Gita sangat menyayangkan sifat suaminya yang tidak peduli padanya.
kakak iparnya justru yang lebih perduli padanya.
bagaimana Gita menanggapinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Las Manalu Rumaijuk Lily, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
proses cerai dan ungkapan perasaan..
Seiring dengan pintu utama yang tertutup keras—sebagai tanda kemarahan Darren yang tersisa—suasana di lantai dasar rumah itu mendadak hening. Keheningan yang menakutkan bagi Gita, tetapi penuh kemenangan bagi Derby.
Gita masih berdiri di anak tangga terakhir, bahunya bergetar, air matanya tak terbendung setelah semua hinaan dan pengakuan pahit yang ia dengar dari Darren. Ia merasa kosong, hancur, dan sangat malu dengan tuduhan "mandul" itu.
Derby menggerakkan kursi rodanya mendekat, perlahan, hingga ia berada tepat di depan Gita. Ia mengangkat tangannya yang kekar dan menyentuh pipi Gita dengan lembut, menghapus air mata istrinya.
"Jangan menangis lagi, Gita," bisik Derby, suaranya sarat dengan kelembutan yang kontras dengan ketegasan yang baru saja ia tunjukkan pada adiknya. "Semua omong kosongnya sudah selesai. Kamu aman sekarang."
Gita mendongak, menatap mata Derby yang penuh empati. "Aku... aku benar-benar mandul, Kak?" tanyanya dengan suara serak, pertanyaan yang menghantui dan menjadi inti dari semua masalahnya.
Derby menggeleng tegas. "Jangan pernah biarkan kata-kata kejamnya merasukimu. Dua tahun itu waktu yang singkat. Dan seperti yang kamu bilang, dia sendiri yang jarang menyentuhmu. Bahkan jika kamu memang belum dikaruniai anak, itu bukan ukuran nilai seorang wanita. Dengarkan aku baik-baik. Dia hanya mencari alasan, dan dia menggunakan tuduhan itu untuk membenarkan pengkhianatannya sendiri."
Derby menarik napas dalam, tatapannya kini berubah menjadi lebih intens. "Kamu lihat? Aku sudah mengusirnya. Aku serius dengan semua perkataanku. Kamu akan tetap di sini, merawatku, dan aku akan memastikan kamu keluar dari pernikahan ini dengan kepala tegak, dan mendapatkan apa yang menjadi hakmu."
"Tapi... dia bilang tidak akan memberiku sepeser pun," isak Gita.
Senyum tipis muncul di bibir Derby. "Dia tidak punya kendali lagi. Dia baru saja menginjakkan kakinya keluar dari rumah yang notabene adalah milikku. Dan urusan perusahaan, dia tidak akan berani macam-macam. Sekarang, kamu tidak sendirian. Kita akan melalui ini bersama."
Derby memindahkan tangannya dari pipi Gita ke dagunya, menuntun wajah Gita agar tetap menatapnya. "Aku akan menghubungi pengacara terbaik yang aku kenal sekarang juga. Mereka akan memproses gugatan cerai atas dasar pengkhianatan dan penelantaran. Semua bukti yang kamu kumpulkan di ponsel Darren, kita akan gunakan. Kamu adalah korban di sini, dan kamu harus diperlakukan seperti itu."
Gita merasakan gelombang kekuatan baru mengalir dari sentuhan Derby. Perasaan benci dan jijik pada Darren perlahan digantikan oleh rasa terima kasih dan... rasa aman yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.
"Terima kasih, Kak. Aku... aku tidak tahu harus bilang apa," lirih Gita.
"Kamu tidak perlu bilang apa-apa. Cukup percaya padaku," balas Derby, sebelum mencondongkan tubuhnya, mencium kening Gita dengan kehangatan yang mendalam. Ciuman itu bukan janji hasrat, melainkan janji perlindungan dan komitmen.
Derby kemudian tersenyum kecil. "Ayo. Kita kembali ke kamarku. Kamu harus istirahat setelah drama ini. Aku akan menelepon pengacara sekarang juga. Dan, buang jauh-jauh tas itu. Kamu tidak akan kemana-mana."
Gita mengangguk, hatinya terasa lebih ringan. Ia membiarkan Derby membawanya kembali ke kamar, ke tempat di mana rencana balas dendam mereka dirancang, dan di mana kini, sebuah masa depan baru mulai terlihat. Koper yang berisi pakaiannya dibiarkan tergeletak di lantai, simbol keputusan yang telah bulat: ia tidak melarikan diri, ia memilih untuk berdiri dan melawan di bawah perlindungan pria yang selama ini diam-diam mencintainya.
Setelah kembali ke kamar, Derby meminta Gita untuk duduk di sofa sementara ia meraih teleponnya. Gita melihat betapa sigap dan tenangnya Derby dalam menghadapi situasi yang kacau ini. Rasanya benar-benar lega memiliki seseorang yang berada di sisinya.
Derby menelepon seseorang. Nadanya formal, tegas, dan tidak menerima bantahan.
"Halo, Rudi. Aku ada masalah hukum yang harus diselesaikan secepatnya. Ini melibatkan gugatan cerai dengan perselingkuhan dan potensi penelantaran. Aku butuh kamu memimpin kasus ini. Segera siapkan semua dokumen, aku akan kirimkan detail dan bukti-bukti fotonya malam ini juga. Pastikan Darren tidak bisa memutarbalikkan fakta apa pun. Ya, dia adikku. Tapi ini adalah masalah keadilan untuk Gita. Aku ingin sidang pertama dipercepat."
Derby mendengarkan sejenak, lalu menatap Gita.
"Ya, Rudi. Ini bukan perceraian biasa. Aku ingin Gita mendapatkan semua haknya, termasuk gono-gini yang pantas. Dan ya, aku juga ingin menantang tuduhan 'mandul' yang dilemparkan Darren padanya. Kita harus membuktikan bahwa Darren-lah yang melakukan penelantaran emosional dan fisik, sehingga pernikahan ini tidak membuahkan hasil," tegas Derby.
Setelah menutup telepon, Derby menoleh pada Gita, matanya menunjukkan keyakinan penuh.
"Pengacaraku yang terbaik, Gita. Namanya Rudi. Dia akan mengurus semuanya. Sekarang, kita fokus pada bukti," kata Derby.
Gita segera membuka ponselnya dan menunjukkan semua foto dan screenshot yang ia ambil dari ponsel Darren. Chat mesra dengan Riana, foto-foto liburan, kuitansi transfer dana dalam jumlah besar yang ditandai sebagai 'Uang Bulanan', hingga video intim yang menyakitkan.
Derby melihat semua itu dengan wajah dingin, meskipun di dalam hatinya ia merasakan kemarahan yang membuncah terhadap perlakuan adiknya pada Gita.
"Sempurna. Bukti-bukti ini sangat kuat. Terutama transferan uang itu, itu membuktikan dia secara finansial menelantarkanmu demi wanita simpanannya. Dan dengan pengusiranku tadi, kita punya saksi kuat bahwa kamu berada di bawah tekanan dan penelantaran emosional," jelas Derby.
Gita tiba-tiba teringat sesuatu. "Kak... Darren bilang, istri sirinya itu sedang hamil. Kalau itu benar, dan anak itu benar anak Darren, apakah itu bisa mempersulit kasusku? Dia bisa menggunakan alasan ingin punya keturunan."
Derby tersenyum sinis. "Justru itu yang akan kita gunakan. Kita akan meminta tes DNA setelah anak itu lahir. Tentu saja, kita akan bilang alasannya untuk memastikan pembagian warisan yang adil di masa depan. Kita tidak percaya begitu saja pada omongan Darren, bukan? Dan bahkan jika anak itu benar miliknya, itu tidak membatalkan pengkhianatannya. Dalam hukum, dia sudah menikah tanpa izin dan menelantarkanmu. Ini tetap menjadi keunggulan kita."
Gita merasa lega mendengar penjelasan Derby. Kepalanya sudah terlalu penuh untuk memikirkan semua strategi hukum ini.
"Sekarang," kata Derby, menggerakkan kursi rodanya mendekat hingga ia bisa meraih kedua tangan Gita. "Kamu sudah berjuang keras hari ini. Bersihkan hatimu dari semua rasa sakit dan hinaan Darren. Kamu tidak sendirian. Kita adalah tim, dan kita akan memenangkan ini."
Derby menggenggam tangan Gita dengan erat. Setelah semua ketegangan hari itu, sentuhan Derby terasa sangat menenangkan dan menghangatkan. Ia menatap Derby, melihat bukan hanya kakak iparnya, tetapi seorang pelindung yang siap mempertaruhkan segalanya untuknya.
Gita mengangguk, air mata yang tersisa kini bercampur dengan rasa haru dan harapan. "Terima kasih, Kak. Aku tidak akan mengecewakan kepercayaanmu."
"Tidak akan," bisik Derby. "Tidak akan pernah."
Malam itu, dengan Derby disampingnya dan pengacara terbaik sudah disiapkan, Gita mulai menyusun kembali hidupnya yang sempat hancur. Ia tahu pertempuran di pengadilan baru akan dimulai, tapi kali ini, ia akan menghadapinya sebagai Gita yang baru: kuat, berani, dan didukung oleh cinta tulus yang tumbuh di tengah kekacauan.
Tiga Hari Kemudian
Gugatan cerai resmi didaftarkan di pengadilan agama. Berita itu langsung sampai ke telinga Darren.
Ia murka, tetapi juga panik.
Darren menelepon Gita berkali-kali, tetapi Gita menolak menjawab. Akhirnya, Darren mengirimkan pesan ancaman:
Darren: Gita, kamu akan menyesal melakukan ini. Jangan harap kamu bisa mendapatkan sepeser pun dariku! Kamu tidak akan bisa hidup tanpaku! Dan jangan pernah berpikir untuk mendekati Kak Derby!
Gita membaca pesan itu, tetapi tidak membalas. Ia hanya meneruskannya kepada Derby.
Sore harinya, Derby membawa Gita keluar rumah, mengajaknya berkeliling taman dengan kursi rodanya. Itu adalah momen sederhana, tetapi memberikan ketenangan yang sangat dibutuhkan Gita.
"Jangan khawatirkan ancamannya," kata Derby, sambil memegang tangan Gita yang menggenggam pegangan kursi rodanya. "Dia hanya menggertak. Kekuasaannya sudah terbatas, dan perusahaanku tidak akan membiarkan skandal mencoreng nama baik jika kita membocorkan bukti-bukti pengkhianatannya."
"Aku hanya... merasa takut, Kak," aku Gita. "Aku tidak pernah sendiri sebelumnya."
Derby menghentikan kursi rodanya, membalikkan badannya sehingga bisa menatap Gita. "Kamu tidak sendiri. Kamu punya aku. Dan, ada satu hal lagi yang ingin aku pastikan sebelum kita menghadapi pengadilan."
Gita mengerutkan kening. "Apa itu, Kak?"
Derby meraih kedua tangan Gita, menatapnya dengan serius.
"Aku mencintaimu, Gita. Aku mencintaimu bukan sebagai istri adikku, tapi sebagai wanita yang luar biasa yang merawatku dengan tulus. Aku tahu ini salah, ini terlalu cepat, dan kita harus fokus pada perceraianmu. Tapi aku tidak bisa menyembunyikannya lagi. Setelah kamu resmi berpisah darinya, aku ingin kamu bersamaku. Aku ingin kita membangun kehidupan yang baru. Maukah kamu memberiku kesempatan itu?"
Gita terdiam, jantungnya berdebar kencang. Ia sudah menduga ini, tetapi mendengarnya secara langsung membuat lututnya lemas. Ia menatap Derby, melihat mata yang jujur dan penuh kasih sayang. Ia tahu, di balik kerumitan ini, perasaannya pada Derby sudah berkembang menjadi sesuatu yang lebih dari sekadar rasa terima kasih.
Bersambung...