenn tidak tahu harus menjawab apa di depan mertuanya itu, ia tidak mungkin mengatakan hal yang sebenarnya kepada Amira. Bisa-bisa sandiwara mereka terbongkar.
Helena yang mendengar keributan itu lalu keluar dari kamarnya, ia membela suaminya untuk menjaga sandiwara itu tetap aman.
“Sudah Ma, kami sudah melakukannya, bahkan berkali-kali. Tapi ada hal yang ingin aku sampein ke Mama. Begini Ma, Mas Glenn anunya gak bisa selalu tegak, jadi cukup sulit untuk mendapatkan keturunan saat ini,” jelas Helena mencoba meyakinkan Amira.
“Maksud kamu, Glenn impoten?”
***
JANGAN LUPA LIKE YAA GAESS
👍
Download MangaToon APP on App Store and Google Play