NovelToon NovelToon

First Love

First Meet You

Hari ini, hari dimana aku bertemu dengannya yang menjadikan pertemuan paling ajaib di dunia. I meet my first love! In an usual way\~

*tetttttt tettttt* Bunyi bel terdengar, yang menjadi tanda bahwa kegiatan persekolahan sudah harus dimulai. “Materi kita apaan Kal” tanyaku kepada teman disebelah, Kalia namanya. “Agama” jawabnya singkat sambil berbenah untuk pindah kelas. “Gabung?” tanyaku lagi dengan posisi menyenderkan kepala di meja namun mengarahkan wajah ke Kalia. “Iya sama 10-C tuh” jawabnya cuek tetap fokus berbenah. “Hmmmm” kataku mengeluh karena harus membereskan semua buku dan yang paling tidak ingin ku lakukan adalah harus beranjak dari posisi nyaman ini.

Semua siswa dan siswi berjalan bergantian. Setiap pelajaran agama di sekolahku, agama yang sama akan bergabung di 1 kelas. Jadi hari ini, pertama kali aku bergabung dan bertemu dengan teman-teman di kelas lain. Dengan perasaan malas aku berjalan terburu-buru sambil membawa bangku dari kelasku. Karena jumlah siswa dan siswi yang lebih banyak saat digabungin, aku harus membawa bangku sendiri. Dan karena aku terburu-buru, tanpa sengaja bangku ku menyentuh tangan salah satu siswi-yang-sangat-jutek. “Aduh! Gimana sih” katanya kesakitan sambil mengelus-elus tangannya tanpa melihat ke arahku. “Eh sorry…” kataku sambil menundukkan kepala tanda aku merasa bersalah. Namun, dia-tidak-merespon. Aku diam dan langsung duduk ditempatku, tepatnya duduk di belakang samping siswi jutek itu.

“Hai Theza” sapa teman semejaku di pelajaran agama ini yang juga adalah teman sekolahku dulu. “Hai Febri” sapaku balik namun pandanganku tetap ke siswi-jutek itu. “Itu siapa?” tanyaku pada Febri dan yang akhirnya membuat aku mengarahkan badan ke Febri. “Siapa?” tanyanya balik sambil mengadahkan wajah mencari siapa yang aku maksud. “Itu yang disebelah Kalia” kataku lagi memberikan kode dengan wajahku yang ku arahkan ke meja Talia. “Oh itu. Falisha. Kenapa?” jawabnya dengan bersemangat. “Gapapa tanya aja” kataku sambil mengeluarkan buku-buku agama. Kenapa aku harus bertanya siapa dia? Apa ini? Perduli apa aku? Kataku dalam hati yang tidak percaya pertanyaan itu keluar dari mulutku. Tiba-tiba ada benda yang jatuh menuju ke arah kakiku. Dengan relfleks aku mengambil benda tersebut dan memberikan kepada pemiliknya, yang ternyata adalah si-siswi-jutek. Tanpa bicara apapun dan ucapan terima kasih dia mangambil penghapus ditanganku. “Sama-sama” ku ucap dalam hatiku. Mungkin dia marah karna tadi aku menyenggol tangannya. Sudahlah. Untuk apa aku mikirin itu. Peduli apa aku.

Setelah beberapa waktu, entah ada angin apa, Febri mengatakan sesuatu yang sedikit menarik perhatianku tentang siswi-jutek itu. “Kamu mau tau gak arti Felisha itu apa?” tanyanya padaku. “Ha?” kataku kaget. “Iya ada artinya tuh” jelasnya bersemangat. “Apa emangnya?” tanyaku yang sebernernya penasaran tapi mencoba terlihat tidak bersemangat. “Artinya anak yang lahir membawa ke-gembiraan” jelasnya dengan tawa sedikit. “Ohya? Kamu tau darimana?” tanyaku lagi yang fokus membuka lembaran buku. Apa ini? Kenapa harus ku tanya lagi?Kenapa pembicaraan tentang siswi-jutek itu berlanjut?Aku yakin rasa aneh ini bukan tentang ingin tau arti namanya. Karna aku termasuk orang yang tidak pernah mau mendengarkan hal-hal konyol seperti ini. Lalu apa yang terjadi pada ku? “Iya jadi karna dia lahir dan orangtuanya gembira menyambut dia, dikasih nama Felisha artinya gembira. Dia yang cerita kemarin waktu perkenalan hihi” jelasnya lagi masih dengan semangat yang sama. Febri dan Felisha emang sekelas. Jadi kemungkinan perkenalan mereka di kelas ini seperti itu. Menyebutkan hal-hal yang menurut mereka bisa menjadi pengingat untuk teman-temannya yang lain. “Oh…” jawabku singkat sambil menoleh ke orang yang sedang kami bicarakan. Apa ini? Kenapa aku peduli dan tetap mendengarkan tentang dia? Sambil menggeleng-gelengkan kepalaku yang terus mencerna apa yang sebenernya terjadi pada diriku, aku melanjutkan untuk fokus ke buku agamaku.

Siswi-jutek itulah yang ternyata akan menjadi cinta pertamaku. Dan pertemuan ini sangat tidak romantis seperti cerita percintaan orang lain. Namun, hari itu, aku bersyukur telah bertemu dengannya. Jika boleh mengulang, aku ingin berjumpa dengannya dalam keadaan yang sama. Tidak romantis namun tetap pembukaan terbaik untuk cerita cinta pertamaku.

Text Message

Saat itu aku berdiri di depan pintu gerbang sekolahku, mengingat kembali bagaimana masa-masa cinta pertamaku bisa tumbuh. Hiruk piruk siswa siswi sekolah yang sedang bermain dan berlari terbayang di depan ku. Ku lihat ada sosok diriku yang sedang duduk di depan kelas, sedang menulis. Aku ingat hari itu, dimana aku bertemu dengannya lagi namun dalam suasana berbeda dan respon yang tak ku duga. Hal yang membuatku mengingat kembali bagaiman cinta pertamaku dulu.

“Za!” teriak Kalia yang mulai berjalan mengarahku, dan ku lihat sosok dibelakang Kalia yang berjalan mengikuti langkahnya. Dia tersenyum. Seperti sedang menyapaku. Senyum yang sangat berbeda dari yang pernah ku dapatkan. Senyum yang sangat mendebarkan suasana saat itu. Aku pun ikut tersenyum dengan pikiran yang masih tidak bisa menjelaskan apa maksud senyuman dari sosok itu. “Theza!” panggil Kalia kembali sambil menyentuh bahu ku yang akhirnya menyadar lamunan ku.”Eh Kal” sapaku kembali dengan membalikkan badan mengarah ke Kalia. “Kamu lagi nyusun materi buat besok?” tanyanya sambil mengambil selembar kertas yang ada di depanku. “Iya, besok acaranya di aula kan?” tanyaku sambil mengambil kembali kertas yang diarahkan Kalia kepadaku. “Iya Za, besok jangan lupa jam 8 ya. Yaudah aku mau ke toilet dulu, bye. Yuk Fe” balasnya sambil beranjak pergi dan menggandeng Felisha yang daritadi ada diantara kita. Aku memperhatikan mereka berdua yang sedang berjalan menuju toilet dari belakang. “Felisha tadi senyum? Menyapaku?” itulah isi pikiranku semenjak kedatangan Kalia dan Felisha tadi. Apa mungkin dia tidak tau bahwa akulah yang membuatnya marah waktu itu. Akulah sosok yang tidak sengaja menyakiti tangannya. Ada apa dengan senyumnya tadi?

Esok harinya. Jam 7 pagi. Aku masih ditempat tidurku memegangi kepala yang sakitnya tidak tertahankan. Aku harus pergi ke sekolah karena hari ini ada acara yang harus ku hadiri. Tapi tidak memungkinkan dalam keadaan kepalaku sakit seperti ini. Ada pesan masuk. Entah dari siapa karena nomornya tidak ku kenali dan tidak ada nama tercantum. “Kamu dimana Za?” isi pesan yang ku baca samar karena masih dalam keadaan sakit kepala berat. “Aku sakit, gak bisa masuk sekolah. Ini siapa?” balasku beberapa menit kemudian. Tidak ada balasan lagi dalam beberapa jam. Cling! Bunyi pesan dari handphoneku terdengar. Keadaaanku mulai membaik namun aku masih tidak bisa menegakkan badanku dengan benar. Perlahan ku raih handphoneku dan ku paksakan badanku untuk duduk dengan sedikit menyender di tempat tidur. “Udah aku sampein ke Kalia ya. Dia tadi lagi sibuk” balasan yang membuatku sedikit kebingungan. “Ini siapa?” balasku lagi untuk memastikan bahwa tidak-mungkin-dia. “Siapa ayo coba tebak” balasnya lagi. Ku berani kan diri untuk menyebutkan 1 nama yang daritadi sudah ku pikirkan, Apa mungkin dia? Ah tidak mungkin. Isi kepalaku acak kadul. Sudah sembuh dari sakit tapi malah makin pusing memikirkan siapa ini. “Felisha?” balasku akhirnya dengan penuh keberanian dan (mungkin) pengharapan. Jangan tanya aku kenapa aku berharap saat itu. Aku juga tidak tau. Aku menunggu balasan sambil tetap menatap handphoneku tak henti. Cling! Suara notifikasi lagi. Dengan buru-buru aku membaca pesan singkat yang membuat mataku tidak bisa berkedip karena isinya yang tidak ku percaya. “Kok tau sih?” itu adalah pesan yang menandakan benar bahwa itu adalah Felisha. Siswi-jutek itu. Yang membuatku mati penasaran karena ke-cuekanannya, lalu kemudian memberikanku senyuman, lalu sekarang dia menghubungiku? Walaupun bukan dia yang benar-benar menghubungiku, tapi tetap saja. Ku hempaskan tubuhku ke tempat tidur dengan handphone yang masih ku genggam. Ku pejamkan dan ku buka kembali seakan tidak percaya. Aku punya nomornya sekarang?

Tetttttt Tetttttt bel sekolah berbunyi. Siswa-siswi bergegas masuk ke dalam kelas. Aku berjalan dengan lambat sambil membenarkan kancing sweeter yang ku gunakan. Kantin dan kelasku cukup jauh dan membutuhkan tenaga untuk masuk ke dalam kelas tepat waktu. Tapi aku masih santai tidak memperdulikan itu. Deangan santai aku malah melihat ke arah lapangan dimana terdapat siswa siswi yang di hukum. “Pasti nyoba buat cabut dari sekolah” dalam hatiku sambil meminum sisa es dan bergegas membuang sampah bungkusnya. Namun saat aku baru mau membuka tong sampah. Ada yang memanggil. “Hei kalian!” teriak seorang guru yang berdiri di depan kelasku dan memegang penggaris panjang bersiap untuk menghukum sepertinya. “ saya pak?” kataku sambil menunjuk diri sendiri. “Iya kalian!” tegasnya. Kalian? Perasaan hanya aku sendiri. Aku pun menoleh ke arah samping kanan kiri mencari tau siapa yang dimaksud. Namun tidak ada. Hanya tembok. Kemudian aku membalikkan badan. Aku menemukan Kalia dan Felisha di belakangku. “Kamu sih Za! Jalannya lama banget deh” kata Kalia sambil menepuk pundakku. “Ya maaf, aku juga gatau kalo telat masuk kelas bakalan ada hukuman kaya gini” balasku sambil mengelus pundakku yang dipukulnya. “Ke lapangan ya! Udah jam berapa ini kalian gak masuk kelas” jelas pak guru yang membuatku menghela nafas panjang, tidak percaya bahwa ternyata aku akan bergabung dengan mereka yang dilapangan untuk dihukum. Aku, Kalia, dan Felisha pun bergegas menghampiri pak guru. “Maaf pak saya gak lihat jam pak” kataku sambil menundukkan kepala. “Yaudah kalian bertiga silakan push up 10 kali abis itu langsung masuk ke kelas ya” jawab pak guru tegas. “Tapi pak, ini panas banget pak” jawab Kalia sambil menunjuk ke atas langit. “Sudah kerjakan saja biar bisa segera masuk kelas!” jawab pak guru sambil menaikkan alisnya. Tanda memang tidak ada cara lain. Hari itu memang sangat panas. Aku tidak bisa membayangkan gimana rasanya push up di bawah sinar matahari se-terik ini. Mau tidak mau aku, Kalia, dan Felisha pun melakukan push up. Aku memperhatikan Felisha yang seperti kesakitan. Sudah pasti sakit karena tanganku saja melepuh. Setelah selesai push up kami pun bergegas menuju kelas. Sepanjang jalan Felisha melihat tangannya yang sudah melepuh dan luka. “Tanganmu gapapa?” kataku memberanikan diri untuk bertanya. “Sakit banget” katanya masih dengan melihat tangannya dan raut wajah yang menahan sakit. “Mana sini coba lihat” kataku sambil menarik tangan Felisha. “Kenapa? Luka?” kata Kalia yang melihat aku dan Felisha tiba-tiba berhenti dan mencoba menghampiri. “Iya, kamu bawa Felisha ke ruangan P3K deh Kal” kataku sambil tetap memperhatikan tangan Felisha. “Gausah gapapa. Yuk masuk nanti kita dihukum lagi” jawabnya sambil melepaskan tanganku dan berjalan ke arah kelasnya. Aku dan Kalia juga berjalan ke kelas.

Semenjak saat itu, karena aku dan Kalia teman sekelas yang lumayan dekat sehingga membuat aku dan Felisha juga perlahan mulai dekat, atau aku yang mendekatkan diri? Kami juga mulai bertukar pesan. Kadang soal pelajaran, kadang soal yang lain. Dia ternyata menyenangkan, tidak seperti apa yang ku lihat pertama sekali. Dia memang jutek, itu ciri khasnya yang tidak akan pernah hilang. Namun di dekatku dia mudah tersenyum. Gigi kelincinya membuat senyumannya semakin khas. Bagus. Senyumnya bagus. Aku, Kalia, dan Felisha kini berteman. Pertemanan yang seru. Mungkin bukan seru, tapi aku hanya senang. Di dekatnya aku senang. Tapi sampai saat ini aku tidak tau apa yang memuatku akhirnya jatuh cinta padanya. Sampai saat ini aku tidak pernah menemukan jawaban pasti dari kepalaku. Cinta pertama yang entah mulai kapan tumbuh. Mungkin saat dia tidak berterima kasih? Atau mungkin saat dia pertama kali memberikan senyuman? Atau saat dia membalas pesanku? Entahlah. Yang pasti, cerita ini belum berakhir. Baru akan dimulai.

Jealous

Setiap hari yang aku dan Felisha lakukan hanyalah melempar tatapan, sambil sedikit tersenyum dan malu setelahnya. Namun hari ini berbeda.

Aku melihatnya dari kejauhan yang sedang bercengkrama dengan seorang siswa. Entah kenapa dalam bagian tubuhku ada yang berdegup sangat kencang sehingga terasa sangat sakit. Aku berjalan lambat sambil memperhatikan mereka tidak henti, semakin aku mendekat semakin cepat degupan dalam tubuhku, darahku seakan mengalir lebih cepat dari biasanya membuatku merasa panas. Tiba-tiba Felisha menoleh ke arahku yang sedang berjalan menatap dirinya tertawa bersama siswa itu. Dia seakan ingin menyapaku dengan sedikit mengangkat tangannya, namun aku bergegas masuk ke kelas sambil berpura-pura mengajak Roki yang daritadi berjalan di sampingku. Aku duduk di bangku. Ada Kalia yang menyapa. “Darimana kamu Za?” tanyanya sambil mengarahkan badan kearahku. “Dari kantin” kataku tak bersemangat. “Sama Felisha?” tanyanya lagi. “Enggak, tuh sama si Roki” jawabku singkat. Aku angkat kembali tubuhku yang baru saja ku dudukkan. Berjalan menuju perkumpulan di barisan paling belakang. Duduk diatas meja, mengarah ke luar jendela. Ada teman sekelas dan juga siswa dari kelas lain diperkumpulan ini. Roki, Jidan, Syahid, Lucky dan Pram adalah temanku bermain di sekolah dan luar sekolah. Kami menjadi akrab karena 1 tim futsal. Ada juga Ari dan Gala, namun kali ini mereka tidak datang ke kelasku. “10-C gak ada guru?” tanyaku kepada Lucky dan Pram yang merupakan siswa dari kelas 10-C. “Gada Za, makanya kita-kita main kesini” jawab Pram santai. “Kemarin ku lihat-lihat pas pelajaran agama pertama kali duduk sama Febri nih Za, pacaran? Hahaha” sambung Lucky sambil merangkul leherku. “Hahaha enggak, lagian kemarin karna cuma di samping Febri yang kosong tempat duduknya bro. Setelahnya kan aku duduk bareng Roki”. Kataku santai sambil sesekali melihat keluar jendela. “Liatin siapa sih Za diluar?” tanya Jidan yang daritadi memperhatikanku selalu melirik keluar jendela. Karena perkataan Jidan, semua perkumpulanku ikut meninggikan kepala keluar jendela, melihat siapa yang ku perhatikan sedari tadi. “Widih ada yang ditaksir nih kayaknya” kata Syahid. “Siapa? Siapa?” sambung Roki sambil sedikit mendorong Syahid yang berusaha melihat keluar jendela. Mereka semakin berisik dan menggodaku. Tiba-tiba guru masuk dan membuat kerusuhan berhenti. “Syukurlah!” dalam hatiku yang sambil melihat Felisha berjalan memasuki kelasnya. Pram dan Lucky berlari keluar kelas karena tidak mungkin harus mengikuti pelajaran di kelasku. Semua kembali tenang. Aku berjalan kembali ke mejaku.

Pelajaran agama lagi. Kali ini aku duduk sendiri, tepat di samping selang 2 meja dari Felisha. Febri menawarkan bangku kosong disebelahnya namun aku menolak dan memilih untuk duduk sendiri. Entah karena aku tidak ingin terlihat dekat dengan siapapun karena ada Felisha di dalam kelas yang sama atau karena pelajaran agama kali ini sedikit tidak bersemangat mengingat Felisha yang terlihat akrab dengan siswa dari 10-A tadi. Apa aku cemburu? Kenapa kau harus cemburu? Ku pangku wajahku pada 1 tangan, sambil tangan satu lagi memainkan pulpen, memutarnya menggunakan jari-jariku. Tiba-tiba HP ku bergetar. Ku lihat ada pesan masuk, namun ku biarkan. Kemudian bergetar lagi. Ku buka pesannya karena penasaran. Dari Felisha. “Hai” pesan yang pertama. “Lihat kesini dong” pesan yang kedua. Kemudian bergetar lagi. “Sambil senyum” pesan ketiga yang berhasil membuatku tersipu malu. Akhirnya ku angkat wajahku dan ku palingkan ke Felisha. Terlihat dia yang sudah menatapku dari kejauhan. Kemudian aku pun tersenyum mengikuti kemauannya. Kemudian bergetar kembali. “Gitu kan enak dilihat kalo senyum. Boleh pinjem sweeter yang kamu pake gak? Aku sedikit kedinginan” pesan dari Felisha yang akhirnya membuatku bersemangat kembali. “Boleh, nanti aku kasih di depan kelas kamu ya” balasku sambil menatapnya dan kembali tersenyum. 1 jam kemudian pelajaran agama selesai.

Sebelum kembali ke kelasku, aku berdiri di depan kelas Felisha untuk memberikan sweeterku. Tidak lama kemudian Felisha datang menghampiriku. “Kamu kenapa? Sakit?” tanyaku padanya sambil memberikan sweeter. “Enggak kok cuma sedikit kedinginan aja” jawabnya sambil menggunakan sweeter yang kuberikan. “Kamu pulang naik apa nanti?” tanyaku lagi supaya tidak terlihat bahwa aku sedikit gugup jika berbicara padanya. “Naik busway kok, kamu? Oia, tadi kenapa? Aku mau nyapa kamu tapi kamu kaya pura-pura gak liat aku?” Dor! Pertanyaannya membuatku kaku sejenak. Dia merasa? “Mmm aku gaenak aja ganggu kamu kalo aku nyapa, kamu kan lagi ngobrol sama temen kamu” jawabku berbohong. “Nanti mau pulang bareng?” sambungku lagi untuk mengalihkan pembicaraan. “Emm bukanya rumah kita beda arah ya?” tanyanya balik. “Kamu emang tau rumah aku dimana? Hahaha” kataku yang sedikit kaget Felisah tau bahwa arah rumahku dengannya berbeda. “Iya Kalia yang cerita tuh”. Aku semakin gugup melihat Felisha yang dengan anggun memakai sweeterku. “Oh Kalia. Iya emang beda arah tapi gapapa aku temenin nunggu buswaynya ya?” tanyaku lagi sambil melihat ke arah Roki, Jidan dan Syahid yang memanggilku. “Oke, sambil aku balikin sweeter kamu nanti ya. Aku tunggu disini nanti pulang sekolah” jawabnya sambil tersenyum. Aku mengangguk dan segera bergegas menghampiri teman-temanku untuk masuk kelas. “Siapa Za?” tanya Rico padaku sambil merangkul tubuhku. “Ha? oh.. Felisha” jawabku singkat. Ini pelajaran terakhir hari ini. Selama pelajaran berlangsung aku hanya fokus melihat detak jam diatas papan tulis. Tik tok tik tok tik tok. Setelah 2 jam berlalu, akhirnya bunyi bel tanda pulang berbunyi. Aku bergegas menyusun buku pelajaranku dan berjalan keluar kelas.

Ku lihat belum ada Felisha didepan kelasnya, aku pun menunggu di depan kelasku agar tidak diperhatikan oleh teman-teman kelas Felisha. Biasalah, bisa heboh jika teman sekelasnya tau bahwa aku mengunggunya. Anak remaja kala itu sedang aktif-aktifnya untuk mencari tau hubungan antara siswa dan siswi di sekolah. Tiba-tiba ada Kalia yang menghampiriku. “Kamu ngapain disini?” tanyanya sambil menyodorkan makanan yang sedari tadi sudah ada di tangannya. “Nunggu Felisha” kataku sambil menggelengkan kepala tanda aku tidak ingin makanan yang Kalia tawarkan. “Mau ngapain?” tanyanya yang akhirnya beranjak untuk duduk karena mungkin terlalu susah untuk menatapku ke atas karena Kalia jauh lebih kecil dariku. “Gapapa, mau pulang bareng aja sekalian dia balikin sweeterku. Kamu pulang naik apa Kal?” tanyaku yang akhirnya ikutan duduk disamping Kalia. “Belum mau pulang, kaya kamu gatau aja aku kan jarang pulang on time”. “oh iya” jawabku sebagai penutup dari obrolan kami karena setelahnya terlihat Felisha datang menghampiri. Dengan sigap aku pun ikut berdiri setelah dia berhenti di hadapan Kalia. “Nih sweeternya” kata pembuka Felisha diiringi dengan sodoran sweeter yang mengarah kepadaku. “Makasih ya Za” sambungnya lagi. “Kamu pasti masih harus rapat osis kan Kal? Gitu terus deh tiap hari, heran” Felisha terlihat judes namun sangat mempesona dengan caranya. “Yausah sih, daripada nih si Theza nih yang jarang ikutan rapat” jawab Kalia yang menyudutkan posisiku kali ini. “Aku udah tau Kal kalau setiap kita rapat itu ujung-ujungnya ribut. Jadi ya mending aku bolos” pembelaanku kali ini memang benar. Aku tidak terlalu suka dengan rapat osis karena hanya akan memecah belah masing-masing kubu. Oia, aku dan Kalia sama-sama anggota osis, hanya saja beda divisi. “Yudah yuk Za. Aku balik duluan ya Kal. Inget makan kamu tuh jangan suka bandel kalo dibilangin” tegas Felisha sambil sedikit menjewer telinga Kalia. “Tuh jangan bandel kalo dibilangin. Wek” godaanku yang berhasil membuat Kalia berdiri dari posisi duduknya untuk memukul pundakku dan diiringi tawa Felisha. Aku dan Felisha pun berjalan keluar gerbang sekolah menuju halte.

Ini sangat canggung dan aku sedikit gugup. Aku malu untuk memulai percakapan sehingga hanya mengikuti langkah kecil Felisha. Jujur, aku hanya bisa banyak berbicara ketika Kalia berada diantara kami berdua. Jika tidak ada Kalia? Ya sudah pasti aku mati kutu seperti batu. Kecuali jika Felisha memulai percakapan dan aku mulai mencair sedikit. “Kamu sama Febri temenan udah lama?” pertanyaan yang berhasil membuatku mencair karena terlalu panas untuk dibahas. Kenapa tiba-tiba bertanya tentang Febri? “Emm dulu aku sekolah sama dia. Dan dulu kita lumayan deket” jawabku masih terlihat tenang dan santai. “Sempet pacaran?” pertanyaan kali ini tidak kalah mencengangkan. Apa yang terjadi didalam kelas mereka tadi? Belum sempat aku menjawab, aku batuk. Kenapa harus keselek disaat pertanyaan itu? “Sorry sorry” kataku sambil memukul kecil dadaku agar batuknya terhenti. “Enggak kok, emang kenapa kok tiba-tiba bahas Febri?” tanyaku yang mulai sedikit memperlambat langkahku karena terlihat di depan sana sudah menuju halte, dan aku masih ingin bersama Felisha. “Tadi dia nyamperin aku, katanya ‘itu sweeter Theza kan ya? Kok bisa sama kamu?’ gitu. Terus aku ya bingung kenapa dia tau” Felisha menatapku kemudian beralih lagi melihat ke depan. “Terus?” tanyaku. “Ya aku bilang, ‘iya, kenapa emang?” dia bilang lagi sini aku aja yang balikin’ lah kan aku yang pinjem kenapa dia yang pengen balikin ke kamu ya hahaha” jelas Felisha sambil tertawa. Aku hanya tersenyum malu, bukan karena aku merasa diperebutkan, tapi aku malu melihat tawanya yang sangat bagus. “Biarin aja, Febri emang anaknya kaya gitu. Tapi aku beneran loh gak ada apa-apa sama dia” jelasku sambil menghentikan langkah karena akhirnya aku dan Felisha sampai di halte. Waktu terasa sangat cepat. Padahal aku ingin sedikit lama. Mungkin aku bisa mengusulkan untuk halte dipindahkan lebih jauh dari sekolahan agar aku bisa berlama-lama dengan Felisha. Beberapa menit kemudian, busway Felisah datang dan disinilah aku dengannya harus berpisah. “Makasih ya, untuk sweeter dan udah nemenin nunggu busway. Bye Za! See u tomorrow” Felisha berbegegas naik ke busway dan tersenyum manis kearahku. Aku masih berdiri di halte sampai busway Felisha tidak terlihat lagi. Ah. Hari yang menyenangkan. Ku pakai lagi sweeter yang daritadi ada di tanganku. Masih terciup aroma parfume Felisha. Wangi!

Download NovelToon APP on App Store and Google Play

novel PDF download
NovelToon
Step Into A Different WORLD!
Download NovelToon APP on App Store and Google Play