NovelToon NovelToon
Tumbuh Di Tanah Terlarang

Tumbuh Di Tanah Terlarang

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Berondong / Nikahmuda / Poligami / Duniahiburan / Matabatin
Popularitas:31.7k
Nilai: 5
Nama Author: Dewi Adra

Aruna telah lama terbiasa sendiri. Suaminya, Bagas, adalah fotografer alam liar yang lebih sering hidup di rimba daripada di rumah. Dari hutan hujan tropis hingga pegunungan asing, Bagas terus memburu momen langka untuk dibekukan dalam gambar dan dalam proses itu, perlahan membekukan hatinya sendiri dari sang istri.

Pernikahan mereka meredup. Bukan karena pertengkaran, tapi karena kesunyian yang terlalu lama dipelihara. Aruna, yang menyibukkan diri dengan perkebunan luas dan kecintaannya pada tanaman, mulai merasa seperti perempuan asing di rumahnya sendiri. Hingga datanglah Raka peneliti tanaman muda yang penuh semangat, yang tak sengaja menumbuhkan kembali sesuatu yang sudah lama mati di dalam diri Aruna.

Semua bermula dari diskusi ringan, tawa singkat, lalu hujan deras yang memaksa mereka berteduh berdua di sebuah saung tua. Di sanalah, untuk pertama kalinya, Aruna merasakan hangatnya perhatian… dan dinginnya dosa.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewi Adra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

TDT 35

Setelah dua minggu lamanya, akhirnya Bagas pulang. Bahkan sebenarnya sudah satu minggu lewat dari jadwal yang dijanjikannya. Dalam beberapa hari terakhir, ia sama sekali tidak bisa dihubungi. Katanya, sinyal di lokasi proyek sangat buruk. Aruna hanya bisa menunggu, mencoba mengerti, meskipun hatinya mulai terbiasa tanpa kehadiran suaminya.

Tapi yang lebih mengejutkan, saat akhirnya Bagas tiba di bandara malam itu, ia tak langsung pulang ke rumah. Tanpa kabar, tanpa pemberitahuan. Ia malah memilih menginap di apartemen Rio di pusat kota.

Bukan karena lelah. Bukan pula karena kehabisan tenaga setelah penerbangan panjang. Ada alasan lain yang jauh lebih dalam dan rumit, ia ingin mengamati. Lebih tepatnya, mengawasi. Esok paginya, tanpa sepengetahuan siapa pun, ia berencana datang langsung ke perkebunan. Bukan sekadar kunjungan kerja. Tapi ia ingin tahu sejauh apa keterlibatan Aruna dengan pria muda yang akhir-akhir ini terlalu sering ia dengar namanya.

Rio, sahabat sekaligus rekan kerja Bagas, mendengarkan rencana itu dengan wajah tak puas. Ia menggeleng pelan sambil duduk menyilangkan tangan, menatap Bagas seolah ingin menahannya agar berpikir ulang.

"Aku nggak ngerti kenapa lo harus kayak gini, Gas. Lo kayak... memata-matai istri lo sendiri. Ini bukan lo banget." Nada suara Rio terdengar tajam namun masih menyisakan nada pertemanan.

Bagas tidak langsung menjawab. Ia hanya menatap kosong ke arah jendela apartemen, melihat lampu-lampu kota yang berkelip dalam gelap. Ada kegelisahan yang mengendap di matanya.

"Lo tahu sendiri akhir-akhir ini Aruna makin aneh. Sering ke kebun, sering bareng dia. Dan yang bikin gue makin penasaran, dia nggak pernah cerita soal cowok itu dari awal," Bagas membalas pelan, seolah sedang meyakinkan dirinya sendiri lebih dari Rio.

Rio menghela napas panjang, lalu bersandar di sofa. “Lo pernah bilang, Aruna itu perempuan yang lo percaya. Tapi sekarang lo malah begini. Kalau lo beneran pengen tahu sesuatu, kenapa nggak tanya langsung?”

Bagas mendengus kecil. “Gue udah coba. Tapi jawabannya selalu datar. Jawaban yang nggak bisa gue percaya sepenuhnya.”

Rio menatap Bagas dengan pandangan prihatin. "Kadang bukan jawabannya yang datar, Gas. Tapi karena hati lo udah penuh prasangka duluan. Dan kalau itu yang lo bawa ke rumah tangga, yang ada lo hancurin semuanya pelan-pelan."

Bagas tak menjawab. Dalam hatinya, ia tahu Rio mungkin benar. Tapi hatinya juga penuh kegelisahan yang sulit ia pahami. Besok pagi, rencananya tetap berjalan. Ia ingin tahu... meski mungkin jawabannya menyakitkan.

Di ruang tamu apartemen Rio yang redup, Bagas mondar-mandir seperti macan yang gelisah dalam kandang. Jam menunjukkan lewat tengah malam, tapi pikirannya terus berputar tanpa henti. Akhirnya, ia mengambil ponselnya dan menekan nomor yang sudah sangat familiar.

Nada sambung terdengar beberapa detik, lalu suara berat khas pria desa itu menyapa, “Halo, Mas Bagas?”

“Gus, ada yang mau aku tanyain,” kata Bagas langsung ke intinya, tanpa basa-basi. “Selama aku nggak di sini... ada yang aneh? Maksudku, dari Aruna dan pria itu?”

Agus di seberang sana terdengar menarik napas, lalu mulai berbicara panjang lebar. “Kalau soal perkembangan kebun, Mas, sekarang udah lumayan bagus. Penyesuaian pola tanam dan penggunaan pupuk organik yang disarankan Pak Raka mulai terlihat hasilnya. Daun-daunnya mulai segar lagi, dan...”

“Gus!” potong Bagas tiba-tiba, nada suaranya meninggi. “Aku nggak peduli soal kebun! Dari tadi aku tanya soal Aruna! Aku nanya tentang istriku, bukan tentang daun dan pupuk atau apalah itu!”

Agus terdiam beberapa saat, lalu terdengar suaranya menjadi lebih hati-hati, “Maaf, Mas... saya kira Mas memang mau tahu perkembangan kebun.. Soalnya waktu itu Mas bilang...”

Bagas mendengus, suara geramnya jelas terdengar. “Iya, waktu itu aku bilang gitu. Tapi itu cuma alasan aja biar kamu bisa ngawasin mereka. Tapi percuma juga kalau ujung-ujungnya kamu nggak ngerti apa yang gue maksud.”

Agus merasa bersalah, dan ia tahu kini tak bisa lagi bermain di wilayah abu-abu. “Setahu saya, Mas, hubungan Bu Aruna dan Pak Raka biasa-biasa saja. Saya belum pernah lihat mereka berduaan dalam situasi yang mencurigakan. Mereka sering diskusi di kebun, kadang makan bareng sama yang lain. Tapi selebihnya ya profesional, Mas.”

“Kamu yakin?” tanya Bagas tajam, seperti ingin menembus kebenaran lewat suara.

“Sejauh yang saya tahu, iya. Tapi... saya juga nggak terus-terusan ada di sekitar mereka, Mas. Mohon maaf kalau saya belum bisa kasih info seperti yang Mas harapkan.”

Bagas tidak menjawab segera. Ia hanya diam, membiarkan kata-kata Agus menggantung di udara. Tapi dalam diam itu, amarah dan keraguan dalam dirinya semakin membesar. Ia merasa Agus terlalu polos atau terlalu bodoh untuk memahami kecemasan seorang suami yang merasa wilayahnya mulai diganggu.

“Udahlah, Gus. Makasih infonya. Tapi aku tetep jalanin rencanaku sendiri,” katanya akhirnya, dingin.

Begitu telepon ditutup, Bagas menatap kosong ke luar jendela. Kota di bawah sana begitu tenang, kontras dengan hatinya yang sedang bergemuruh. Malam itu, satu hal yang pasti di benaknya Ia harus melihat dengan mata kepalanya sendiri apa yang sebenarnya sedang terjadi antara istrinya dan pria asing.

Setelah menutup telepon, Bagas memejamkan mata sejenak, mencoba menenangkan gejolak amarah yang mulai naik ke ubun-ubun. Tapi semakin ia mencoba, semakin tak bisa ia redam rasa kecewa yang menghantam dada. Nafasnya memburu. Ia duduk di ujung ranjang apartemen, menggenggam ponsel erat-erat seolah bisa melepaskan kekesalannya lewat benda mati itu.

"Kenapa semuanya selalu berputar-putar?" gerutunya lirih. "Apa segitu susahnya bersikap terbuka?"

Bagas merasa semakin sendiri dalam kecurigaannya. Dari awal, semua yang ia minta selalu dijawab setengah hati, seolah-olah semua orang berusaha mencari aman, menghindari konflik, dan menutupi sesuatu. Pak Yusron bersikap datar, Agus terlalu lugu atau terlalu takut untuk bicara jujur, dan Aruna... istrinya sendiri, semakin hari terasa makin jauh dan asing.

Ia mengingat obrolan terakhirnya dengan Aruna sebelum berangkat ke luar kota. Istrinya terdengar datar, tanpa rindu, tanpa kehangatan. Bahkan ketika ia menyampaikan bahwa akan pulang lebih lama, Aruna hanya menjawab "Iya, hati-hati," seperti berbicara pada rekan kerja, bukan suami sendiri.

"Kenapa semua orang seperti bersekongkol?" pikir Bagas, rahangnya mengeras. “Seolah-olah mereka tahu sesuatu, tapi sengaja menutup-nutupi. Termasuk istriku sendiri.”

Kekecewaan itu tak hanya datang dari kecurigaan pada Aruna, tapi juga karena ia merasa tak dipercaya bahkan oleh orang-orang yang bekerja untuknya. Permintaan sederhananya untuk dipantaukan saja terasa berat, selalu dibalut dengan laporan perkembangan kebun yang tak ia butuhkan.

"Apa aku harus turun tangan sendiri biar tahu kebenarannya?"

Bagas menatap ke luar jendela malam. Lampu-lampu kota berkelip, tapi dihatinya gelap. Kepercayaannya perlahan runtuh, dan bila itu tak segera dituntaskan, semua bisa berakhir lebih buruk dari yang ia bayangkan.

1
panjul man09
tolong karakter ibunya raka jangan terlalu keras dan raka jangan terlalu lemah.
Dee: Coba kakak perhatikan di bab 80, Raka sudah mulai sedikit melawan kehendak ibunya, tapi dia masih menaruh rasa hormat. Nantinya di bab-bab selanjutnya, perkembangan banyak terjadi.
Dee: Makasih banyak ya masukannya! 🥰 Memang karakter ibu Raka yang agak keras dan Raka yang terlihat lemah ini saya buat bukan tanpa alasan. Di bab-bab selanjutnya, kalian bakal lihat perkembangan mereka dan alasan di balik sikap itu. Jadi, sabar dulu yaa, ceritanya masih panjang dan ada banyak kejutan yang saya siapkan untuk kalian. Semoga kalian tetap betah ngikutin kisahnya ❤️✨
total 2 replies
Daniah A Rahardian
Lanjut lg Thor...🔥
Ⓜ️αɾყσɳσՇɧeeՐՏ🍻¢ᖱ'D⃤ ̐
emanknya juga egois
demi kebahagiaan orang tua sendiri dia mengorbankan kebahagiaan anaknya
Dee: Tak kenal maka tak sayang...
total 1 replies
R 💤
setuju Rak /Casual/
R 💤
iiiihhh tapi pesonanya muda, daripada yang muda tapi kek umur dah tua.. hayolo buk /Proud/
Daniah A Rahardian
lanjut Thor, makin seru nih.......
octa❤️
raka harus tegas dong sama ayu,klo mmg g mau
Wiji Lestari
bagus bgt ceritsnya thor
Dee: Makasih banyak 🥹💕 Seneng banget dengernya! Semoga terus suka sama kelanjutan ceritanya yaa..
total 1 replies
Wiji Lestari
tinggalkan aja
R 💤
ikut deg-degan 🙈
R 💤: tremakasehh akak, ditunggu yah /Pray/😉
Dee: Say.. aku menunggumu di "Rumput tetangga lebih hijau" kapan up nya lg, ceritanya mulai seru 🤗📝
total 2 replies
R 💤
manggilnya jangan Bu lagi Napa Rak... hehe
R 💤: diterapin
Dee: Haha... dalam novel sah2 aja 🤭
total 5 replies
Aksara_Dee
tubuh kaann
Aksara_Dee
jangan... jangan bicara sprti itu, Na. ntar Raka pengen reka ulang 🫣
Dee: Bener banget... jd ada reka ulang 🤭
total 1 replies
Aksara_Dee
eehh jangan! cewe itu harus tantrum, harus manja, harus menye-menye. kamu terlalu tenang Aruna. Jangan sampai ada Bagas kedua Krn sikap tenang kamu
Aksara_Dee
paniknya seharian 🤣
Aksara_Dee
bisa aja Bagas yg mandul, Na. kamu jgn insecure
Dee: Bisa jadi sih... tapi di bab sebelumnya udah dijelasin mereka berdua normal. Mungkin ada faktor psikologis atau usia Aruna yang bikin dia agak insecure
total 1 replies
Aksara_Dee
harusnya obat penenang bikin dia ngantuk. tapi pikirannya inginkan Aruna. bukan begitu?
Dee: minum dua pil, malah bikin fly..😁
total 1 replies
Aksara_Dee
sebenarnya ini adegan dewasa ya, tapi aku bacanya dengan nada puisi. ah aku!
Dee: Haha..pinter banget! Dibungkus puisi biar adegannya wangi sastra, sensor cuma bisa bilang: ‘silakan lewat...’ 🤭
total 1 replies
Aksara_Dee
ehem... mulai takut kehilangan
Aksara_Dee
sepertinya putri yg akan menjadi orang pertama pendukung Aruna
Dee: Putri takut sama mamanya😅
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!