Kejahatan paling menyakitkan bukan diciptakan dari niat jahat, tapi tumbuh dari niat baik yang dibelokkan.
Robert menciptakan formula MR-112 untuk menyembuhkan sel abnormal, berharap tak ada lagi ibu yang mati seperti ibunya karena kanker. Namun, niat mulia itu direnggut ketika MR-112 dibajak oleh organisasi gelap internasional di bawah sistem EVA (Elisabeth-Virtual-Authority). Keluarga, teman bahkan kekasihnya ikut terseret dalam pusaran konspirasi dan pengkhianatan. Saat Profesor Carlos disekap, Robert harus keluar dari bayang-bayang laboratorium dan menggandeng ayahnya, Mark, seorang pengacara, untuk melawan kekuatan yang jauh lebih besar dari dirinya. Misteri ini bukan sekadar soal formula. Ini tentang siapa yang bisa dipercaya saat kebenaran disamarkan oleh niat baik.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Osmond Silalahi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Gerbang Neraka: Sebuah Pertempuran di Jantung Kegelapan
..."Jika kebenaran harus direbut dari cengkeraman kegelapan, maka hadapilah neraka dengan kepala tegak. Biarkan nyala api menjadi saksi bisu atas keberanian manusia yang menolak tunduk pada kuasa abadi."...
Angin malam Engelberg menusuk tulang. Langit pegunungan diselimuti kegelapan sempurna, tanpa bintang, tanpa bulan. Alam semesta seakan menutup mata dari apa yang tengah tercipta di bawah tanah berbatu itu. Tiga sosok bergerak lincah di antara bebatuan dan lereng yang licin, tubuh mereka terbungkus pakaian termal dan pelindung anti-sensor panas. Di belakang mereka, dua bayangan lain menyusul; Denny dan Amanda, bergerak tanpa suara, mengikuti jejak yang ditinggalkan oleh tim pendahulu yang telah menanam pemindai biosinyal.
"Terowongan servis tua, lima puluh meter di timur titik koordinat," bisik Denny melalui alat komunikasi internal.
Robert mengangguk, menarik napas dalam-dalam. Untuk pertama kalinya, ia memasuki medan perang bukan sebagai ilmuwan atau penemu, melainkan sebagai penyusup. Dan bukan sembarang perang; ini adalah medan perang yang tercipta dari ilmunya sendiri.
"Sensor elektromagnetik dari drone kita menunjukkan jalur tersebut masih pasif," lapor Amanda. "Namun suhu sekitar meningkat. Mungkin mereka mulai mengaktifkan fasilitas cadangan."
"Berarti mereka bersiap untuk ekspansi," gumam Jesika.
Mereka tiba di depan celah kecil yang hampir tak terlihat di balik tumpukan batu besar. Di sanalah, menurut peta tua dari arsip teknik Klaus yang berhasil dibocorkan oleh peretas kontak Samuel, terletak jalur konstruksi bawah tanah yang dulunya digunakan untuk membawa logistik awal pembangunan fasilitas.
Denny memimpin, menyalakan alat pemindai ionik, dan menyentuh batu dengan pola tertentu. Bunyi klik pelan terdengar. Sebuah pintu baja selebar tubuh manusia terbuka, memperlihatkan tangga logam yang menukik ke dalam perut bumi.
"Selamat datang di gerbang neraka," gumam Amanda, suaranya bergema di kegelapan.
Dua ratus meter di bawah tanah, di dalam fasilitas utama...
Leonard Zheng memeriksa grafik biometrik tiga subjek uji coba yang baru saja menyelesaikan fase kedua injeksi. Tubuh mereka menunjukkan stabilitas yang menakjubkan: peningkatan massa otot sebesar 30%, respons refleks hampir dua kali lipat dari normal, dan hampir tanpa kelelahan metabolik. Namun, satu hal membuat Leonard gelisah; kadar sitokin dalam darah mereka melonjak tak terkendali.
"Kita menciptakan badai," gumamnya, "bukan peningkatan."
Jerry berdiri tak jauh, matanya terpaku pada layar. Ia tahu, formula ini telah melampaui ranah pengobatan atau terapi. Ini adalah mutasi terkontrol, atau lebih tepatnya, upaya untuk mengendalikan ledakan dari dalam tubuh manusia.
Klaus memasuki ruangan, diikuti Elisabeth.
"Aku butuh laporan final dalam enam jam," ujar Klaus. "Investor Tiongkok akan tiba melalui siaran video. Mereka ingin melihat bukti bahwa produk kita siap dijual."
Leonard menoleh cepat. "Ini bukan produk. Ini—"
"—adalah kunci dunia baru," potong Klaus dingin, matanya berkilat ambisi.
Sementara itu, di dalam terowongan gelap...
Robert dan Jesika menuruni tangga logam menuju ruang sempit yang remang-remang. Bau besi tua dan udara lembap memenuhi hidung mereka. Di kejauhan, suara mesin berat dan aliran energi statis terdengar samar.
"Ini dia," bisik Denny. Ia membuka tablet dan menunjukkan peta. "Jika kita terus ke barat, kita akan sampai ke zona pendinginan. Di sana ada panel pengendali utama untuk server cadangan dan cadangan oksigen. Kita bisa memanfaatkannya."
"Aku bisa menyisipkan skrip ke server. Mengirim salinan semua data pengujian mereka ke markas di Jakarta," kata Amanda, jari-jarinya sudah siap di atas keyboard laptopnya.
Jesika menambahkan, "Dan aku bisa menanamkan protokol virus kecil yang akan aktif dan memicu sistem mereka membaca anti-formula Omega-R begitu disuntikkan ke subjek mereka. Seolah-olah itu bagian dari MR-112_A."
"Luar biasa," ucap Robert pelan, kekaguman tersirat dalam suaranya.
Mereka bergerak cepat dan senyap. Setiap belokan dijaga ketat oleh sensor, tetapi Denny, seperti biasa, selalu selangkah lebih maju. Dengan alat pengacak frekuensinya, ia menonaktifkan setiap sensor gerak dan sinyal inframerah dalam radius 20 meter dari posisi mereka.
Setelah 15 menit perjalanan menegangkan, mereka tiba di ruang teknis cadangan.
Ruangan itu kosong, namun dipenuhi server tua dan konektor modular yang masih aktif. Amanda langsung bekerja, menyambungkan laptopnya ke sistem internal.
"Waktu kita terbatas," katanya, fokusnya tertuju pada layar laptop.
Robert berdiri di sisi pintu, berjaga-jaga. Namun dalam pikirannya, ribuan skenario tentang kegagalan misi berputar-putar. Jika Klaus berhasil mengkomersialkan versi stabil MR-112, dunia tak lagi memiliki batas antara militer dan genetika. Perang bisa dimulai di dalam darah sebelum peluru pertama ditembakkan.
Jesika menanamkan chip mini berisi Omega-R Virus Trigger ke dalam salah satu panel pemrosesan data.
"Ini seperti bom waktu, hanya saja tidak meledak. Ia menyusup, menyamar sebagai bagian dari formula utama. Begitu batch baru disuntikkan, dan sensor tubuh mendeteksi anomalinya... sistem imun akan bereaksi. Dan mereka tak tahu apa yang menyerang mereka," kata Jesika, setengah menahan napas.
"Infeksi terarah," gumam Robert. "Senjata biologis... yang menyerang balik penciptanya."
Amanda tersenyum. "Lebih seperti... karma sintetis."
Denny mengangkat tangan, memberi isyarat. "Seseorang sedang mendekat. Dari arah lorong utama."
Semua segera bersembunyi di balik server dan rak pendingin. Suara langkah kaki bergema. Seorang teknisi EVA melintas, membawa clipboard dan lampu inspeksi. Ia berhenti sejenak, menekan satu tombol panel, lalu berbalik dan pergi.
Setelah ia hilang, Amanda menyelesaikan proses pengunggahan.
"Data lengkap mereka, termasuk eksperimen manusia, sudah diunggah ke server Jakarta. Dan Omega-R aktif," katanya dengan napas lega.
"Kita keluar sekarang," ucap Denny.
Namun, di ruang kontrol utama...
Alarm kecil berkedip di sudut layar kontrol.
"Anomali koneksi di sektor pendingin," lapor seorang staf.
Leonard menoleh cepat. "Sumbernya?"
"Panel cadangan. Tapi tak ada aktivitas signifikan. Mungkin gangguan perangkat lama."
Jerry mencurigai sesuatu. Ia membuka daftar koneksi aktif dan di sana, sebuah alamat IP anonim tengah terputus dengan cepat.
"Ini bukan gangguan biasa," katanya, suaranya tegas.
Klaus memicingkan mata. "Cari mereka. Sekarang."
Di terowongan, alarm berbunyi.
"Ketahuan," kata Amanda cepat. "Sinyal kita terlalu lama aktif."
"Jalur masuk kita akan diblokir. Kita ambil rute ventilasi," ucap Denny, membuka peta alternatif. "Kita bisa keluar lewat jalur teknis atas, langsung ke lereng."
Tanpa membuang waktu, mereka bergerak melalui terowongan sempit berisi kabel dan pipa, merayap di bawah sensor panas dan melintasi rongga batu yang sempit.
Di belakang mereka, pasukan keamanan EVA mulai menyisir jalur utama.
Namun sebelum mereka sempat dikejar terlalu jauh, ledakan kecil terjadi di ruang panel cadangan. Sebuah reaksi sengaja diciptakan oleh Amanda untuk menghapus jejak.
Robert menoleh saat mendengar suara ledakan.
"Semua bukti fisik sudah hilang," gumamnya.
"Tapi benihnya sudah tertanam," balas Jesika, senyum tipis terukir di bibirnya.
Satu jam kemudian...
Di hutan pinus di bawah kaki pegunungan, helikopter kecil tak bertanda terangkat perlahan, membawa Robert, Jesika, Amanda, dan Denny menjauh dari Engelberg.
Mereka tak membawa senjata, tak menembakkan peluru, tak menjatuhkan bom.
Tapi malam itu, mereka telah meletakkan fondasi kekalahan Klaus.
Karena dalam waktu kurang dari dua belas jam, ketika batch berikutnya disuntikkan...
Tubuh-tubuh itu akan bereaksi.
Dan dunia akan tahu bahwa keabadian tak bisa dibeli dengan darah.
,, biasany org2 yg menciptakan formula/ obat itu untuk menyembuhkan seseorg yg dia sayang