Hidup Anaya tidak pernah beruntung, sejak kecil ia selalu di jauhi teman-temannya, dirundung, di abaikan keluarganya. kekacauan hidup itu malah disempurnakan saat dia di jual kepada seorang CEO dingin dan dinyatakan hamil setelah melakukan malam panas bersama sang CEO.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pena cantik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
benci tapi perduli
Beberapa jam kemudian...
Klinik desa.
Bau obat-obatan menusuk hidung. Suara hujan di luar mulai mereda, tinggal gerimis pelan. Sekarang, jam sudah menunjukkan pukul 7 malam.
Jackson terbaring di ranjang darurat. Selimut menutupi tubuhnya, rambutnya basah dan acak-acakan. Tubuhnya menggigil, wajahnya pucat, infus menempel di tangan kirinya.
Cindy di kursi plastik, memegang kepalanya dengan kedua tangan. "Kenapa kau jadi seperti ini Jack?" Gumamnya lirih.
Pergerakan kecil, Namun cukup membuat Cindy menegakkan badannya.
"Jack...Jack, kau sudah sadar?" Seru Cindy.
"Dokter! Dokter!"
Matanya masih tertutup, namun bibirnya menggumamkan Satu Nama.
"F—farah..." suaranya lemah hampir seperti bisikan.
Dokter datang dan langsung memeriksa keadaannya .
Cindy bertanya dengan nada sopan namun penuh kekhawatiran. "Bagaimana kondisinya, dok? kenapa Jackson belum buka mata juga?" Tanyanya cemas.
Dokter itu berbicara dengan lembut, "Pasien saat ini mengalami demam tinggi, hingga tanpa sadar dia mulai bergumam sendiri."
Cindy menelan sesak, merasakan kekhawatiran semakin dalam di dada. "Demam ini akan berlangsung beberapa jam ke depan. Suster akan memantau kondisi pasien setiap setengah jam," tambahnya.
Cindy menghela napas pelan, mencoba menenangkan diri. "Terima kasih, Dok," jawabnya dengan suara bergetar.
"Sama-sama... kalau begitu saya permisi dulu," ucap dokter sebelum meninggalkan ruangan.
Beberapa jam berlalu, dan sepanjang waktu itu, ia terus mendengar Jackson memanggil nama Farah dalam tidurnya yang gelisah. Rasanya hatinya semakin perih setiap kali melihat betapa rapuhnya jackson saat ini.
Ponselnya berdering, menampilkan nama Mama Venna di layar.
"Halo, Bibi." jawabnya hati-hati.
"Bagaimana kondisi Jackson, Cin? Apakah dia baik-baik saja?" suara Mama Venna terdengar penuh cemas, hampir panik.
Cindy mengusap wajah, mencoba menahan tangis yang hendak pecah. "Jackson tidak baik, Bibi. Dia jatuh sakit setelah tubuhnya berdiri di bawah guyuran hujan tadi."
Di ujung sana, terdengar isak tangis Mama Venna. "Ya Tuhan... anak itu benar-benar membuat aku merasa seolah cepat mati saja," gumamnya lirih.
Cindy tahu betapa berat rasa takut dan sakit yang mama Venna rasakan.
"Paman dan Bibi akan segera ke sina," kata Andrew.
Namun Cindy melarangnya, "Tidak paman, Jackson melarang siapapun datang sebelum dia berhasil membuat Farah dan anak-anak kembali ke sisinya."
Helaan nafas terdengar di telinga, rasanya mereka tak sabar namun mereka juga tidak bisa ikut campur dalam urusan pribadi anak. Membiarkan Jackson menyelesaikan masalahnya sendiri adalah jalan terbaik untuk membuat dia bertanggung jawab atas perbuatannya.
Tiba-tiba jari-jari tangannya bergerak. Jackson membukakan mata, perlahan.
"Jack, kamu sudah sadar?"
Namun, hanya satu nama yang keluar dari bibirnya.
"F—farah..." suaranya lemah, hampir seperti bisikan. Tapi penuh rindu dan rasa sakit.
Matanya menatap sekeliling, ini bukan rumah Farah.
"Kenapa aku bisa ada disini? Dimana Farah?" Jackson menatap Cindy.
Cindy terdiam. bahunya merosot, tatapannya berubah sendu. "Jack....Farah nggak ada di sini."
Matanya berkaca-kaca, tubuhnya masih lemah. Ia berusaha untuk bangun tapi langsung mengerang dan tubuhnya jatuh kembali.
"Jangan maksa! kamu baru sadar!" Cindy panik, langsung menahan bahunya. "Jack...dengar aku kau tidak boleh seperti ini."
Jackson menata kosong langit-langit ruangan itu. Air matanya mengalir tanpa permisi. Bukan karena sakit, tapi karena sadar bahwa parah tidak menemuinya.
~
Di rumah Farah...
Farah duduk di sofa, memeluk lutut. Rumah sudah tenang, anak-anak sudah tidur, Namun pikiran farah berisik, Bahkan untuk memejamkan mata saja ia tak mampu.
Pikiran itu berkutat pada Jackson. Saat matanya terpejam semuanya berpusat pada Jackson. Bayangan Jackson yang jatuh setelah diguyur hujan berjam-jam, tatapan kosongnya, suaranya yang memanggil namanya sebelum ia pingsan, membuat Farah tak tenang.
Farah menutup wajahnya dengan kedua tangan. "kenapa....kenapa dia lakukan itu? kenapa dia kembali sekarang?" bisik Farah.
Luka lama yang berusaha ia kubur, tanpa permisi terkuat kembali.
Rasa trauma mencekik lehernya. Namun rasa Iba menyelinap masuk tanpa bisa ia tolak.
Ia benci dirinya yang lemah ini.
Di dalam kepalanya ia masih melihat Jackson berdiri di bawah hujan mendengar suara Cindy berteriak panik. Masih melihat bagaimana tubuh yang kokoh itu jatuh ke tanah.
Farah mengigit bibir, "Kenapa aku harus memikirkan dia? Hidup dan matinya, bukan urusanku."
Pikirannya kejam, tapi dadanya justru demi sesak. Air matanya jatuh perlahan. "Aku benci dia!" bisiknya. "Tapi... kenapa rasanya sesakit ini?" Farah memukul dadanya sendiri.
Farah menutup telinganya, ketika bayangan Jackson terus memanggil namanya—meski itu suara dari ingatannya.
Kepalanya menunduk, bahunya bergetar. Dia benci Jackson atas luka yang ia berikan.
Tapi....dia juga benci dirinya sendiri karena masih perduli.
Sangat perduli....
Sampai rasanya ia seperti kehilangan arah. Perasaan ini membuat nya dilema.
"Tuhan...aku harus bagaimana?" gumamnya lirih.
singgah balik di halamanku 😍 baca novel pertamaku yg berjudul "AKU DAN ADIK TIRIKU"😍
terima kasih sebelumnya