Sera, harus kehilangan calon anak dan suaminya karena satu kecelakaan yang merenggut keluarganya. Niat ingin berlibur malah menjadi petaka.
Sera bersedih karena kehilangan bayinya, tapi tidak dengan suaminya. Ungkapannya itu membuat sang mertua murka--menganggap jika Sera, telah merencanakan kecelakaan itu yang membuat suaminya meninggal hingga akhirnya ia diusir oleh mertua, dan kembali ke keluarganya yang miskin.
Sera, tidak menyesal jatuh miskin, demi menyambung hidup ia rela bekerja di salah satu rumah sakit menjadi OB, selain itu Sera selalu menyumbangkan ASI nya untuk bayi-bayi di sana. Namun, tanpa ia tahu perbuatannya itu mengubah hidupnya. 
Siapakah yang telah mengubah hidupnya?
Hidup seperti apa yang Sera jalani setelahnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dini ratna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sugar Daddy
Alex menghentikan mobilnya di depan sebuah plaza, ia mengatur jarak mobilnya dengan beberapa mobil lain di tempat parkir, setelah itu Alex, turun dari mobil berjalan ke dalam sebuah plaza. Ia harus menaiki beberapa lift menuju tempat di mana barang yang Darren inginkan.
Setibanya di sana, Alex disapa oleh pemilik toko, karena dia sudah menjadi pelanggan VIP, Alex pun tidak harus tinggal lama, karena apa yang diinginkan Tuannya pemilik toko itu sudah mempersiapkannya.
"Ini pesananmu."
Alex menerimanya dan sedikit melihat isi di dalam paper bagnya.
"Terima kasih, ya."
"Sama-sama, untungnya kamu langsung menghubungiku, karena barang itu baru saja akan dilaunching, kan. Aku tahu banget bosmu, dia tidak menginginkan barang yang sama dengan orang lain."
"Ya, begitulah. Dan aku tidak tahu kenapa dia butuh ponsel ini." Alex hanya berbalas senyum dengan si pemilik toko. "Aku pergi dulu."
"Iya."
Alex pun pergi meninggalkan toko itu. Ia kembali memasuki lift untuk turun ke bawah. Namun, hal apes terjadi karena Alex harus bertemu cewek cabe-cabean.
"Tunggu!" tahan seorang remaja berseragam SMA.
Pintu lift terbuka lebar, Alex beringsrut mundur ketika ada tiga siswa yang memasuki liftnya. Ternyata ketiga siswa itu diantranya Essa. Alex sebenarnya sangat tidak nyaman, karena mereka sangat gaduh dan heboh.
"Essa, kita pergi karoke, ya?"
"Tidak!" Essa dengan ketus. Kedua temannya mendelik. Lalu bertanya "Kenapa? Kamu tidak punya uang lagi?"
Essa memutar bola matanya malas, "Kalian tahu, kan jika uang jajanku tidak sebesar itu. Kalian ... kalian bisa belanja semua itu, sementara aku ..."
"Essa, kamu ingin seperti kita? Aku bisa memberitahumu caranya. Kamu pikir aku mendapatkan semua ini dari uang jajanku? Ya, tentu tidak. Mana mungkin ibu dan ayah memberikan uang jajan lebih dari 30 ribu," ucap temannya.
Mereka masih pelajar dan orang tua mereka tidak akan memberi uang jajan yang besar setiap harinya. Tetapi untuk teman Essa, mereka selalu pergi belanja, nongkrong di kafe, dan jalan-jalan hingga menghabiskan uang lebih dari 30 ribu. Namun, mereka punya cara lain untuk mencari uang tambahan.
"Essa, kau lihat di belakangmu," bisik temannya menyuruh Essa, untuk menoleh ke arah Alex yang berada di belakangnya. Essa, pun menoleh sebentar lantas kembali menghadap ke depan.
"Kita harus mengencani Om-om biar dapat uang lebih."
Essa terbelalak, mulutnya sampai menganga mendengar celotehan temannya. "Jadi kalian ...."
"Ssst ... Om-om tidak buruk. Lihatlah pria di belakangmu, dia cukup keren, tampan, dan masih muda. Mungkin perselisihan usia 7 tahun denganmu. Itu tidak buruk."
"Gila!" umpat Essa lalu menggeleng.
"Essa, disaat ada kesempatan kamu jangan sia-siakan. Kamu, harus tahu sugar daddy itu perlu."
"Hah!" Nafas Essa terasa sesak, otak polosnya sudah diracuni kedua teman-temannya.
"Jangan gila, kalian. Sugar Deddy apa, yang ada nanti ibu dan ayahku marah besar. Aku ini masih suci, tidak akan terkontaminasi."
"Yeah ... kamu pikir kita itu bakteri."
"Ya, habisnya kalian suruh aku cari Sugar Daddy."
"Jaman sekarang gak ada anak seusia kita gak punya sugar daddy. kamu terlalu polos deh," ejek temannya. "Menurutku Om ganteng itu cukup tampan, cobalah kenalan dulu."
"Ih ... gak mau. Gak level aku sama Om-om."
Alex mendongak, ia menatap sinis ke arah Essa. Dia mendengar perkataan Essa, sebelumnya yang sedikit menyinggung hatinya.
Apa mereka membicarakan aku, ya?
Essa, terus di dorong oleh kedua temannya. Walau kedua kakinya tetap kokoh menjadi benteng pertahanan tetapi, Essa tidak bisa menghindar ketika kedua temannya mendorong keras tubuhnya hingga terpental.
Tangannya yang memegang es Boba tidak sengaja menumpahkan es itu kepada Alex.
Alex tertegun, bersamaan dengan mata Essa, yang membola. Baju bersih Alex, harus basah oleh cairan coklat dari minuman milik Essa.
"Oops!" Kedua temannya menutup mulut. "Essa, tinggal dirimu yang selesaikan, oke." Kedua temannya langsung pergi setelah lift terbuka. Tapi Essa dia masih diam menatap Alex, yang menatapnya tajam.
"Aduh ... Om, maaf ... aku tidak sengaja. Aku bersihkan sekarang, ya."
Essa, mengambil selembar tisu dari dalam tasnya, hendak membersihkan noda boba pada kemeja Alex, malah tangannya ditepis kasar oleh Alex.
Essa menganga lebar, sedangkan Alex, menatapnya tajam.
"Lain kali, jangan bawa minuman yang mudah tumpah ke dalam lift. Dan satu lagi, aku bukan sugar daddy seperti yang kamu katakan. Aku tidak tergoda akan tergoda oleh gadis cabe-cabean seperti kamu."
Essa, terpaku ia bahkan tidak membalas perkataan Alex. Entah, ada apa dengan Essa, Alex melewatinya pun dia hanya diam. Sekarang Alex sudah keluar meninggalkan lift dan berjalan menuju lobi. Alex sudah keluar dari plaza, tapi Essa masih bengong ia baru sadar jika Alex sudah pergi.
"Arrghh! Di mana Om-om itu, dia bilang aku gadis cabe-cabean enak saja! Dia pikir dia ganteng, dasar cowok bermata empat!"
Essa terus menggerutu, sampai ia menghina Alex yang berkacamata. Tidak berselang lama temannya datang yang langsung membawa Essa keluar dari plaza.
Sementara Alex, dia sedang berada di toilet. Alex sudah membuka jasnya, untuk membersihkan kemejanya. Namun, noda boba itu sangat sulit dibersihkan jika tanpa dicuci. Alex, benar-benar kesal, ia membuka kacamatanya, lalu membasuh muka.
"Dasar! Anak-anak SMA itu, kemejaku jadi kotor begini," gumamnya kesal. Lalu menyalakan keran, dan mencuci tangannya. Setelah selesai, Alex mematikan keran itu dan kembali memakai kacamatanya.
Alex keluar dari toilet, sambil mengais jas yang tidak dipakai lagi. Masih mengenakan kemeja kotor Alex, berjalan menuju mobilnya.
Alex segera pergi menuju rumah Darren, karena Darren meminta handphonenya hari ini juga. Darren, menginginkan handphone baru untuk akun dirinya sebagai Evan. Karena Darren, belum ingin mengakui dirinya adalah Evan.
"Malam Tante," sapanya kepada Maudy.
"Mau ketemu Darren, ya?" tanya Maudy yang kebetulan sedang ngemil buah melon di meja makan.
"Iya Tante."
"Darren ada di ruang kerjanya."
"Alex ke sana dulu Tante."
"Iya. Kamu mau melon nggak, Alex?"
"Nggak, Tante. Makasih."
Alex, langsung melangkah menuju ruang kerjanya Darren. Tetapi ketika tiba di sana, Darren tidak ada di ruangannya, Alex, bingung karena bosnya itu tidak ada di ruang kerjanya.
Sementara Darren, pria itu sedang berada di kamar Lio. Hari ini Sera heboh melihat Lio yang tertidur secara meringkuk. Tingkahnya itu sungguh langka, saking bahagianya Sera, langsung memberitahukan Darren. Darren yang dihubungi Sera langsung menuju ke kamar Lio.
Entah, sejak kapan mereka menjadi akrab.
"Sera, apa kau sudah mengambilkan foto untukku?"
"Tentu saja Tuan, ini dia." Sera, menunjukkan foto Lio, yang sedang meringkuk sungguh menggemaskan. Saking senangnya, Darren hampir saja memeluk Sera, tingkahnya menjadi malu ketika sadar jika Sera dan dia tidak ada hubungan.
Demi menutup rasa malunya, Darren pura-pura senam otot yang menggerakkan kedua tangannya.
"Anak ku sudah mulai besar, nanti setelah ini dia akan bergaya apa lagi?" tanya Darren polos.
Sera pun menjawab. "Diusia empat bulan bayi biasanya tengkurep, lalu diusia lima bulan mulai merangkak, sebenarnya beda-beda gimana perkembangan bayinya."
"Aku ingin Lio cepat-cepat memanggilku Papa," ungkap Darren yang tersenyum menatap Lio.
Ponsel Darren tiba-tiba berdering. Ia langsung menjawab telepon itu yang ternyata dari Alex. Alex memberitahukan Darren untuk segera ke ruang kerjanya.
"Sera, aku harus menemui Alex."
"Oh, iya baik Tuan."
"Jika Lio bergaya lagi kamu foto, ya?"
"Iya Tuan."
Darren langsung melangkah keluar, tidak berselang lama Sera, pun mendapat panggilan dari ibunya. Dia segera menjawabnya.
"Iya Ibu."
"Sera, malam ini Ibu ingin mengirimkan mu makanan. Ibu sengaja membuat banyak, untuk kamu juga untuk Tuan Darren dan ibunya. Bolehkan Sera?"
"Hmm ... iya boleh Ibu. Apa ibu memakai jasa kojek?"
"Tidak, Ibu akan suruh adikmu untuk mengantarkannya."
"Oh, yaudah ... kalau Essa sudah sampai tolong telepon aku."
"Iya, sayang."
Sambungan telepon pun ditutup.