I Ketut Arjuna Wiwaha — atau Arjun, begitu orang-orang memanggilnya — pernah jatuh dalam perasaan yang salah. Cinta terlarang yang membuatnya kehilangan arah, membuat jiwanya hancur dalam diam.
Namun, saat ia hampir menyerah pada takdir, hadir seorang gadis bernama Saniscara, yang datang bukan hanya membawa senyum, tapi juga warna yang perlahan memperbaiki luka-lukanya.
Tapi apakah Saniscara benar-benar gadis yang tepat untuknya?
Atau justru Arjun yang harus belajar bahwa tidak semua yang indah bisa dimiliki?
Dia yang sempurna untuk diriku yang biasa.
— I Ketut Arjuna Wiwaha
Kisah cinta pemuda-pemudi Bali yang biasa terjadi di masyarakat.
Yuk mampir dulu kesini kalau mau tau tentang para pemuda-pemudi yang mengalami cinta terlarang, bukan soal perbedaan ekonomi tapi perbedaan kasta.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ryuuka20, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
9.
🕉️🕉️🕉️
"Eh iya Jun, jam segini kok gak ada yang datang ya." ujar Sanis yang meletakkan pensilnya itu, melirik jam yang melingkar manis di pergelangan tangannya, bosan sekali menunggu mereka yang ngaret.
"Itu mereka ngaretnya minta ampun Nis, jadi ya maklum ajah." ucap Juna yang masih siaran langsung di Instagramnya. Sanis heran saja, kalau Arjuna seterkenal ini, bukan hanya di sekolahnya tapi juga sekolah lain juga, karena cowok ini sangat rajin mengikuti lomba-lomba yang di adakan di sekolah maupun sekolah lain, bahkan nasional.
"Pak Iyan mana ya?" tanya Sanis pada Juna yang menaikkan bahunya, pertanda ia tak tau.
"Dia kakak Lo, dan Lo gak tau?" tanya lagi Sanis dengan kesalnya juga ia memukul bahu temannya ini.
"Dia rapat di rumah sakit, nanti ajah kesini dan nanti katanya pacarnya yang kesini dulu ngabsen kita." jelas Juna pada Sanis yang menganggukan kepalanya mengerti. Lagi-lagi Juna tertawa melihat ekspresi Sanis jika sedang kesal menurut Juna itu lucu.
"Eh Jun. Inget gak waktu kita pertama kali ketemu?" tanya Sanis pada Juna yang menatapnya juga, terlintas jelas di ingatannya kembali begitu manis pertemuan mereka sejak itu, menurut Juna.
"Kenapa nih tiba-tiba tanya gitu, hm." Juna tertawa dengan pernyataan dari Sanis yang merenggut kesal, raut wajah Sanis sangatlah lucu bagi Juna.

"Waktu itu Lo nyebelin, dan gue gak nyangka bisa sekelas sama lo." ucapnya pada Juna yang menganggukkan kepalanya setuju.
"Iya, Lo sangatlah galak waktu itu. Dan lo lucu pas kesel gitu. " jelas Juna pada Sanis mulai malas dengan cowok ini. Sanis keluar dari kelas itu terlihat seorang gadis menatapnya tajam, gadis itu menelan salivanya kasar dan berbalik masuk ke dalam kelasnya. Sepertinya ia mengenal gadis itu.
"Udah yook, bosen mereka juga gak bisa di ajak bercanda. Bawaannya serius mulu." kesal Juna dan menarik tangan Sanis ke belakang ruangan itu ada sebuah taman yang khusus para pelukis untuk melukis di ruang terbuka.
"Eh pohon ini, gue kira udah di tebang."
"Enggak akan di tebang selama Bli Yan masih disini." jawab Juna pada Sanis.
"Ngomong-ngomong gue inget dulu sering duduk disini." terawang Sanis menatap langit biru cerah itu, tidak panas dan tidak dingin rasanya sejuk.
"Dan kita satu kelompok, dan duduk di bawah pohon mangga ini." jelas Juna lagi yang saling melemparkan tatapan.
..................
"Weh, Gek ternyata kita sekelas ya." ucap seorang cowok yang menghampiri Sanis, di bangku depan dan lebih parahnya lagi cowok nyebelin itu sebangku dengannya.
"Ngapain Lo duduk disini?" tanya Sanis dengan nada sinisnya. Juna hanya tertawa mendengar pertanyaan dari gadis itu, dan menunjuk nomer absen di ujung mejanya itu.
"Ouh, jadi lo yang namanya Arjuna ?" tanya Sanis pada cowok itu yang masih tertawa kecil. Melihat wajah gadis ini ketika sedang kesal, bingung dan kaget.
"Iya looh," jawabnya lagi dan Sanis merasa tertegun mendengar jawabannya itu. Menyadari jika gadis itu tiba-tiba terdiam, Juna tertarik untuk membuat ulah lagi.
"Kenapa gak percaya?" tanya cowok itu pada Sanis yang masih asik dengan pikirannya sendiri.
"Dasar sinis!?" gumam Juna yang di lirik tajam oleh Sanis.
"Lo adik dari seniman terkenal di sekolah ini kan?" tanya Sanis pada Juna yang menganggukkan kepalanya. Masih tak percaya dengan apa yang terjadi hari ini.
Seorang pria paruh baya dan beberapa anak laki-laki lainnya datang ke kelas dengan membuat pengumuman untuk MPLS.
"Baik adik-adik hari ini kita akan membuat kelompok belajar, jumlah dari satu kelompok adalah dua orang nah sesuai dengan nomor urut kalian." ucap pria itu yang bernama Pak Agung dan anak laki-laki tadi membagikan kartu name tag dan juga sebuah kertas untuk pelajaran hari ini.
Pak Agung menuliskan tugas di masing-masing kelompok untuk memilih salah satu bakat yang dimiliki oleh masing-masing kelompok dan bersedia untuk berkolaborasi nanti di akhir acara malam keakraban nanti.
"Nah hari ini, kalian memilih salah satu bakat yang bisa di kolaborasikan bersama kelompok masing-masing. Kita akan mengadakan babak penyisihan dan semi final dan masuk final. Untuk yang juara nanti akan berkesempatan untuk tampil di malam keakraban nanti."
"Kami akan memilih kelompok penari khusus nantinya akan kami latih untuk juara nasional nanti." Lanjut Pak Agung menjelaskan tentang kegiatan sekolah nanti.
"Baik , ada pertanyaan ?" tanya pak agung pada anak-anak di kelas yang hanya mengheningkan cipta.
"Baik jika tidak ada yang bertanya sekian dari saya." ucap Pak Agung dengan mengakhiri dengan mengucapkan salam dan beranjak dari kelas itu.
Kini Juna dan Sanis berada di bawah pohon mangga rindang ini. Masih dengan keadaan yang canggung. Sanis masih sibuk dengan pikirannya itu dengan bakat Juna lebih dari dirinya ini.
"Lo mau pilih yang mana ?" tanya Juna pada Sanis yang menolehkan wajahnya ke arah cowok itu. Dan melihat pilihan cowok itu jatuh ke seni tari dan seni lukis.
"Apa peraturannya boleh gak sama dengan pasangan kelompok?" tanya Sanis pada Juna.
"Denger ya Sanis. Gue gak maksain Lo mau ke bidang apa dan apapun itu kita bakalan kolaborasi. Okey." Jelas Juna yang di akhiri dengan senyuman manisnya. Sanis menganggukan kepalanya setuju.
"Lo, suka nyanyi? Dan juga ngelukis itu pilihan bagus." jawab Juna lagi yang melihat kertas yang di pegang oleh Sanis.
"Jangan khawatir nanti kita pikirkan tentang kolaborasi ini."
................
"Pada akhirnya kita kolaborasi dan masuk ke babak final." Wajah Juna terlihat gembira mengingat kejadian itu.
"Dan Lo meninggalkan kesempatan untuk ke luar negeri, gara-gara gue." ucap Sanis lesu tertunduk, mengingat Juna masuk babak final seni tari dan didaftarkan untuk keluar negeri.
"Kalau gue keluar negeri, gue gak bisa gangguin Lo sampe kesel." Juna tertawa renyah dan Sanis lagi-lagi merenggut kesal.
Juna mengacak rambut Sanis dan tertawa lepas, karena rambutnya kini berantakan karena ulahnya itu. Sanis yang kesal melihat cowok itu berlari dan mereka saling kejar-kejaran, kek pilm India.
"Udahlah, gue capek tau." Sanis duduk di bawah pohon itu lagi, di ikuti oleh Juna juga yang terbaring di atas rumput segar itu, cuacanya masih cerah dan hangat.
"Nis, sini deh." panggil Juna yang menarik tangan gadis itu yang ikut berbaring di sebelahnya.
Apaan? Nanti kalau ada yang lihat gimana gue gak mau jadi hot gosip gara-gara Lo." ucap Sanis yang bangun, Juna hanya merenggut kesal dengan jawaban Sanis. Padahal ia ingin mengatakan sesuatu.
"Bukan gitu, maksudnya awwwhhh...."
"Arjunaaa," ucap seorang wanita yang berhasil menjewer telinga cowok itu yang kini mengaduh kesakitan.
"Saniscara masuk kelas atau mau ibuk jewer?" tanya wanita itu yang membuat gadis itu beranjak dari tempatnya dan berjalan menuju ruang taksu club'.
"Apa mau Lo ?" tanya Sanis pada Kris yang mencekal tangannya, menepis tangan cowok itu dan berjalan melewati Kris.
Juna masuk dengan wajah yang kesal, dan kembali ke tempat duduknya di sebelah Sanis.
"Ouh jadi lo punya temen baru?" tanya Gungsan melipat kedua tangannya di dada. Juna yang merangkul bahu Sanis dengan sombongnya mengusir temannya itu.
"Iya, sana Lo pergi gue ada projek nanti sama dia." ucap Juna pada Gungsan yang pergi ke tempat lain sambil mengomel sendiri. Sanis dan Juna tertawa melihat Gungsan merajuk.
"Buk Agni?" tanya Sanis pada Juna yang menganggukan kepalanya sambil tersenyum.
"Ouh gitu." ucap Sanis yang mengerti jika mereka memang benar punya hubungan spesial.
"Baik, hari ini saya akan mengabsen kalian terlebih dahulu sebelum Pak Iyan datang." ucap wanita itu yang di ketahui namanya Bu Agni.
"Untuk Arjuna dan Saniscara, kalian di tunggu sama Pak Iyan di galeri Dongkang kipe squad." Arjuna dan Sanis bangkit dari tempat duduknya dan segera bertemu dengan Pak Iyan.
"Bli Yan ngapain manggil kita?" tanya Juna pada kakaknya itu, sedangkan Sanis masih terpesona dengan Pak Iyan.
"Plak! Sadar Sanis, dia punya Bu Agni." gumamnya dalam hati yang masih berjalan mengikuti Juna duduk di sofa disana.
"Udahlah Sanis, Juna lebih ganteng dari saya." Pak Iyan tertawa renyah lesung pipinya membuatnya begitu manis. Apa Bu Agni jatuh hati pada senyum manis dan lesung pipinya yang memikat itu?
Sanis mengalihkan pandangannya ke arah lain, dengan tatapan malas Juna melihat tingkah kakaknya itu.
"Udahlah, Bli Yan nanti Juna kena masalah lagi sama Sanis," ucapnya yang membuat gadis itu tertegun karena pernyataan itu. Ada benarnya sih ya.
"Baiklah, jangan terlalu formal deh ya. Bli Yan cuma mau ngajakin kalian ke pameran seni rupa saja, dan ada juga beberapa pelukis terkenal ingin melihat kemampuan kalian melukis, dan Bli Yan pengen kalian bisa kerja sama dan ikut pameran itu kan siapa tau karya kalian terpajang disana lalu mengharumkan nama sekolah." Wajah Sanis terlihat sangat terkejut mendengar kabar ini.
"Serius kak?" tanya Sanis masih tak percaya dengannya. Juna masih diam menelan penjelasan dari Bli Yan tadi, ia juga tak pernah percaya jika ia juga masuk kategori terbaik tahun ini dan bonusnya ke pameran seni rupa di kota seni yang terkenal di Bali.
"Iya, karena kakak melihat kemampuan kamu juga bagus dan kakak harap kamu bisa ikut serta dalam pameran seni rupa ini dan untuk Juna juga ya." ucap Pak Iyan pada mereka berdua yang setuju. Merekapun pamit dan keluar dari galeri itu.
Juna masih memikirkan bakat melukisnya hanyalah sekilas saja dan tidak sebagus kakaknya atau Sanis. Gadis itu menyadari bahwa cowok itu yang biasanya ngeselin, kali ini hanya diam saja.
"Lo gak setuju?" tanya Sanis pada Juna yang menggelengkan kepalanya.
"Loh, terus kenapa?" tanya Sanis pada Juna untuk pertama kalinya Sanis penasaran pada Juna.
"Harusnya sih Lo aja yang ikutan, kalau gue kemampuan belum sebesar gajah." jawab Juna pada Sanis.
"Lo ini, gue juga berpikir gitu tadi. Dan Lo tau pribahasa diatas langit masih ada langit?" Juna mengangguk sambil tersenyum kepadanya Sanis.
"Nah, Pak Iyan selalu bilang ke gue. Masih ada yang lebih hebat darinya. Jadi kita masih bisa belajar lebih lagi." Lanjut Sanis pada cowok itu tersenyum mendengar kalimat gadis ini, entah kenapa ia merasa hangat ketika bersamanya, sejak pertama kali bertemu hingga saat ini masih seperti itu.
"Okey gue paham sekarang," jawab Juna yang terlihat bersemangat sekarang. Karena hari Sabtu mereka hanya ke sekolah untuk sebuah kegiatan sekolah di luar jam pelajaran.
"Ouh ya, Nis entar kata Bli Yan lo ke rumah gue ya." ucap Juna pada Sanis menganggukan kepalanya setuju.
"Katanya kita bakalan di latih juga ya?" tanya Sanis pada Juna.
"Iya biar bisa memajang karya kita di pameran seni rupa nanti." jawab Juna pada Sanis yang bersemangat untuk mendapatkan kesempatan itu, ia bahagia jika itu memang terjadi dan membuat ibunya bahagia, jujur Sanis ingin sekali menjadi seorang pelukis dan memenuhi janjinya pada ibunya.
............
Tiba-tiba seorang gadis menarik tangannya ke dalam toilet, gadis yang tadi ia lihat di depan taksu club'.
Plak!
"Jangan pernah deketin Arjuna lagi!?" Tamparan itu mendarat di pipi mulus Sanis, gadis itu menatapnya tajam, tatapan mata sendu dari Sanis membuat musuhnya kuat.
Plak!
Byur! Seember air mengguyur tubuhnya dari belakang, Sanis terkejut ternyata gadis ini berkelompok menyerangnya.
"Sekali lagi Lo deketin dia, maka Lo akan tau akibatnya." Desisnya seperti ular berbisa. Gadis itu pergi keluar dari toilet bersama dengan dua temannya itu dan tertawa.
"Gadis itu cantik, tapi parasnya tidak sesuai dengan hatinya." Sanis menoleh ke arah suara itu.
"Araaa!?" Gadis itu memeluk tubuh sahabatnya sambil menangis karena apa yang terjadi tadi.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Bersambung .....