NovelToon NovelToon
Terpaksa Menikah Dengan Pria Cacat

Terpaksa Menikah Dengan Pria Cacat

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Romansa / Dijodohkan Orang Tua / Menjual Anak Perempuan untuk Melunasi Hutang / Terpaksa Menikahi Suami Cacat
Popularitas:4.9k
Nilai: 5
Nama Author: Alizar

"Aku tidak mau dijodohkan! Bukankah kalian semua tau kalau aku sudah memiliki kekasih? " "Kami semua tau nak, tapi tidak bisakah kamu menolong papa sekali ini saja, ? " "Tidak! Yang menjadi anak dirumah ini bukan hanya aku saja, masih ada Melodi di rumah ini, kenapa bukan dia saja yang kalian jodohkan! "

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alizar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

32

Melody tersenyum tipis, matanya berbinar saat melihat kediaman orang tuanya muncul dari balik jendela taksi. “Ah, akhirnya kita sampai juga” gumamnya pelan, suaranya nyaris tertelan oleh deru angin yang menerpa dari jendela yang sedikit terbuka.

Arkan, yang duduk di sampingnya, hanya mengangguk sambil memandang lurus ke depan. Otot-otot di lengannya menegang, memberikan rasa aman yang selalu Melody cari. Dalam diam, Arkan memperhatikan setiap ekspresi yang bermain di wajah Melody; senyum tipis yang menghiasi bibirnya, kerlingan mata yang seakan menyimpan ribuan cerita.

Saat taksi berhenti di depan rumah, Salamah dan Budi sudah berdiri di depan pintu, senyum lebar terukir di wajah mereka. “Melody, Arkan! Kalian sudha sampai!” seru Salamah, suaranya penuh kegembiraan. Tadi diperjalanan Melody sempat menelpon kedua orang tuanya memberitahukan bahwa Arkan akan berkunjung ke rumah,

Melody langsung melompat dari taksi dan berlari ke arah orang tuanya, memeluk mereka berdua dengan erat. “bu, yah, kangennya Melody,” katanya, suaranya bergetar sedikit karena emosi.

Budi menepuk-nepuk punggung Melody dengan lembut. “dasar lebay, setiap hari juga kita bertemu.” balasnya, terkekeh memperlihatkan wajahnya yang mulai keriput

Arkan menggeleng dan mengikuti dengan langkah yang lebih terukur, membawa oleh-oleh yang mereka bawa dari perjalanan mereka. “Selamat sore, ayah, Bu,” sapa Arkan dengan hormat, memberikan oleh-oleh itu.

Salamah mengambil oleh-oleh tersebut dengan tangan yang gemetar, “Terima kasih banyak, Arkan. Selalu terlalu baik.” Ucapnya, sambil membimbing mereka semua masuk ke dalam rumah, menuju kehangatan yang telah lama dirindukan.

"Ayo masuk, sebentar lagi orang adzan magrib, tidak baik berada diluar rumah. " Ucap Budi dan mereka masuk kerumah

***

Arkan terpaku sejenak, menatap ke sekeliling kamar Melody yang penuh dengan tumpukan buku dan pakaian berserakan di lantai. Dia mengambil inisiatif, mengumpulkan pakaian kotor dan memasukkannya ke dalam keranjang, menyusun buku-buku yang berserak di meja belajar dan menarik selimut agar terlihat rapi. Sementara dia sibuk, Melody muncul dari kamar mandi, mengenakan pakaian yang segar dengan rambut masih basah tergerai.

Melihat Arkan yang tampak kikuk berbaring di ranjang kecilnya, separuh tubuhnya terjulur keluar dari ranjang, Melody tidak bisa menahan tawa. "Kamu terlihat seperti ikan paus yang terdampar," candanya sambil duduk di tepi ranjang. Arkan mengangkat sebelah alisnya, kemudian dengan gerakan cepat, dia menarik Melody untuk berbaring di sampingnya. Melody mengerjap, terkejut namun segera tersenyum saat Arkan mengelus pipinya dengan lembut.

"Kamu tahu, kamar ini...," Arkan memulai, sambil memandangi wajah Melody yang bercahaya. "Sekarang terasa lebih hangat," lanjutnya.

Melody merasa pipinya memanas, dia menundukkan kepala untuk menyembunyikan rona merah di wajahnya. Arkan mengangkat dagu Melody, memandang dalam-dalam ke matanya yang berbinar. "Kau membuat segalanya terasa lebih baik, Mel," bisik Arkan dengan suara yang lembut. Melody membalas dengan tatapan yang penuh kasih, merasakan detak jantungnya yang berpacu. Di antara kekacauan kamar yang sekarang menjadi rapi, mereka menemukan kedekatan yang tak terduga, menjelajahi setiap momen dengan canda dan kelembutan.

Cahaya lampu kamar Melody yang remang-remang menciptakan suasana yang hangat dan romantis. Arkan dan Melody berada dalam pelukan satu sama lain, bibir mereka hampir bertemu, berbagi ciuman pertama yang telah lama mereka nantikan. Namun, ketika suasana semakin memanas, tiba-tiba pintu kamar terbuka dengan suara yang cukup keras.

Salamah, ibu dari Melody berdiri terpaku di ambang pintu dengan mata terbelalak. Dia dengan cepat menutup matanya menggunakan tangan, terkejut dan bingung dengan apa yang baru saja ia saksikan. "Maaf, maaf sekali, i-ibu tidak sengaja," ucap Salamah dengan suara tergagap, merasa bersalah telah mengganggu momen intim antara suami dan istri.

Arkan dan Melody seketika menjadi kikuk. Mereka melepaskan pelukan dan duduk dengan jarak di tepi tempat tidur, mencoba menyembunyikan rasa malu yang memerah di wajah mereka. Salamah masih berdiri di pintu, tangannya masih menutupi matanya.

"Kalian turun, ya. Sudah waktunya makan malam," kata Salamah dengan suara yang masih gemetar, mencoba mengalihkan perhatian dari kejadian yang baru saja ia saksikan. Arkan dan Melody hanya mengangguk lemah, masih mencoba meredakan suasana canggung yang kini menyelimuti mereka.

Setelah Salamah meninggalkan pintu, Arkan dan Melody saling bertukar pandang, keduanya mencoba menghibur satu sama lain dengan senyum kecil yang dipaksakan."kenapa bisa ibu masuk? "Ucap Melody pada Arkan dengan tatapan yang tajam.

Arkan menggaruk tengkuknya yang tak gatal kemudian berucap." Hehe, maaf. Mas lupa mengunci pintunya karena mas hanya fokus dengan kamar yang berantakan." Ucapnya berkilah dan Melody hanya menggeleng saja.

Mereka berdua kemudian beranjak dari tempat tidur, memperbaiki pakaian masing-masing, dan bersiap untuk turun ke ruang makan, meninggalkan kamar yang sempat menjadi saksi bisu momen romantis yang terganggu.

Sementara itu Salamah merasa panas membara di pipinya, langkahnya cepat seperti ingin menjauh dari memori yang baru saja menghantui pikirannya. Sambil berjalan tergesa-gesa, Salamah menabrak Budi yang baru saja keluar dari dapur dengan secangkir kopi di tangan.

"Ada apa, bu? Kok kamu terburu-buru?" tanya Budi, menatap istrinya yang tampak gelisah.

Salamah menarik napas dalam, mencoba mengatur kata-kata yang akan dia sampaikan. "Aku... aku tidak sengaja melihat Melody dan Arkan di kamar mereka, mereka sedang..," ucapanya terhenti, matanya tidak berani menatap suaminya.

Budi mengernyit, sejenak bingung, sebelum akhirnya terkekeh pelan. "Namanya juga pengantin baru, jadi wajar saja," sahutnya sambil mengusap punggung Salamah yang masih tegang.

"Aku juga salah karena tidak mengetuk pintu terlebih dahulu," tambah Salamah, rasa bersalah menggelayut di hatinya.

Budi tersenyum, memahami kecanggungan yang dirasakan istrinya. "Yang penting kita tahu batasannya sebagai orang tua. Kedepannya, kita ketuk pintu dulu, ya," kata Budi sambil menggenggam tangan Salamah, memberi dukungan dan mengusir rasa malu yang masih terpendam.

***

Risa mencuri pandang ke arah Fajar yang duduk di sampingnya, mengemudi dengan tatapan lurus ke depan, seolah terbuat dari es. Kecanggungan merayap di antara mereka, menggantung tebal di udara mobil yang hanya dipenuhi suara mesin yang berdengung lembut. Risa, yang biasanya ceria dan penuh ide, kali ini merasa bingung bagaimana memecah keheningan yang mencekik.

Dengan iseng, Risa mengambil selembar tisu dan dengan cepat meniupkan udara ke telinga Fajar, seolah-olah ada serangga yang melayang di sekitarnya. Fajar yang biasanya kaku dan tenang, tiba-tiba terkejut, matanya membulat tak percaya saat menoleh ke arah Risa. Melihat ekspresi terkejut di wajah Fajar, Risa tak bisa menahan tawanya.

"Risa, kamu ini!" Fajar akhirnya tersenyum, terkekeh kecil melihat tingkah Risa yang tidak terduga itu. Suasana canggung perlahan sirna, digantikan oleh tawa ringan yang meluncur bebas di dalam mobil. Fajar, yang semula dingin seperti "kulkas 1000 pintu", kini menunjukkan sisi lain yang lebih hangat dan manusiawi. Risa menatap wajah Fajar yang tersenyum, dan di matanya, Fajar tampak lebih tampan dari sebelumnya.

Kegelisahan Risa terbayar sudah, kejutan kecilnya itu tidak hanya memecah keheningan tapi juga membuka jendela baru dalam hubungan mereka, mengungkap sisi Fajar yang lebih ringan dan menyenangkan. Risa merasa lega dan bahagia, mengetahui bahwa dia bisa berbagi tawa dengan Fajar, asisten Arkan yang selama ini dikenalnya hanya dari sisi profesionalnya yang serius.

"Jika terus terusan aku berada di sampingnya dan melihat senyum itu, maka aku akan mimisan nanti. Oh Tuhan, sungguh ciptaan kau yang satu ini sangat sangat sempurna. " Batin Risa menggigit mulut dalamnya, jantungnya berdebar kencang karena melihat Fajar yang begitu tampan sekali di matanya

1
Anto D Cotto
menarik
Anto D Cotto
lanjut crazy up Thor
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!