Thalia Puspita Hakim, perempuan berusia 26 tahun itu tahu bahwa hidupnya tidak akan tenang saat memutuskan untuk menerima lamaran Bhumi Satya Dirgantara. Thalia bersedia menikah dengan Bhumi untuk melunaskan utang keluarganya. Ia pun tahu, Bhumi menginginkannya hanya karena ingin menuntaskan dendam atas kesalahannya lima tahun yang lalu.
Thalia pun tahu, statusnya sebagai istri Bhumi tak lantas membuat Bhumi menjadikannya satu-satu perempuan di hidup pria itu.
Hubungan mereka nyatanya tak sesederhana tentang dendam. Sebab ada satu rahasia besar yang Thalia sembunyikan rapat-rapat di belakang Bhumi.
Akankah keduanya bisa hidup bahagia bersama? Atau, justru akhirnya memilih bahagia dengan jalan hidup masing-masing?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Edelweis Namira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BUKAN KARENA THALIA
"Malam ini bisa temani aku ke acara ulang tahun Jean?"
Adelia memeluk lengan Bhumi dengan manja. Tanpa peduli dengan Bhumi yang sedang serius menatap layar laptopnya. Ketampanan wajah Bhumi jadi berlipat saat serius begini. Kacamata tipis bertengger di hidungnya. Membingkai mata yang sering menatap Adelia dengan hangat.
Siang ini Adelia sengaja ke kantor Bhumi. Membawakan bekal untuk pria istimewa itu. Dan kini, di sinilah ia berada.
Ruang kerja Bhumi. Adelia datang ingin membujuk Bhumi menemaninya ke pesta temannya.
Ruangan perpaduan warna putih dan abu-abu terang itu benar-benar mempresentasikan seorang Bhumi. Terdapat rak buku besar di satu sisi dinding, sofa kulit berwarna hitam di sudut ruangan dan tanaman kaktus kecil di beberapa rak sedang.
Bhumi menyukai tanaman berduri itu.
"Aku tidak bisa, Del. Kamu sepertinya harus pergi sendiri." Bhumi menoleh ke samping, menatap langsung wajah kecewa Adelia.
Adelia mencoba tenang. Tidak biasanya Bhumi menolak permintaannya seperti ini. "Kenapa? Ada acara lain?"
"Istriku sakit. Aku harus di rumah malam ini," jawab Bhumi tenang.
Senyum yang sejak tadi Adelia berusaha pertahankan pun perlahan lenyap. Meskipun sudah menikah, Bhumi tidak pernah mendahulukan Thalia. Adelia jelas tahu, pernikahan pria ini dengan adiknya jauh dati kata normal.
Akan tetapi, Adelia bisa melihat jelas rasa cemas Bhumi pada Thalia.
"Mas terlihat khawatir. Apa sekarang Mas mulai luluh padanya?"
Bhumi tersenyum kecil. Kemudian, menggeleng. "Eyang akan ke rumah malam ini. Beliau bisa marah kalau aku tidak di rumah sementara Thalia sakit. Bagaimana pun, Eyang tahunya Thalia adalah istriku."
Adelia tersenyum lega. Ia tidak akan membiarkan Bhumi benar-benar jatuh cinta pada Thalia. Ia sudah merelakan pria yang ia cintai menikahi adik tirinya.
Terpaksa.
Kalau bukan karena kekurangan yang ada pada dirinya, mana mau Adelia melakukan itu. Thalia sudah menghancurkan hidupnya bahkan sejak lima tahun yang lalu.
"Mami mengundang Mas makan malam besok. Bisa datang?" Adelia menatap Bhumi penuh harap.
Bhumi mengangkat bahu. "Lihat nanti ya, Del. Kalau kondisi istriku sudah lebih baik, pasti aku datang. Sekalian ajak dia untuk pulang. Dia perlu tahu, bahwa dia punya keluarga yang sangat mencintainya."
Adelia menahan kekesalannya. Setiap kali Bhumi menyebutkan kata istriku terhadap Thalia, semakin panas dada Adelia.
Lagipula maminya bukan mengundang Thalia. Sejak awal kasih sayang maminya tidak pernah tulus untuk anak itu.
Bhumi mengamati wajah Adelia. Terlihat tenang seperti biasa. Sikapnya yang dewasa membuat Bhumi nyaman dekatnya.
"Del," panggil Bhumi, serius.
Wanita cantik itu tersenyum, menunjukkan minat saat Bhumi memanggilnya. "Ada apa?"
"Kamu mau aku kenalkan dengan sahabatku? Dia seorang pengacara. Maksudku, kalau kamu mau, aku bisa mengenalkannya padamu."
Adelia terdiam. Ia tidak menyangka Bhumi akan berniat melakukan itu.
Memang selama ini, kedekatannya dan Bhumi hanya dianggap pria itu layaknya seorang teman. Tapi tidak bagi Adelia. Ia memang pernah menginginkan Bhumi demi tujuan lain.
Namun, lima tahun ini mendampingi Bhumi dalam masa sulit membuatnya menaruh perasaan lebih pada pria itu. Adelia kira, kepergian Thalia dulu menjadi kesempatan besar untuknya mendapatkan Bhumi.
Kenyataannya, Bhumi masih terikat dendam dengan wanita yang sangat ia benci itu. Hingga akhirnya menikahi Thalia apapun caranya.
"Nggak usah buka biro jodoh seperti itu. Aku belum minat menikah," tolak Adelia, tersenyum terpaksa. Mencoba tetap tenang, meskipun dalam hati terus mengumpat Thalia.
Gara-gara wanita itu pernikahannya dan Bhumi dulu dibatalkan.
"Trauma gagal, ya?" gurau Bhumi.
"Kalau saja Thalia nggak menjebak kamu, kita pasti sudah menikah, Mas." Adelia memasang wajah serius.
Bhumi terdiam. Ia sendiri tahu pernikahan dirinya dan Adelia gagal karena kejadian malam itu. Hingga akhirnya Thalia hamil.
Namun, Bhumi tidak menganggap pembatalan perjodohan itu karena kehamilan Thalia. Sebelum itu pun, kesehatan Adelia yang divonis sulit memiliki anak pun sempat menjadi perbincangan di keluarganya.
Bagaimana pun, kehadiran seorang anak adalah hal penting untuknya jika ingin menjadi CEO di MD Group.
"Mas!" Adelia menyentuh tangan Bhumi, dalam. "Kehadiran Thalia tidak akan mengubah apapun dalam hidup kamu. Dia tetap tidak akan memberikan kamu anak."
Wajah hangat Bhumi berubah kaku. Ia jelas tahu tidak akan semudah itu Thalia memberinya anak. Apalagi Bhumi selalu mengingatkan Thalia untuk minum pil kontrasepsi. Untuk sekarang, fokus Bhumi bukan untuk mendapatkan anak dari Thalia.
Ia hanya ingin mengikat Thalia dalam genggamannya.
"Anak bukan prioritasku, Del. Toh sekarang sudah ada anak Mas Langit."
Sudut bibir Adelia terangkat. "Anak itu baru berumur satu tahun, Mas. Kalau saja anakmu masih hidup, sekarang jabatan itu pasti kamu yang dapatkan. Bukan Mas Langit."
Bhumi menghela napasnya. Kemudian, bangkit dari sofa. "Anakku bukan untuk itu, Del. Kehadirannya membuatku resmi menjadi ayah. Hanya itu sebenarnya. Jabatan itu adalah bonus untukku."
Adelia terdiam. Tangannya mengepal tanpa Bhumi sadari. Ia benci melihat Bhumi tanpa ambisi seperti sekarang.
Bhumi yang sekarang jauh berbeda dengan lima tahun silam.
"Kehilangan anak itu lebih menyakitkan daripada kehilangan kekuasaan, Del. Kalau nggak begitu, aku nggak akan sebenci ini pada istriku itu." Bhumi duduk bersandar di kursi kerjanya.
Kilasan kejadian lima tahun lalu pun muncul. Betapa perasaan bahagianya saat Thalia dinyatakan hamil. Ia sampai tidak bisa berkata apa-apa saking senangnya.
Diam-diam ia juga sering memantau kondisi Thalia melalui Adelia.
Rencana perjodohannya dan Adelia dibatalkan. Meski ia lebih banyak diam dan jarang berinteraksi dengan ramah pada Thalia, Bhumi sangat bahagia akan menjadi seorang ayah.
Namun, menjelang pernikahan mereka Thalia justru menghilang. Meninggalkan surat dan bukti bahwa janinnya sudah pergi.
"Aku pulang dulu, Mas." Suara Adelia mengembalikan kesadaran Bhumi.
Bhumi mengangguk. "Hati-hati di jalan, Del. Oh iya, semoga acara pekan depan lancar.
Adelia tersenyum kecil, terpaksa. Kenyataan bahwa ia tidak juga terlihat di mata Bhumi membuat moodnya hancur.
"Aku tetap berharap kamu bisa datang, Mas." Adelia sangat ingin Bhumi datang ke acara besarnya.
Mengadakan fashion show untuk produk baru di butiknya.
"Tergantung kondisi istriku. Jika dia bisa ku tinggal, aku akan datang."
Istriku? Lagi, Adelia benci cara Bhumi menyebutkan Thalia.
Adelia keluar tanpa suara. Meninggalkan Bhumi yang duduk tenang di meja kerjanya. Tiba-tiba pintu ruangannya diketuk, seiring dengan munculnya Aji.
"Kita akan berangkat sekarang, Ji?" tanya Bhumi. Matanya melirik arloji di tangannya.
Ia harus menghadiri rapat dua jam lagi.
Aji tak bergeming. Wajahnya seakan ingin mengatakan sesuatu. Namun, terlihat ragu.
"Ada apa, Aji?" tanya Bhumi, penuh selidik.
"Nona Thalia, Pak...." Aji menarik napasnya dalam. Kemudian, mengangkat wajahnya. Menatap lurus Bhumi yang terlihat sangat serius.
Kabar yang ia dapat dari Hanum sama sekali bukan kabar baik. Ia ragu untuk menyampaikannya. Kalau saja ia tidak melihat postingan di whatsApp story milik istri majikannya itu, Aji akan memilih untuk diam.
"Kenapa lagi dia? Masih menolak makan?"
Seingat Bhumi, pagi tadi Hanum mengabarkan bahwa Thalia enggan sarapan.
Aji menggeleng. "Justru sekarang Nona Thalia sedang makan, Pak."
Bhumi mengangguk lega.
"Lalu kenapa wajahmu panik begitu? Dia tetap di rumah, kan?" tanya Bhumi heran. Ia hendak bersiap untuk pergi.
"Iya, Pak. Tapi Nona Thalia makan siang bersama Mas Julian."
*
*
*
Terima kasih dukungan kalian, yaaa. Jangan lupa kasih rating 5 yaaah😉
selalu menghina Thalia dengan menyebut JALANG, tapi tetep doyan tubuh Thalia, sampai fitnah punya anak hasil hubungan dengan Julian, giliran udah tau kl anak itu anak kandungnya sok pengin di akui ayah.
preet, bergaya mau mengumumkan pernikahan, Kemarin " otaknya ngelayap kemana aja Broo.
Yuu mampir, nyesel dh kalo gak baca..
maksa bgt yaa, tapi emang ceritanya bagus ko.. diksinya bagus, emosi alur sesuai porsinya, gak lebay gak menye-menye...
enteng sekali pengakuan anda Tuan,
amnesia kah apa yg kau lakukan sebelum tau tentang Jemia..??
Masiih ingat gak kata ja lang yg sering kau sematkan untuk Thalia..?? dan dg tanpa beban setitikpun bilang Thalia dan Jemia hal yg "paling berharga" dihidupmu.. 😏
sabarrrr
kurang ka,