Yuan Sheng, kultivator terkuat yang pernah ada, bosan dengan puncak kesuksesan yang hampa. Tak ada tantangan, tak ada saingan. Kehidupannya yang abadi terasa seperti penjara emas. Maka, ia memilih jalan yang tak terduga: reinkarnasi, bukan ke dunia kultivasi yang familiar, melainkan ke Bumi, dunia modern yang penuh misteri dan tantangan tak terduga! Saksikan petualangan epik Yuan Sheng saat ia memulai perjalanan baru, menukar pedang dan jubahnya dengan teknologi dan dinamika kehidupan manusia. Mampukah ia menaklukkan dunia yang sama sekali berbeda ini? Kejutan demi kejutan menanti dalam kisah penuh aksi, intrik, dan transformasi luar biasa ini!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wibuu Sejatii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4.2 : Perubahan Tuan muda Cing Hau
Pagi hari Jumat, Wu Yuan kembali seperti biasanya pergi ke sekolah. Ia, seperti hari-hari biasanya, tidak pernah mau menonjolkan diri. Namun, karena Tuan Muda Cing Hau selalu berjalan bersamanya, membuat banyak murid menjadi heran dan bertanya-tanya. Apalagi, Wu Yuan bisa memerintahkan Cing Hau mengerjakan beberapa hal, membuat Wu Yuan semakin dikenal di sekolah. Bahkan Xhi Niang selalu bertanya-tanya kenapa Wu Yuan sedikit berbeda, apalagi kini penampilan Wu Yuan sungguh sudah sangat berbeda dari pertama kali ia masuk sekolah. Kulit tubuh Wu Yuan semakin putih cemerlang, wajahnya juga semakin halus dan tampan.
Hari ini Xhi Niang dengan nekad mendekati Wu Yuan dan bertanya sekedar basa-basi agar bisa lebih dekat dengan Wu Yuan.
“Wu Yuan… Hmm… Apakah saya boleh tanya sesuatu?”
“Eh… Xhi Niang, kenapa kamu segan-segan? Kalau mau bertanya, silakan tanya saja. Saya akan menjawabnya bila saya tahu jawabannya,” jawab Wu Yuan ramah, tersenyum menatap Xhi Niang.
Wu Yuan dan Xhi Niang sekelas, dan saat ini Xhi Niang merupakan juara kelas dan Wu Yuan juara kedua. Mungkin untuk semester ke depan, Wu Yuan dipastikan akan menjadi juara kelas bahkan juara umum di Sekolah Ciangkaisan. Karena setiap ujian mingguan atau bulanan, Wu Yuan selalu mendapatkan nilai tertinggi dan menjawab semua pertanyaan dengan sangat cepat.
“Hmm… Saya ingin bertanya, kenapa sekarang Tuan Muda Cing Hau yang biasanya sangat arogan dan tidak pernah mau tunduk kepada siapa pun, hari ini sepertinya sangat jinak terhadap kamu?”
“Ohh… Kalau itu, saya juga tidak tahu alasan spesifiknya. Untuk pertanyaan ini, silakan kamu tanya saja sama Cing Hau,” jawab Wu Yuan. Sepertinya ia tidak mau menjawab atau sama sekali kurang tahu kenapa sifat Cing Hau berubah.
Bagi Xhi Niang, jawaban Wu Yuan ini sebenarnya jawaban yang tidak mau ia dengar. Kalau sudah begitu, artinya sudah tidak bisa memperpanjang pembahasan. Xhi Niang menggigit bibir bawahnya, menatap Wu Yuan. Dengan wajah merona merah, ia kembali bertanya.
“Wu Yuan… Hmm… Anu… itu… Apakah malam ini kamu ada acara?”
“Ohh… Sebenarnya, saya ingin pulang ke kampung halaman sore ini, tapi… Ada apakah?”
“Ohh… Tidak. Bila kamu ingin pulang ke kampung, silakan. Mungkin lain kali saja,” jawab Xhi Niang, suaranya sedikit kecewa.
Sedikit penasaran dengan apa yang ingin dikatakan oleh Xhi Niang, Wu Yuan kembali mengejar.
“Saya bisa saja membatalkan kepulangan saya, kalau ada keperluan mendadak. Xhi Niang, katakan saja apa yang ingin kamu katakan kepada saya.”
“Ohh… Tidak. Mungkin hari Senin saja kalau kamu sudah kembali. Dan di kelas nanti saya akan mengatakannya,” jawab Xhi Niang, suaranya masih sedikit gugup.
Wu Yuan sedikit mengernyitkan dahi, merasa heran, tapi segera mengangkat kedua pundaknya tanda tidak mengerti. Memang setiap Jumat sore, Wu Yuan akan segera kembali ke kampung halamannya. Apalagi semalam ia merasa bahwa jimat yang diberikan kepada keluarganya sepertinya telah terpakai sebanyak dua kali. Ini pasti ada sesuatu, namun karena ia percaya dengan kekuatan jimat yang diberikannya kepada keluarganya, maka ia tidak pulang.
Siang ini sepulang sekolah, Wu Yuan berencana membelikan tiga ponsel untuk keluarganya: untuk Ayah, Ibu, dan adiknya, Wu Feniang.
Sementara itu, Xhi Niang yang mendengar jawaban Wu Yuan tidak mau memperpanjang obrolan lagi, masih sedikit malu untuk mengungkapkan apa yang ada di hatinya.
Tapi bukan hanya Xhi Niang saja yang ingin berdekatan dengan Wu Yuan. Kini bahkan banyak teman sekelas Wu Yuan yang perempuan banyak yang berusaha mendekatkan diri dengannya. Awalnya Xhi Niang sama sekali tidak berani mengajak Wu Yuan untuk ngobrol, tapi karena beberapa hari ini banyak siswi sekelasnya juga mulai berani mengejar Wu Yuan, hingga akhirnya pagi ini Xhi Niang mau ngobrol sebentar dengan Wu Yuan.
Biarpun hanya ngobrol sebentar, tapi Xhi Niang tidak bisa mempertahankan wajah dinginnya. Wajahnya selalu merona kemerahan ketika akan bertanya atau menjawab pertanyaan Wu Yuan. Padahal biasanya, Xhi Niang kalau ngobrol dengan siapa pun, ia pasti akan menampilkan ekspresi dingin dan tidak mudah didekati.
Beberapa teman sekelas Wu Yuan yang pria juga menjadi heran, karena melihat Xhi Niang yang selalu tersipu malu ketika mengobrol dengan Wu Yuan tadi pagi.
“Ada apa dengan Tuan Putri Keluarga Xhi itu? Kenapa dia sepertinya menjadi hangat ketika ngobrol dengan Wu Yuan?”
“Jangan-jangan dia juga ingin mengejar Wu Yuan?”
“Sepertinya begitu.”
Kabar kalau banyak siswi yang mulai tergila-gila dengan Wu Yuan sudah menyebar di Kelas Dua C. Bila di kantin sekolah pada saat jam istirahat, pasti ada saja beberapa siswi dari Kelas Dua C yang menyebutkan nama Wu Yuan dengan tatapan penuh cinta dan mengidolakannya. Dengan begitu, banyak juga siswi kelas lain yang mendengarnya, lalu mereka dengan penasaran mencari orang yang bernama Wu Yuan di Kelas Dua C. Ketika mereka menatap wajah tampan Wu Yuan, mereka juga ikut terpana dan merasa langsung jatuh cinta kepada Wu Yuan.
Sehingga lama-kelamaan nama Wu Yuan menjadi idola banyak kaum hawa. Bagaimana tidak? Bentuk tubuh Wu Yuan yang proporsional, dengan tinggi seratus tujuh puluh delapan sentimeter, wajah yang tegas dengan alis berbentuk golok, tubuh atletis, wajah putih bersih tanpa noda, sikap selalu cool membuat kaum hawa semakin penasaran dengan sosok Wu Yuan.
Tapi selama ini, Wu Yuan yang semakin terkenal tidak tahu kalau saat ini dirinya juga telah menjadi banyak musuh pria di sekolahnya. Untung saja Tuan Muda Cing Hau selalu mengancam orang-orang yang memusuhi Wu Yuan, sehingga mereka tidak sempat mendatangi Wu Yuan dan mengancamnya. Karena Wu Yuan telah membuat mereka tampak menjadi jelek dan kekasih mereka ada yang sampai meninggalkan mereka demi bisa mengejar Wu Yuan. Karena mereka sudah keduluan diancam oleh Cing Hau yang merupakan seorang Tuan Muda Keluarga Cing—keluarga kelas dua di Kota Fongkai ini.
Ada yang terang-terangan mengirim surat cinta, dan ada yang langsung mendatangi Wu Yuan untuk meminta nomor kontaknya. Berbagai macam cara dan alasan dibuat agar bisa menjadi lebih dekat dengan Wu Yuan. Wu Yuan selalu menerima mereka dengan ramah dan tidak pelit, karena dia tidak tahu kalau saat ini dia telah menjadi idola banyak gadis-gadis di sekolahnya.
Xhi Niang juga sampai merasa terancam dengan banyaknya gadis-gadis cantik yang setiap hari berseliweran di kelasnya. Sementara itu, Wu Yuan sendiri tidak menyadari kalau dia saat ini telah menjadi idola banyak gadis-gadis cantik sekolahnya.
Sepulang sekolah, Wu Yuan dikelilingi oleh banyak gadis-gadis cantik. Bagi Wu Yuan, mereka hanyalah teman-teman sekolahnya saja dan tidak lebih.
“Wu Yuan, apakah kamu ada waktu malam ini? Bisakah kita makan malam bersama di rumah saya?” tanya salah satu gadis yang berjalan di sisi Wu Yuan saat pulang sekolah.
“Ah… Kamu hanya mengajak Wu Yuan makan di rumahmu? Wu Yuan, saya ingin mengundang kamu makan di Restoran Huaning malam ini. Apakah kamu bisa datang?” gadis lain menyela.
Wu Yuan bingung mendengar undangan-undangan ini, namun dia tersenyum dan berkata dengan ramah.
“Maafkan saya, karena sore ini saya ingin pulang ke kampung halaman saya di Kota Kabupaten Tonglishan.”
“Apakah kamu ingin saya mengantarmu pulang ke rumahmu?”
“Wu Yuan, saya bisa mengantar kamu ke rumahmu. Mobil saya sanggup mengantarmu ke kampung halamanmu dengan selamat,” gadis lain menawarkan diri.
Tiba-tiba dari belakang terdengar suara keras yang membentak para gadis-gadis yang mengelilingi Wu Yuan.
“Pinggir…!! Pinggir…!! Kak Wu Yuan pulang, hanya saya yang mengantar. Kalian para gadis, tolong jangan menghalangi!” Terdengar suara Cing Hau yang membentak para gadis di sekeliling Wu Yuan.
“Isshhh… Apaan sih kamu ini…!!”
“Tuan Muda Cing Hau, aku lah yang akan mengantar Wu Yuan pulang kampung. Kamu di rumah saja,” salah satu gadis membalas.
“Sialan kamu…!!! Minggir… Minggir…!!!” Wu Yuan melihat Cing Hau datang, ia pun merasa lega karena Cing Hau mengusir para gadis-gadis manis di sekelilingnya.
“Kak Wu Yuan…!! Mari ikut denganku.”
“Eh… Baik…!”
Segera Wu Yuan pergi bersama Cing Hau, meninggalkan para gadis yang tadinya mengelilinginya. Cing Hau membawa mobil milik ayahnya, yaitu sebuah mobil SUV, BAIC 4X4—mobil yang bagus untuk adventure.
Saat Wu Yuan menaiki mobil ini, ia kagum karena interior mobil ini juga tampak keren, apalagi mobil ini adalah varian terbaru pabrikan Cina.
“Cing Hau, berapakah harga mobil ini? Sepertinya mobil ini sangat sesuai untuk jalan di jalan pedesaan.”
“Hahaha… Kak Wu Yuan, mobil ini bukan mobil mahal. Harga terbarunya hanyalah dua ratus ribu Yuan saja. Kalau varian terlengkapnya mungkin sampai tiga ratus ribu Yuan,” jawab Cing Hau, tersenyum bangga.
Wu Yuan berpikir untuk membelinya, namun ia tidak mengerti membawa mobil. Karena harga mobil ini sangat terjangkau bagi Wu Yuan, apalagi di kartu banknya, Wu Yuan memiliki miliaran Yuan.
“Cing Hau, sekarang kita pergi ke counter ponsel. Saya ingin membeli ponsel untuk keluarga saya di kampung.”
“Baiklah, Kak Wu Yuan. Kita pergi ke Jalan Loxy. Di sana terdapat deretan toko ponsel yang bermerk,” kata Cing Hau.
“Baiklah, kita ke sana.”
Mobil SUV berwarna hitam milik Cing Hau segera melesat menuju Jalan Loxy. Hanya beberapa menit dari Sekolah Ciangkaisan, mereka telah tiba di Jalan Loxy. Cing Hau membawa Wu Yuan menuju sebuah counter terbaik dan terbesar di Jalan Loxy ini.
“Kak Wu Yuan, di sinilah counter ponsel terbesar di Jalan Loxy ini. Silakan, Kakak pilih.” Rencananya Cing Hau akan membayarkan apa yang Wu Yuan beli.
“Tuan Muda Cing Hau, apa yang bisa saya bantu?” tanya pelayan toko tersebut.
Di sini, Cing Hau lumayan dikenal karena ia juga penggila ponsel canggih. Ia sering gonta-ganti ponsel, tapi dengan harga di bawah empat ribu Yuan.
“Ini Kakak tertua saya ingin membeli ponsel. Tolong tunjukkan ponsel terbaik di sini.”
“Ohh… Baiklah. Silakan, Tuan Muda.” Pelayan itu menatap Wu Yuan dan sedikit mengernyitkan dahi, tapi karena Tuan Muda Cing Hau yang membawa Wu Yuan, pelayan itu tidak berani terlalu meremehkan Wu Yuan dan membawa Wu Yuan menuju ke sebelah dalam toko. Karena yang di sebelah dalam adalah ponsel-ponsel yang bermerk terkenal dan mahal.
“Tuan, ini merk Apple dengan berbagai fitur tercanggih saat ini. Harganya adalah dua belas ribu Yuan.”
“Apaaa…!!!” Terdengar suara terkejut dari Cing Hau. Harga ini membuatnya sangat kaget. Dua belas ribu Yuan itu sudah sangat mahal. Cing Hau hanya memiliki sekitar sepuluh ribu Yuan saja di kartunya.