NovelToon NovelToon
Suddenly Become A BRIDE

Suddenly Become A BRIDE

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Nikahmuda / CEO / Nikah Kontrak / Keluarga / Romansa
Popularitas:3.5k
Nilai: 5
Nama Author: boospie

Liliana, gadis biasa yang sebelumnya hidup sederhana, dalam semalam hidupnya berubah drastis. Ayahnya jatuh sakit, hutang yang ia kira sudah selesai itu tiba-tiba menggunung. Hingga ia terpaksa menikah i Lucien Dravenhart , seorang CEO yang terkenal dingin, dan misterius—pria yang bahkan belum pernah ia temui sebelumnya.

Pernikahan ini hanyalah kontrak selama satu tahun. Tidak ada cinta. Hanya perjanjian bisnis.

Namun, saat Liliana mulai memasuki dunia Lucien, ia perlahan menyadari bahwa pria itu menyimpan rahasia besar. Dan lebih mengejutkan lagi, Liliana ternyata bukan satu-satunya "pengantin kontrak" yang pernah dimilikinya…

Akankah cinta tumbuh di antara mereka, atau justru luka lama kembali menghancurkan segalanya?

Cerita ini hanyalah karya fiksi dari author, bijaklah dalam memilih kalimat dan bacaan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon boospie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 33 Pewaris Zetther

Liliana melangkah gontai menuju parkiran, dengan tas punggung yang menggantung berat di bahunya. Seperti biasa ia baru mengakhiri kegiatan kuliah malamnya. Tubuhnya terasa lelah lebih dari biasanya, jika saat biasanya dikantor tidak ada banyak kegiatan, tetapi tadi pagi ia bekerja lebih ekstra. Apalagi menangani permasalahan konsumen yang tidak bisa ditangani dengan sembarangan.

Ia mendudukkan tubuhnya dikursi mobil.

Menoleh kesampingnya, tidak ada siapapun disana. Barulah ia beralih melihat kursi kemudi yang di duduki Lucien dengan nyaman. Semenjak kepergian pria itu waktu dipesta rooftop, Liliana belum melihat sosoknya lagi hingga baru saat ini ia memandangnya.

Tatkala pria itu mendengar pintu mobil ditutup, ia langsung melajukan mobilnya keluar dari area kampus. Mulutnya terkatup rapat menambah kesan sunyi didalam mobil.

Perempuan dikursi belakang itu mendesah pelan terdengar seperti kesal, ia melepas tas punggungnya lalu menyandarkan punggungnya.

"Kurasa kamu harus mulai belajar bela diri," ucap Lucien mendadak.

Sontak Liliana yang semula hanya fokus bermain ponsel itu menatap penuh penasaran. Tangannya reflek mematikan ponsel, dan memberikan fokus penuh terhadap Lucien.

"Ada apa?"

"Kata eyang—" Lucien menjeda kalimatnya sebentar, "Aku tidak bisa terus bersamamu 24jam, apalagi pengawal."

Liliana menatap punggung Lucien dalam diam, bola matanya bergulir keatas, ia tengah berpikir. Sebelum menyetujuinya, "Eumm... baiklah."

Perempuan itu kembali termenung, kejadian berbahaya yang menimpa dirinya kala itu tidak dipungkiri membuat dirinya ketakutan berlebihan dalam beberapa waktu pasca kejadian. Pilihan untuk belajar bela diri tidak buruk, setidaknya ia bisa tahu untuk menyikapi hal-hal yang terjadi tiba-tiba.

Pikirannya melayang jauh dengan penuh pertanyaan didalamnya, pertanyaan yang tidak memiliki jawaban.

Tangannya meraih ponsel, membuka catatan yang telah tertulis jadwal hariannya. Kini dibagian akhir ia menambah jadwal belajar bela diri. Mengetahui jadwal harian Liliana, bermula ketika ia harus berangkat ke kantor pukul delapan pagi sampai saat pulang pukul enam sore lalu ia lanjutkan pergi kuliah sampai pukul delapan malam, bertambahnya kegiatan tersebut kemungkinan akan dilakukan setelah pukul delapan malam.

Liliana menutup ponselnya, pandangannya jatuh keluar.

Setibanya di depan pintu apartemen, Liliana melempar senyuman kepada pengawal yang ditugaskan untuk berjaga didepan.

Lucien menangkap sikap ramah Liliana dalam diam, hanya menampilkan raut datar ia berjalan memasuki apartemen begitu saja, dengan Liliana yang mengekor dibelakang.

Usai pintu tertutup, tatapan Liliana bergerak keatas, menatap sisi samping wajah Lucien dengan menelisik tajam. Niatnya yang ingin bertanya seketika terurung, ia memilih melalui Lucien.

Namun, langkahnya terhenti saat melihat dokumen yang tergeletak diatas meja makan, Liliana menoleh kearah Lucien sembari menyentuh dokumen itu.

"Boleh aku melihatnya?"

Lucien menggedikkan bahunya, tanpa membalas apapun. Pria itu berjalan menuju kamarnya.

Liliana melempar tatapan sinis usai mendengar sikap Lucien, "Tidak bisakah menjawab boleh atau tidak, anda ini sangat tidak ramah, Tuan."

Langkahnya bergerak meletakkan tas punggungnya diatas sofa yang berada tepat didepan meja makan. Lalu berdiri dibelakang Lucien sambil menatap lamat seolah minta jawaban.

Pria dengan pakaian kasual itu membalikkan tubuh, keningnya berkerut, "Apa kau merasa sudah lebih dekat denganku?"

Salah satu alis Liliana sedikit naik, "Apa maksudmu?"

"Lupakan," putus Lucien, ia melanjutkan langkahnya menuju kamar. Tidak ada lagi yang terucap dari bibirnya.

Ketika tubuh Lucien tenggelam dibalik dinding sekat dikamarnya itu, Liliana memutar bola matanya malas. Ia mendecih pelan, sangat lirih hingga tidak mungkin terdengar sampai telinga Lucien, "Cih, apa-apaan maksudnya itu."

Liliana bergeming sejenak, hanya melamun tanpa banyak pikiran, "Akh! karena kita dansa waktu dia kemudian aku mengajaknya keatap, cuma karen hal itu?"

"Dan dia marah karena berpikir aku merasa dekat dengannya?" gumamnya.

"Kenapa sikapnya bisa berubah dalam hitungan hari seperti itu, kadang sweet kadang juga nyebelin, ih konyol banget," gerutunya dengan mengayunkan tangan ke udara, seolah ingin menampar Lucien dihadapannya.

Perempuan dengan surai gelap yang mulai lepek itu, tampak berpikir sejenak. Ingatannya menjelajah beberapa waktu belakangan, tepatnya saat berada di balkon.

Jika mengatakan dengan kejujuran, Liliana akan mengakui perubahan sikap Lucien kala itu mampu mencairkan kecanggungan yang seperti sudah membeku dalam pikirannya. Sebelum hari itu, Liliana selalu merasa tidak ingin bertemu dengan Lucien. Namun, sangat kontras dengan keadaan saat ini, bukan tentang tubuh atau perasaan mereka yang dekat, hanya saja ingin menjalani hari-hari tanpa kecanggungan.

Jauh dari pikiran seperti itu, Liliana memilih untuk tidak terlalu memusingkannya. Dan dalam sekejap ingatan kerukunan kala itu terhapus dari pikirannya saat ini.

"Syarat pewaris Zetther Holdings, ditulis oleh John Wilson." Liliana mulai membaca isi dokumen tersebut.

...——————————...

...Syarat Pewaris Zetther Holdings...

...ditulis oleh John Wilson Dravenhart...

• Batas maksimal penentuan ikatan pernikahan, sebelum berusia 35 tahun

• Perkembangan perusahaan yang dipegang, dalam satu tahun harus mencapai pertumbuhan aset hingga 50% ( maksimal ) dari tahun sebelumnya

• Keterlibatan keputusan dewan ( opsional )

...——————————...

"Tertanda John Wilson Dravenhart." Liliana meletakkan dokumen satu halaman itu diatas meja, tanpa ekspresi.

Kruyukkk...

Bunyi perut memecah kesunyian diruangan itu, Liliana pun bergerak mencari makanan diberbagai tempat persediaan makanan. Tidak ada apapun yang tersisa, kecuali satu bungkus bumbu mie yang terlupakan.

Liliana tidak mungkin menunda rasa lapar ini hingga esok pagi, sehingga pilihan terakhirnya dengan memesan makanan online, sebelum itu ia memastikan bahwa saldonya cukup.

Hamburger and Pizza, menjadi pilihan makanannya kali ini. Sembari menunggu perempuan itu menghampiri Lucien dikamar, mengetuk pintunya beberapa kali.

tok tok tok

Dalam hitungan detik pintu terbuka, memperlihatkan seorang pria dalam balutan handuk kimono, dengan rambut basah, menatap datar kearah Liliana, "Apa?"

"Kamu lapar tidak? Mau aku pesankan makanan?" tanyanya sambil menunjukkan layar ponsel yang menampilkan foto hamburger.

Tidak ada perubahan ekspresi, "Enggak." Pintunya bergerak akan tertutup kembali tetapi ditahan oleh Liliana.

"Eh—tunggu."

Liliana tersenyum, senyuman polos yang biasa dia tunjukkan pada orang-orang. "Aku minta nomor pengawal yang jaga ayah."

Bersikap biasa-biasa saja dengan mengabaikan sikap tak acuh pria didepannya ini.

"Tanyakan saja pada pengawal didepan."

"Eh—" Liliana kembali menahan papan pintu yang akan ditutup oleh Lucien untuk kedua kalinya.

"What again?!" serunya tampak kesal.

Liliana masih menatap santai, "Boleh aku menonton tv kamu?"

"Terserah."

Brakk. Hantaman dari pintu kamar itu terdengar begitu keras.

"Ih, sensi ya ternyata," gumamnya dengan tatapan jengkel.

Liliana berbalik pergi menjauhi ruangan Lucien, ia menuju pintu apartemen, menghampiri pengawal sesuai dengan perintah pria itu.

"Permisi pak, saya mau minta nomernya pengawal yang jaga rumah sakit, ada yang tau tidak ya?"

Salah seorang pengawal berdiri tegak menghadap Liliana, "Kebetulan itu temen saya, nyonya. Sebentar saya carikan."

Pengawal tersebut menyebutkan satu persatu angka, "Baiklah terimakasih."

"Oh sudah datang," pekik gadis itu kala melihat seorang food driver tiba. Liliana pun segera bergegas menghampiri, mengambil tiga bungkus plastik bersamaan di kedua sisi tangannya, "Terimakasih, kak."

"Ini buat berdua ya pak." Liliana menyerahkan dua bungkus plastik putih, didalamnya berisi sama dengan pesanan miliknya.

"Terimakasih, nyonya."

Liliana mengangguk lalu kembali masuk kedalam apartemen Lucien.

Walaupun rasa lelah sempat menyerang tubuhnya, tapi kini gadis itu nampak bahagia. Ia melepaskan makanan itu dari dalam plastik membukanya hingga aroma khas pizza serta hamburger itu menyatu diudara sekitarnya. Dengan senyum sumringah, ia berlari kecil menuju dapur, mengambil air putih.

Dan lagi, ia menyiapkan televisi dengan tayangan drama korea favorit nya, dilengkapi layar laptop yang menyala untuk ia kerjakan sesekali. Perpaduan yang sulit memprioritaskan keduanya.

"Perfect. Menonton drama korea bersama dengan mengerjakan tugas."

1
Ahmad Zaenuri
Luar biasa
Ahmad Zaenuri
Lumayan
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!