NovelToon NovelToon
My Lovely Cartel

My Lovely Cartel

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / Beda Usia / CEO / One Night Stand / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:8.8k
Nilai: 5
Nama Author: DityaR

”Semua orang tahu, kalau cuma ada lima Big Boss di Marunda. Arnold, Baek, Kim, Delaney, sama Rose. Lima keluarga itulah yang berkuasa di North District, dan enggak ada satu pun yang berani melawannya.”

Season: I, II, ....

જ⁀➴୨ৎ જ⁀➴

Begitu keluar dari toilet, tiba-tiba ada pintu kantor yang terbuka di sebelah kananku. Refleks, aku pun menengok ke arah suara itu. Dan seketika, hawa dingin langsung menjalar ke tubuhku.

Aku melihatnya dengan jelas, Remy Arnold sedang memegangi leher seorang laki-laki. Aku enggak bisa dengar apa yang mereka bicarakan, tapi saat Big Jonny keluar dari ruangan, aku lihat Remy menusukkan pisau ke tenggorokan lelaki itu.

"Ya, Tuhan!" Teriakanku pun langsung membuat Big Jonny menengok ke arahku. "Sial!"

Aku harus kabur, tapi bahkan belum sampai melangkah, tangan kasarnya sudah meraih lenganku dan menyeretku ke dalam kantor itu.

Enggak.

Enggak.

Enggak.

“Ampun. Aku enggak lihat apa-apa!” mohonku.

Big Jonny pun cuek saja, dan itu membuatku makin panik.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DityaR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

I. I Feel It's Love II

...୨ৎ R A I N N જ⁀➴...

Aku merasa terjebak antara takut dan panik waktu turun dari pesawat di Denpasar. Aku bahkan lupa kapan terakhir kali makan. Bukan karena enggak lapar, tapi karena rasa takut di perut bikin aku mual.

Terakhir kali aku sempat istirahat cuma waktu di pesawat ke Langkawi. Sekarang gaunku kusut, kulitku lembap, dan wajahku tampak sehancur perasaanku.

Aku jalan bersama penumpang lainnya, sadar kalau sebentar lagi harus melewati pemeriksaan paspor. Gelombang lelah pun menyerang, tapi rasa waspada di tulangku membuat langkahku berat banget.

Aku memilih jalan paling belakang, gigit bibir, dan mengamati semua orang di sekitar dengan waspada.

Aku lelah. Tapi aku tahu, cepat atau lambat Remy pasti akan menyusulku.

Kecuali?

Aku ganti identitas.

Tapi bagaimana caranya?

Aku butuh nama baru, KTP baru. Aku menunduk dan mengeluarkan napas berat.

Ada kemungkinan Remy sudah menunggu di pintu keluar. Kalau dia pakai jet pribadinya, dia bisa sampai jauh lebih cepat daripada aku. Dan dia cukup cerdas buat tahu penerbangan mana yang aku naiki.

Ya, Tuhan.

Antrean maju perlahan. Saat giliranku, aku kasih paspor ke petugas. Dia memperhatikan mukaku dulu sebelum buka paspor. “Quick trip ke Langkawi, ya?”

Sarafku langsung tegang. “Ada hal mendadak, jadi saya harus pulang.”

Tatapan dia makin menyipit. “Hal mendadak apa?”

“Keluarga saya sedang berkabung,” jawabku pelan.

Jantungku berdegup mau copot, tapi dia cuma mencantumkan cap dan mengembalikan pasporku. “Next!”

"Huft!!" dengusku. Untung saja. Aku bisa mati duluan karena serangan panik sebelum Remy sempat menemukanku.

Aku mengikuti arus penumpang lain ke area pengambilan bagasi. Aku memilih menyempil di pinggir, pura-pura menunggu, padahal lagi menghitung strategi.

Kalau Remy benaran ada di sini, aku harus bisa lewat tanpa dia sadar. Satu-satunya cara cuma sembunyi di antara kerumunan.

Itu kalau dia memang sudah di sini, bisa saja dia masih di Langkawi. Atau malah sudah menyuruh anak buahnya buat bunuh aku. Atau mungkin dia bahkan belum tahu aku di mana.

Ada banyak kemungkinan, tapi aku harus siap untuk yang paling buruk.

Aku lihat satu keluarga besar, tujuh orang, dan aku langsung jalan ke arah mereka. Orang tuanya repot mengurusi dua anak kecil, sementara tiga anak remajanya jalan duluan di depan.

Saat si ibu berhenti buat angkat anaknya yang jatuh, aku menyusul dan jalan bareng mereka. Aku pakai ibu itu dan anaknya sebagai tameng. Aku tarik tali tas ke dadaku.

Begitu lewat pintu, aku akan langsung lari.

Aku berdiri di sebelah perempuan itu waktu pintu keluar makin dekat. Jantungku berdetak sekeras-kerasnya. Keinginan untuk menengok ke kanan-kiri dan mencari Remy besar banget, tapi aku tahan. Aku enggak boleh ketahuan.

Tiba-tiba anak kecil itu menangis dan ibunya berhenti lagi.

Aku langsung menyapu pandangan ke arah orang-orang yang sedang menunggu penumpang. Dan begitu mataku bertemu sosok itu.

Remy.

Darahku langsung membeku.

Enggak.

Tubuhku langsung bereaksi, tanpa pikir panjang. Aku lari sekencang-kencangnya ke arah berlawanan.

Ya, Tuhan dia bakal bunuh aku.

Aku pernah merasakan ketakutan sebelumnya, tapi rasa takut yang dulu enggak ada apa-apanya dibandingkan sama teror yang lagi menyelimuti seluruh tubuhku sekarang.

Napasku ngos-ngosan, dan aku terus menoleh ke belakang. Big Jonny lebih dekat daripada Remy. Aku bahkan enggak sempat melihat kapan dia mulai mengejarku.

Dua-duanya lari mengejar, dan aku langsung menjerit sambil mengebut sekencang-kencangnya.

Begitu berhasil keluar dari pintu bandara, aku belok kanan, menyusuri trotoar. Mataku pun langsung menemukan satu taksi kosong. Tanpa berpikir panjang, aku sprint ke sana, buka pintu belakang, dan langsung nyemplung.

“Ke mana?” tanya sopirnya, agak bingung.

“Ayo! Jalan! Cepetaaaaan!” teriakku panik, sambil menengok ke kaca belakang. “Pergi aja pokoknya!”

Baru beberapa detik taksinya jalan, Big Jonny sudah mengeluarkan senjata dan mengarahkan ke arah mobil ini.

“Enggak!” teriakku pelan, jantungku nyaris melarikan diri duluan.

Sebelum sempat menembak, Remy tarik tangannya, menghentikan Big Jonny. Dalam sekejap, mereka berdua pun lari ke arah mobil hitam di pinggir jalan.

“Tolong, cepetaaaan!” mohonku ke sopir.

“Kenapa sih, Bu? Dikejar siapa, nih? Dept Kolektor? Paylaternya nunggak, ya?” tanya sopir dengan logat Balinya, matanya memantul di kaca spion.

“Seseorang lagi ngikutin aku,” jawabku cepat.

Dia menggeleng. “Saya enggak mau ikut-ikutan masalah, ya, Bu. Jangan bawa-bawa saya!”

“Please, aku kasih kamu sepuluh juta. Tapi tolong bawa aku keluar dari sini secepatnya.”

"Siap. Kalau yang itu, enggak akan jadi masalah!"

Begitu aku sebut angka itu, reaksinya langsung berubah. Dia injak gas dalam-dalam. Begitu keluar dari area bandara, mobil langsung meluncur mengebut ke jalan tol. Aku baru bisa sedikit lega.

“Terima kasih,” gumamku, sambil terus memantau kaca belakang. Tapi rasa legaku lenyap begitu melihat mobil itu. Mereka berhasil menyusul dan lagi coba menyalip dari sisi kanan.

Aku panik.

Pandanganku ke kiri, ke kanan, mencari jalan keluar.

Apa aku harus suruh sopir berhenti dan lari keluar dari mobil?

Tapi sebelum sempat aku putuskan, mobil itu mengebut, menyalip, dan tiba-tiba memotong jalan di depan taksi kami.

“Naskleeeeng!!!!” Sopirnya pun berteriak, mengerem mendadak.

“Ya, Tuhan!” Aku pun ikut menjerit, membuka pintu dan langsung kabur keluar.

“Hey! Bu, bayar dulu!” teriak sopir itu, tapi aku enggak peduli.

Aku menemukan diriku sudah berdiri di tengah jalan tol, di antara arus mobil yang datang dari arah berlawanan. Klakson bertubi-tubi, ban mobil mereka pada berdecit, mobil-mobil oleng buat menghindariku.

“Raiiiiiiiinn!” Suara Remy terdengar keras banget di belakangku.

Dekat.

Terlalu dekat.

Enggak.

Sekarang rasanya, waktu seperti melambat. Kenangan tentang dia pun seketika menyerbu kepalaku.

Tatapan hangatnya.

Senyum kecilnya.

Bibirnya yang dulu menyentuh bibirku.

Tawanya yang dulu bikin dadaku hangat.

Aku menjerit sekencang-kencangnya, merasa seperti duniaku runtuh dalam satu detik. Klakson nyaring banget di sebelah kananku. Aku menengok, dan sebuah mobil sudah melaju kencang ke arahku.

Tiba-tiba, ada tangan kuat yang menyeretku dari belakang. Kakiku terangkat dari aspal, tubuhku mental ke arah berlawanan dari mobil itu.

“Enggakkkkk! Jangan-jangan-jangaaaaaaaaaaaannnnn!” jeritku sekencang mungkin, rasa takutnya sama seperti saat Deth mati. Dan sekarang aku yang harus siap-siap untuk mati.

Suara Remy menggema di telingaku, berat dan penuh amarah, “Aku di sini, Ree.”

Pandanganku kabur.

Dunia ini berputar.

Dan sebelum semuanya gelap, hal terakhir yang aku lihat, hanya jejak ban hitam yang memanjang di aspal, dan bahu Remy yang jadi tempat terakhirku bersandar sebelum aku kehilangan kesadaran.

1
Dewi kunti
yg lbh ap ini
DityaR: Typo, kak. 🤭
Wah, teliti bgt kakaknya. Makasih, kak 🙏🙏
total 1 replies
Mentari_Senja1508
ada2 aja kelakuan mafia satu ini🤣🤣gaass trus, sampai jdi Arnold junior😄
Dewi kunti
apakah akan ad kobra yg keluar🙈🙈🙈🙈🙈
DityaR: ebuseeed 🤣
total 1 replies
Mentari_Senja1508
saking nikmatnya jdi keluar di dalem deh🤭🤭
Dewi kunti
tahu2 kok dah hamil ank ke 2
Wulan Sari
kasihan ya Rain,semoga cepat terungkap Rain cerita ya...
Dewi kunti
aku Padang kemejaku..... maksudnya gmn
DityaR: "Pasang," maksudnya, Kak. Aduh maaf typo, 🙏
total 1 replies
sipuuttt
ceritanya bagus 🤩 up banyak² thor,
sipuuttt: 😍😍 bener yaa
total 2 replies
Wulan Sari
ceritanya menarik dan unik semoga seterusnya menjadi happy end semangat 💪 Thor salam sukses selalu ya Thor 👍❤️🙂🙏
DityaR: Terima kasih.
total 1 replies
sipuuttt
huuaa aku nangesss 😭
cepetan update lagi ✊
Dewi kunti
deth pantas mati,smg suamimu TDK menemukanmu pergi yg jauh biar TDK bertemu,nnt ketemu pas kamu dah punya ank yg lucu
Dewi kunti
jantungnya merinding smp keriting,bulu kudu dag Dig dug dah ky lampu disco aj🤣🤣🤣🤣
Dewi kunti
iiiiihhhhh marah pa nangis ya klo dah ktmu lakinya
Dewi kunti
hadeeeeehhh siang2 mendung gini malah adu pinalti
Dewi kunti: iya dooong
total 2 replies
Dewi kunti
bukan tertunduk kebelakang tp mendongak
Dewi kunti
🙈🙈🙈🙈🙈ak gak lihat
Dewi kunti
wis unboxing 🙈🙈🙈🙈🙈moga cpt hamil
Dewi kunti: lha tadi udah dicrut di dlm kan🙈🙈🙈🙈
total 2 replies
Dewi kunti
minta bantuan Remy Arnold aj
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!