NovelToon NovelToon
Sang Muhallil Yang Tidak Mau Pergi

Sang Muhallil Yang Tidak Mau Pergi

Status: tamat
Genre:Penyesalan Suami / Cinta setelah menikah / Cinta Seiring Waktu / Tamat
Popularitas:4.4k
Nilai: 5
Nama Author: my name si phoo

Uwais menjatuhkan talak tiga kepada istrinya, Stela, setelah memergokinya pergi bersama sahabat karib Stela, Ravi, tanpa mau mendengarkan penjelasan. Setelah perpisahan itu, Uwais menyesal dan ingin kembali kepada Stela.
Stela memberitahu Uwais bahwa agar mereka bisa menikah kembali, Stela harus menikah dulu dengan pria lain.
Uwais lantas meminta sahabat karibnya, Mehmet, untuk menikahi Stela dan menjadi Muhallil.
Uwais yakin Stela akan segera kembali karena Mehmet dikenal tidak menyukai wanita, meskipun Mehmet mempunyai kekasih bernama Tasya.
Apakah Stela akan kembali ke pelukan Uwais atau memilih mempertahankan pernikahannya dengan Mehmet?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon my name si phoo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 31

Asap mengepul dari kap mobil mewah Uwais yang ringsek setelah menabrak pembatas jalan.

Bunyi klakson dari mobil lain yang terhalang meraung di jalanan yang macet.

Uwais sendiri tergantung lemas di sabuk pengaman, kepalanya terbentur keras.

Di tengah kehebohan itu, sebuah mobil di belakang berhenti mendadak.

Seorang wanita dengan seragam berwarna mint yang khas segera keluar.

Dia adalah seorang perawat rumah sakit yang sedang dalam perjalanan menuju shift malamnya.

Dengan sigap dan tanpa panik, perawat itu memimpin beberapa orang untuk membuka pintu mobil Uwais yang macet.

"Panggil ambulans! Jangan pindahkan korban sebelum lehernya distabilkan!" perintah perawat itu dengan suara tegas.

Perawat itu segera mendekati Uwais. Ia memeriksa kesadaran dan pernapasannya.

Uwais mengerang kesakitan saat perawat itu dengan hati-hati melepaskan sabuk pengaman.

Wanita yang seorang perawat rumah sakit menolong Uwais, memberikan pertolongan pertama dengan cepat untuk memastikan jalan napasnya aman.

"Ya Tuhan, kakinya," gumam perawat itu.

Terlihat jelas oleh semua orang di sana, kaki kanan Uwais tertekuk pada sudut yang tidak wajar, dan ada pembengkakan serta memar yang parah.

Setelah ambulans tiba, perawat itu membantu tim medis menstabilkan Uwais dan membawanya keluar dari mobil yang hancur.

Saat diangkat ke brankar, Uwais kembali mengerang kesakitan, dan ia sempat sadar sesaat.

"Kaki... kakiku..." rintih Uwais.

Berdasarkan pemeriksaan awal tim paramedis, Uwais segera dibawa ke rumah sakit terdekat.

Diagnosis awal mereka sangat jelas: mengalami patah tulang di kaki yang cukup parah, membutuhkan operasi segera, selain luka dalam dan gegar otak ringan dari benturan keras.

Sesampainya di rumah sakit, Pak Rio dan Bu Siska tiba dengan panik.

Bu Siska menangis histeris, sementara Pak Rio berusaha tetap tenang meskipun wajahnya pucat.

Mereka segera diarahkan ke meja informasi. Di sana, mereka bertemu dengan Aina, perawat yang sigap menolong Uwais di tempat kejadian.

"Anda orang tua Tuan Uwais?" tanya Aina dengan nada hormat.

"Ya, kami orang tuanya. Bagaimana anak saya? Di mana dia?" seru Bu Siska, langsung memeluk Aina dan menangis tersedu-sedu.

Aina menepuk punggung Bu Siska dengan lembut.

"Tolong tenang, Bu. Tuan Uwais sudah ditangani dengan baik. Saat ini, beliau masih di ruang operasi untuk cedera patah tulang yang cukup parah. Dokter sedang berusaha menanganinya."

"Operasi? Apakah ada biaya yang harus segera kami bayarkan?"

"Anda bisa mengurus administrasi setelah ini, Pak. Yang terpenting sekarang adalah keselamatannya. Operasi sudah berjalan," jawab Aina.

Sambil menunggu kabar dari dokter bedah, Bu Siska teringat bahwa mereka tidak tahu banyak tentang urusan pribadi Uwais akhir-akhir ini.

Dalam kepanikan, ia teringat Stela, mantan menantunya, yang selalu ia anggap cerdas dan tahu banyak tentang urusan bisnis Uwais.

Orang tua Uwais menghubungi Stela.

Di kantor, Stela sedang berbaring di sofa ruangan kerja Mehmet, mencoba mengistirahatkan tubuh dan bayinya, sementara Mehmet sibuk di meja kerjanya. Tiba-tiba, ponsel Stela berdering, menampilkan nama 'Bu Siska'.

"Halo, Ibu," sapa Stela, segera duduk tegak.

Beberapa detik kemudian, wajah Stela berubah pucat.

Ia bangkit dari sofa, tangannya gemetar memegang ponsel.

"Ya, Ibu. Kami segera ke sana. Tolong tenang ya, Bu..." Stela menutup teleponnya, matanya dipenuhi rasa terkejut dan sedikit ketakutan.

"Ada apa, Sayang?" tanya Mehmet, langsung berdiri dan menghampiri Stela.

"

Met, Uwais kecelakaan," bisik Stela, suaranya tercekat.

"Parah. Sekarang dia di Rumah Sakit Cipta Medika. Kita harus ke sana."

Mehmet memasang ekspresi datar. Ia teringat semua drama yang disebabkan Uwais dan Tasya dalam beberapa hari terakhir.

"Sayang," tanya Mehmet, suaranya menahan emosi.

"Setelah semua yang dia lakukan? Setelah dia membiarkan wanita itu menuduhku di depanmu? Apakah kamu masih mencintai mantan suamimu?"

Stela memegang tangan Mehmet. "Met, bukan itu."

Air mata menggenang di matanya, bukan karena Uwais, melainkan karena rasa kasihan.

"Orang tua Uwais Pak Rio dan Ibu Siska mungkin sekarang tidak ada biaya. Mereka panik dan tidak tahu harus berbuat apa. Bagaimanapun juga, mereka orang baik, dan mereka seperti orang tuaku juga dulu."

Ia menatap Mehmet dengan tatapan memohon.

"Aku tidak membelanya. Aku hanya merasa kasihan pada orang tuanya. Aku ingin memastikan mereka baik-baik saja dan Uwais mendapatkan penanganan terbaik."

Mehmet menganggukkan kepalanya.

Ia menghela napas, menyadari bahwa Stela bertindak bukan atas dasar cinta masa lalu, melainkan kemanusiaan dan rasa hormat kepada mantan mertuanya.

"Baiklah. Aku mengerti," ucap Mehmet.

"Kamu benar. Kita harus pergi, demi Pak Rio dan Bu Siska."

Mehmet meraih kunci mobilnya dan menggenggam tangan Stela erat. Ia memandang Stela.

"Tapi kamu harus tetap di mobil, Sayang. Kamu hanya mengurus urusan administrasi dan memastikan orang tuanya tenang. Jangan sampai ada drama lagi yang menyakitimu."

"Aku janji," jawab Stela.

Mehmet mengajak istrinya meninggalkan ruangan kerja, bergegas menuju rumah sakit.

Mehmet dan Stela tiba di rumah sakit dengan cepat.

Mehmet memarkir mobilnya, dan dengan sigap, ia langsung menghubungi bagian administrasi melalui ponselnya.

"Saya ingin memastikan semua biaya perawatan dan operasi Tuan Uwais ditanggung penuh oleh perusahaan saya. Jangan ada biaya yang dibebankan kepada orang tuanya. Saya akan mengirimkan jaminan administrasi sekarang,"

pesan Mehmet tegas.

Ia ingin memastikan masalah finansial teratasi, memberikan ketenangan bagi mertua Stela, tanpa perlu drama di tempat.

Mehmet sudah melunasi semuanya bahkan sebelum mereka bertemu dengan orang tua Uwais.

Mereka berjalan menuju area ruang operasi. Stela melihat Ibu Siska dan Pak Rio menunggu di depan ruang operasi, tampak sangat cemas dan kelelahan.

Bu Siska duduk sambil menangis sesekali di bahu suaminya.

"Ibu... Ayah..." panggil Stela lembut.

Bu Siska dan Pak Rio langsung mendongak. Bu Siska segera bangkit dan memeluk Stela erat.

"Stela, Nak. Ya Tuhan, kamu datang. Kami sangat panik," isak Bu Siska.

"Bagaimana Uwais, Bu?" tanya Stela, mengusap punggung Bu Siska.

"Dia di dalam. Sudah lama," jawab Pak Rio, wajahnya menampakkan kelelahan yang luar biasa.

Bu Siska melepaskan pelukan, lalu menatap Stela dan Mehmet bergantian. Wajahnya tiba-tiba berubah, dipenuhi rasa bersalah dan malu yang mendalam.

"Nak Stela, Nak Mehmet... Terima kasih banyak kalian mau datang," ujar Bu Siska, nadanya memohon.

Ia menarik tangan Stela, seolah ingin meminta maaf.

"Kami tidak tahu harus bagaimana lagi. Kami merasa sangat tidak tahu malu harus meneleponmu. Setelah semua yang terjadi,.setelah anakku, Uwais, dulu menjatuhkan talak tiga padamu yang tidak bisa ditarik lagi... dan dia sudah menyakitimu..."

Ibu Siska merasa malu dengan Stela karena ia harus meminta bantuan kepada mantan menantunya yang sudah dicerai secara permanen dan kini sedang bahagia dengan suami barunya setelah perbuatan buruk yang dilakukan putranya sendiri.

"Tidak apa-apa, Bu," sela Stela cepat, menggenggam tangan Bu Siska dengan hangat.

"Itu sudah masa lalu. Aku datang karena aku menyayangi Ibu dan Ayah. Kami di sini untuk kalian. Jangan khawatirkan biaya, Mehmet sudah mengurus semuanya."

Mehmet melangkah mendekat, meletakkan tangan di bahu Stela.

"Betul, Bu. Fokuslah pada kondisi Uwais. Kami akan menunggu kabar baik di sini bersama kalian."

Melihat ketulusan dan kebesaran hati Stela, Bu Siska kembali menangis, kali ini karena terharu dan lega.

Mereka tahu bahwa di balik semua kekacauan, Stela dan Mehmet adalah harapan terakhir mereka.

1
Aether
AWOKWOK NGAKAK CIK
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!